Apakah demokrasi seperti ini yang dikehendaki oleh bangsa ini?
Sesungguhnya “demokrasi itu untuk rakyat atau rakyat untuk demokrasi?” Ini sebuah renungan yang harus kita semua sebagai anak bangsa merenungkannya .
Perjalanan berbangsa dan bernegara tentu melewati sejarah panjang, yang penuh dengan perjuangan dengan tetesan keringat sampai tetesan air mata dan darah. Bukan hanya harta, nyawapun dikorbankan untuk tegaknya kemerdekaan negeri ini dari penjajahan.
Kiranya kita perlu menengok sejarah bangsa ini sebagai kaca benggala. Agar kita tidak masuk jurang untuk kedua kalinya. Cuplikan pidato Bung Karno “Menemukan kembali revolusi kita”. Pidato ini sangat relevan dalam keadaan bangsa saat ini dimana kaum bandit telah menjual negara ini.
Akibat hutang pada China dengan ekonomi liberalisme yang kompromis dengan Nekolim China.
“………Dimana djiwa Revolusi itu sekarang? Djiwa Revolusi sudah mendjadi hampir padam, sudah mendjadi dingin ta’ada apinja.
Dimana Dasar Revolusi itu seakarang? Tudjuan Revolusi, – jaitu masyarakat jang adil dan makmur -, kini oleh orang-orang jang bukan putra-revolusi diganti dengan politik liberal – dan ekonomi liberal.
Diganti dengan politik liberal, di mana suara rakjat banyak dieksploitir, ditjatut, dikorup oleh berbagai golongan. Diganti dengan ekonomi liberal, dimana berbagai golongan menggaruk kekajaan hantam-kromo, dengan mengorbankan kepentingan rakjat.
Segala penjakit dan dualisme itu tampak menondjol terang djelas dalam periode invesment itu!
Terutama sekali penjakit dan dualisme empat rupa jang sudah saja sinjalir beberapa kali: dualisme antara pemerintah dan pimpian Revolusi; dualisme dalam outlook kemasjarakatan: masjarakat adil dan makmurkah, atau masjarakat kapitaliskah? dualisme “Revolusi sudah selesaikah” atau “Revolusi belum selesaikah”? dualisme dalam demokrasi, – demokrasi untuk rakjatkah, atau Rakjat untuk demokrasikah?
Dan sebagai saja katakan, segala kegagalan-kegagalan, segala keseratan-keseratan, segala kematjetan-kematjetan dalam usaha-usaha kita jang kita alami dalam periode survival dan invesment itu, tidak semata-mata oleh kekuarangan-kekuarangan atau ketololan-ketololan jang ihaerent melekat kepada bangsa Indonesia sendiri, tidak disebabkan oleh karena bangsa Indonesia memang bangsa jang tolol, atau bangsa jang bodoh, atau bangsa jang tidak mampu apa-apa, – tidak! – , segala kegagalan, keseratan, kematjetan itu pada pokonja adalah disebabkan oleh karena kita, sengadja atau tidak sengadja, sedar atau tidak sedar, telah menjelewéng dari Djiwa, dari Dasar, dan dari Tudjuan Revolusi!
Kita telah mendjalankan kompromis, dan kompromis itu telah menggerogoti kitapunja Djiwa sendiri!
Insjafilah hal ini, sebab, itulah langkah pertama untuk menjehatkan perdjoangan kita ini.
Dan kalau kita sudah insjaf, marilah kita, sebagai sudah saja andjurkan, memikirkan mentjari djalan-keluar, memikirkan mentjari way-out, – think and re-think, make and re-make, , shape and re-shape.
Buanglah apa jang salah, bentuklah apa jang harus dibentuk! Beranilah membongkar segala alat-alat jang tá tepat, – alat-alat maretiil dan alat-alat mental -. beranilah membangun alat-alat jang baru untuk meneruskan perdjoangan diatas rel Revolusi.
Beranilah mengadakan “retooling for the future”. Pendek kata, beranilah meninggalkan alam perdjoangan setjara sekarang, dan beranilah kembali samasekali kepada Djiwa Revolusi 1945….”
Maka dari itu kita harus berani meluruskan jalannya negara bangsa ini yang telah melenceng dari Pembukaan UUD 1945, melenceng dari Pancasila dan melenceng dari cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Titik pijak untuk.meluruskan negara bangsa ini dimulai dengan mengarahkan perjuangan pada jalan yang lurus kembali ke UUD 1945 dan Pancasila
Jika kita ikhlas memperjuangkan demi bangsa dan negara ini maka Allah akan menurunkan rahmat dan berkatnya, meluruskan kembali tujuan berbangsa dan bernegara “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”….Merdeka !!
Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Study Kajian Rumah Pancasila