Komisi II Dorong Pengawasan Ketat Distribusi BBM Subsidi

Gorontalo-Pimpinan dan Anggota Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo melakukan kunjungan kerja ke Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) di Jakarta untuk membahas pengawasan penyaluran BBM bersubsidi serta persoalan distribusi solar di Gorontalo yang belakangan dikeluhkan masyarakat, Kamis, (13/11/2025).

Kunjungan tersebut dipimpin Wakil Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Ridwan Monoarfa, bersama Ketua Komisi II, Mikson Yapanto, dan jajaran anggota. Rombongan diterima oleh Harish Mafaaza selaku Sub Koordinator Pengawasan Ketersediaan BBM BPH Migas.

Dalam pertemuan itu, Komisi II menyampaikan sejumlah persoalan terkait kelangkaan solar subsidi, antrean panjang di SPBU, hingga usulan penambahan kuota dan penunjukan distributor BBM solar bersubsidi di beberapa titik yang selama ini dianggap rawan kekurangan suplai.

Harish Mafaaza, dalam sambutannya, menyampaikan permohonan maaf karena Kepala BPH Migas berhalangan hadir. Ia memastikan hubungan kerja antara BPH Migas dan Pemerintah Provinsi Gorontalo terjalin dengan baik, ditandai dengan adanya perjanjian kerja sama sejak Juni 2025.

Harish menegaskan kuota BBM bersubsidi untuk Gorontalo pada tahun 2025 berada dalam kondisi aman, dengan realisasi hingga Oktober mencapai 77 persen dari total kuota tahunan. Namun, menurutnya, masalah utama yang kerap muncul justru berada pada aspek distribusi.

“Secara kuota aman, tapi tantangannya ada di distribusi dan pengawasan di lapangan. Keterlambatan suplai dari Pertamina dan penggunaan BBM subsidi oleh pihak yang tidak berhak, seperti sektor tambang, sering menjadi penyebab kelangkaan,” jelasnya.

Ketua Komisi II, Mikson Yapanto, mengatakan unjungan ini merupakan tindak lanjut kerja sama antara Pemprov dan DPRD Gorontalo dengan BPH Migas. Ia menyampaikan bahwa DPRD menerima banyak keluhan terkait kelangkaan solar di sejumlah daerah.

“Kami turun langsung di lapangan dan melihat antrian solar masih panjang. Bahkan di beberapa lokasi, stok solar cepat habis. Karena itu kami meminta agar distribusi lebih merata dan kuotanya ditambah,” ujar Mikson.

Sementara itu Ridwan Monoarfa menyampaikan penyebaran SPBU subsidi harus lebih proporsional, terutama di wilayah Telaga, Isimu, dan Hayahaya yang kerap mengalami kekosongan stok.

“Masalahnya bukan sekadar kuota, tapi penyebarannya. Kalau distribusi merata, antrean bisa berkurang. Kami juga tidak ingin solar subsidi jatuh ke tambang ilegal,” tegas Ridwan.

Anggota Komisi II, Hamzah Idrus, turut menyoroti meningkatnya aktivitas pertambangan di Pohuwato yang berpotensi menyedot konsumsi solar subsidi. Menurutnya, BBM bersubsidi tidak boleh digunakan untuk aktivitas tambang maupun industri.

“Kalau tambang beroperasi penuh dan memakai solar subsidi, kondisi bisa lebih buruk. Kami berharap BPH Migas memperketat pengawasan agar subsidi tidak bocor,” ujar Hamzah.

Menanggapi hal itu, Harish menjelaskan pengawasan di daerah sangat bergantung pada penerbitan surat rekomendasi dari OPD terkait seperti Dinas Perikanan dan Pertanian. BBM subsidi untuk nelayan dan petani hanya bisa disalurkan melalui rekomendasi resmi.

Pada akhir pertemuan, DPRD dan BPH Migas sepakat memperkuat koordinasi serta mendorong langkah teknis bersama Pertamina dan Pemerintah Provinsi Gorontalo untuk memastikan penyaluran BBM subsidi berjalan tepat sasaran.

“Kita ingin masyarakat benar-benar merasakan manfaat subsidi secara adil. BBM bersubsidi adalah hak rakyat kecil, bukan untuk pelaku industri,” tutup Ridwan.

Pos terkait