Kuasa Hukum Hermawan Makki Desak Mabes Polri Periksa Penyidik Krimsus dan Tetapkan Saksi Bayu Bassi Ismail sebagai Tersangka

Jakarta – Irwan Abd. Hamid, Kuasa Hukum Hermawan Makki, mendesak Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) untuk memeriksa kinerja penyidik Kriminal Khusus (Krimsus) Polda Maluku dan segera menetapkan saksi Bayu Bassi Ismail sebagai tersangka. Desakan ini menyusul kasus yang menjerat kliennya terkait dugaan pembelian emas dari penambang rakyat di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku.

Irwan menegaskan bahwa desakan untuk menjadikan Bayu Bassi Ismail sebagai tersangka adalah langkah yang patut dan memiliki landasan hukum yang kuat. Hal ini merujuk pada pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Namlea dalam perkara Pidana Khusus Nomor 43/Pid.Sus-LH/2025/PN Nla.

“Fakta-fakta persidangan dan 17 bukti yang diajukan, khususnya yang berkaitan dengan motif Saksi Bayu saat penangkapan, menjadi dasar kuat bagi kami,” ujar Irwan dalam pernyataannya, Rabu (05/11/2025).

Irwan menyoroti ketidakjelasan dalam proses penyidikan yang dilakukan Krimsus Polda Maluku. Ia mengungkapkan bahwa motif kedatangan Bayu Bassi Ismail ke lokasi kliennya pada malam penangkapan tidak dijelaskan secara detail dalam berkas perkara.

“Bukti yang lebih utama berkaitan dengan motif saksi Bayu pada saat penangkapan pada hari Minggu tanggal 20 Oktober 2024 sekitar pukul 22.30 WIT, bertempat di Jln Unit Desa Debowae, Kec. Waelata, Kabupaten Buru, tepatnya di stand/kios yang digunakan Hermawan Makki untuk membeli emas, tidak dijelaskan secara detail oleh Krimsus Polda Maluku,” tegas Irwan.

Lebih lanjut, Irwan mengungkapkan kontradiksi dalam proses pemeriksaan saksi. Saat persidangan, saksi Resaluan menyatakan bahwa Bayu Bassi Ismail berprofesi sebagai tukang ojek. Namun, kuasa hukum Hermawan Makki menolak dan menyatakan keberatan atas keterangan serta Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi Bayu yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Namlea.
Keberatan tersebut didasarkan pada bukti tangkapan layar (screenshot) dari akun Facebook Saksi Bayu yang justru menunjukkan bahwa pria tersebut sedang menambang di Gunung Botak.

“Hal inilah yang memperkuat keyakinan Majelis Hakim bahwa benar saksi Bayu datang ke stand/kios milik Wawan (Hermawan Makki) dengan mengetuk pintu dan meminta untuk membakar emas miliknya sebelum terjadi penangkapan,” jelas Irwan.

Selain kasus Bayu, Irwan juga menyoroti bukti-bukti lain yang mengarah pada dugaan kriminalisasi terhadap kliennya. Ia menyebutkan nama Saksi Soni Sarwan yang, berdasarkan bukti foto di media sosial yang beredar, terlihat mengawal para “mafia tambang” seperti Haji Anas, Haji Komar, dan Helena, serta turut serta dalam penangkapan Hermawan Makki.

Irwan Abd. Hamid menekankan bahwa hukum tidak seharusnya digunakan sebagai alat kekuasaan. “Janganlah hukum digunakan sebagai alat kekuasaan untuk mengkriminalkan yang kecil yang tidak sesuai selera pengusaha,” pungkasnya.
Pihak Kuasa Hukum berharap Mabes Polri segera turun tangan untuk memeriksa secara menyeluruh kinerja penyidik Krimsus Polda Maluku dan memastikan keadilan ditegakkan dengan menetapkan Bayu Bassi Ismail sebagai tersangka.

Kasus ini menyoroti praktik penegakan hukum di sektor sumber daya alam, di mana sering terjadi ketimpangan dalam penindakan antara pelaku skala kecil (rakyat) dengan pelaku skala besar yang memiliki akses kekuasaan dan modal. Kriminalisasi selektif tidak hanya melanggar prinsip equality before the law, tetapi juga merusak legitimasi hukum di mata masyarakat.

Dalam konteks kasus Hermawan Makki, dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) relevan untuk dikaji:

1. Pasal 35 UU Minerba:
Pasal ini mengatur tentang sahnya kegiatan pertambanga wajib memiliki Izin Pertambangan Rakyat dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Kegiatan pembelian emas oleh Hermawan Makki diduga terkait dengan emas yang dihasilkan dari pertambangan rakyat di Gunung Botak.

2. Pasal 161 UU Minerba:
Pasal ini menyatakan, “Setiap orang yang tanpa IUP, IPR, atau IUPK melakukan penambangan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).” Pasal inilah yang sering digunakan untuk menjerat penambang rakyat.

Namun, dalam kasus Hermawan Makki yang berperan sebagai pembeli, penerapan pasal ini sangat diskriminasi. Desakan untuk menetapkan Bayu Bassi Ismail sebagai tersangka justru mengindikasikan bahwa Bayu diduga kuat sebagai penambang (pelaku langsung) yang seharusnya lebih primer dijerat dengan pasal ini dibandingkan pihak lain yang hanya membeli hasil tambangnya. Jika bukti screenshot Facebooknya akurat, maka kedudukannya dapat bergeser dari saksi menjadi tersangka pelanggar Pasal 161.

Pihak Kuasa Hukum mendesak agar Mabes Polri menindaklanjuti temuan persidangan dan bukti-bukti yang mengarah pada pelanggaran oleh saksi dan proses penyidikan yang dianggap tidak komprehensif.

Pos terkait