SEMARANG – Kuasa hukum Notaris Kondang di Semarang, yakni Notaris Nyoman Adi atau lebih dikenal Notaris Jane Margaretha Handayani di masyarakat Semarang, resmi mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali atas Perkara yang menjeratnya, yakni Dakwaan dan Tuntutan serta Vonis hukuman penjara terkait Tindak Pidana Kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya.
Kasus tersebut berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No.2957K/Pid.Sus/2020,tertanggal 16 September 2020, Jo. putusan Banding Pengadilan Tinggi Semarang No.452/Pid.Sus/2019/PT.SMG, tertanggal 29 Januari 2020, Jo. Putusan PN Semarang No.439/Pid.Sus/2019/PN.SMG, tertanggal 18 Nopember 2019.
Permohonan PK tersebut disampaikan melalui Kuasa Hukumnya, yakni Zardi Khaitami, SH, Saleh Hidayat, SH dan Akbar Risky Tamala, SH, Permohonan PK ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung RI melalui Kepaniteraan PN Semarang.
“Alhamdulillah syarat Formil pengajuan PK sudah terpenuhi, saat ini tinggal menunggu Registrasi dan panggilan sidang pengantar oleh PN Semarang yang akan memeriksa dokumen, khususnya bukti bukti baru atau Novum yang diajukan oleh Pemohon PK, yang selanjutnya dokumen tersebut akan disampaikan dan dikirim ke Mahkamah Agung RI,” ujar kuasa hukum Jane dalam keterangan persnya diterima wartawan, Kamis (16/11/23).
Dalam memori PK yang disampaikan melalui Kuasa Hukumnya, Pemohon PK menyampaikan alasan Permohonan PK, yakni pertama tentang Kekhilafan Hakim dan keyakinan hakim yang nyata dan kelalaian hakim dalam mengesampingkan hukum pembuktian, khususnya tentang keterangan Saksi Korban, yakni Titisari Wardani (anak tiri pemohon PK) yang sudah Dewasa.
“Bukan lagi sebagai anak pada saat Saksi korban membuat Laporan Polisi, memberikan keterangan pada tahap penyidikan, penuntutan dan dimuka peradilan, seluruh keterangan saksi korban tidak boleh dibenarkan secara serta merta dan dijadikan alat bukti oleh karena saksi korban sudah dewasa,” ungkapnya.
Pemohon PK, sambungnya, justru merasa difitnah dan keterangan saksi korban penuh kebohongan dan rekayasa serta dikendalikan oleh sekelompok orang yang ingin menjatuhkan nama baik dan menghancurkan karir profesional Pemohon PK sebagai salah satu notaris terkenal di Semarang. Selain itu, pemohon PK juga mempersoalkan dan menolak bukti dua hasil visum, yakni Visum Et Repertum tanggal 21 Nopember 2018 yang diterbitkan oleh RSUD DR Karyadi/FK Undip Semarang dan Visum Et Repertum tanggal 27 Desember 2018 yang diterbitkan oleh RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
“Dua visum tersebut jelas dibuat pada saat korban sudah dewasa, yakni berumur 18 tahun dan sudah memiliki pacar dan berpacaran secara bebas serta sudah terbiasa melakukan hubungan seks dengan pacarnya,” terangnya.
Pemohon PK, lanjutnya, menolak dua visum tersebut hasil visumnya ditafsirkan bahwa robeknya keperawanan saksi korban adalah terjadi sejak tahun 2012 pada saat korban masih berusia 13 atau 14 tahun, sementara korban di visum pada tahun 2018 pada saat sudah berusia 19 atau 20 tahun, dimana saksi korban sudah berpacaran dan sudah terbiasa melakukan hubungan seks dengan pacarnya yang bernama Cesare.
“Pemohon merasa bahwa perkara yang menjerat dirinya sarat dengan Fitnah dan rekayasa serta kriminalisasi agar karir dan reputasi Pemohon PK sebagai Notaris terkenal di Semarang menjadi hancur berantakan,” pungkasnya.
Untuk membuktikan dalil dan argumentasi hukum dalam permohonan PK akan diajukan 8 bukti baru atau Novum yang membuktikan bahwa pemohon PK tidak pernah melakukan tindak pidana yang dituduhkan kepadanya.