Oleh: Munawir K, Dosen UIN Alauddin Makassar
kata “بَخِيل” (bakhil) berasal dari akar kata “بَخَلَ” (bakhala) yang berarti menahan atau menyimpan sesuatu dengan enggan memberikannya.
Kata ini secara literal berarti “kikir” atau “pelit”. Orang yang memiliki sifat bakhil disebut “بَخِيل” (bakhil) dalam bentuk tunggal dan “بُخَلَاء” (bukhalā’) dalam bentuk jamak. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan seseorang yang menahan hartanya dan tidak mau mengeluarkan untuk keperluan yang semestinya, baik untuk dirinya sendiri, keluarga, maupun masyarakat.
Secara istilah dalam syariah, kikir atau bakhil merujuk pada sifat seseorang yang sangat enggan mengeluarkan hartanya untuk keperluan-keperluan yang disyariatkan atau dianjurkan dalam agama, seperti sedekah, zakat, dan infaq. Ini adalah sifat yang menyebabkan seseorang menahan hartanya dari berbagi, bahkan dalam keadaan yang sangat membutuhkan. Sifat bakhil ini tidak hanya terbatas pada menahan harta, tetapi juga mencakup sikap enggan berbagi dalam bentuk apapun, termasuk ilmu, tenaga, dan waktu.
Allah SWT. dalam al-qur’an QS. Al-Lail: 8-10:
وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ”
“Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup serta mendustakan (pahala) yang terbaik, maka Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.”
Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang kikir dan merasa dirinya tidak memerlukan bantuan serta mendustakan kebenaran akan dipermudah jalannya menuju kesulitan oleh Allah.
Ini menunjukkan bahwa sifat bakhil tidak hanya merugikan diri sendiri di dunia tetapi juga akan menghadapi kesulitan di akhirat.
Sejalan dengan firman Allah swt diatas , Allah juga menegaskan bahwa indikator lain dari sifat bakhil ( kikir) itu adalah bahwa ia baru mau mengeluarkan sesuatu jika barang atau hal tersubut dinilai sesuatu yang buruk ( tidak berkualitas ), dan tidak diinginkannnya lagi. QS. Al-Baqarah: 267 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ”
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memejamkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Ayat ini mendorong orang beriman untuk menafkahkan harta yang baik dan melarang memilih yang buruk untuk diinfaqkan. Ini menekankan pentingnya kualitas dalam berbagi dan menunjukkan bahwa Allah tidak memerlukan harta manusia, tetapi manusia yang membutuhkan rahmat dan keberkahan dari Allah.
Padahal pada hakikatnya himbauan untuk membuang sifat kikir dalam kehidupan seseorang adalah ajakan untuk menyelamatkan dirinya sendiri dan mendekatkan dirinya kepada pencipta agar menemukan keberkahan hidup. Allah SWT. Didalam QS. Muhammad: 38:
“هَاأَنتُمْ هَٰؤُلَاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنكُم مَّن يَبْخَلُ وَمَن يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَن نَّفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنتُمُ الْفُقَرَاءُ”
“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) di jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah Yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan (karunia-Nya).”
Ayat ini mengingatkan bahwa sifat kikir sebenarnya merugikan diri sendiri karena Allah adalah Maha Kaya dan tidak memerlukan harta manusia. Manusia yang sebenarnya dalam keadaan membutuhkan rahmat dan karunia dari Allah.SWT.
Hal senada diperkuat oleh Rasululllah SAW. Bahwa pada hakikatnya membuang sifat kikir akan menyelamatkan dirinya dari hal-hal negatif dan destruktif yang dapat mendatangkan kemudaratan yang bisa mengancam keselamatan jiwanya, sebagaimana dalam fenomena sosial yang banyak terjadi berujung pada pertumpahan darah antar sesama.
Dalam sebuah Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari ditegaskan :
إِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ، فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ”
“Jauhilah sifat kikir, karena sifat itu telah membinasakan umat sebelum kalian. Sifat itu mendorong mereka untuk menumpahkan darah dan menghalalkan yang haram.”
Hadis ini menunjukkan bahwa sifat kikir dapat membawa kepada kehancuran dan perilaku yang melanggar norma-norma agama dan kemanusiaan, seperti pembunuhan dan perbuatan haram lainnya.
Sebaliknya dengan membuang sifat kikir dalam kehidupan akan mengantarkan seseorang pada keberkahan yang berkesudahan positif dalam wujud kebaikan dan kebahagiaan yang tak terhingga diakhirat kelak. Rasulullah Nabi kita dalam sebuah riwayat imam Muslim mengungkapkan :
مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ نُودِيَ فِي الْجَنَّةِ: يَا عَبْدَ اللَّهِ، هَذَا خَيْرٌ”
“Barangsiapa menginfakkan dua pasang (harta) di jalan Allah, akan dipanggil di surga: ‘Wahai hamba Allah, ini adalah kebaikan.’”
Hadis ini mengajarkan bahwa menginfakkan harta di jalan Allah akan mendapatkan balasan yang baik di surga, yang menunjukkan betapa besar pahala bagi orang yang dermawan dan sebaliknya, menekankan keburukan dari sifat
Kikir.
Karena itu perilaku kikir atau bakhil adalah karakter buruk yang sangat tidak dianjurkan dalam Islam karena berdampak negatif baik pada individu maupun masyarakat. Islam mendorong umatnya untuk selalu berbagi dan dermawan, karena berbagi tidak hanya memberikan manfaat kepada penerima, tetapi juga menambah berkah bagi pemberi. Dengan memahami ajaran agama, meningkatkan keimanan, dan melatih diri untuk berbagi, seseorang dapat mengatasi sifat bakhil dan menjadi pribadi yang lebih baik dan diridhai oleh Allah SWT.
Ciri-ciri Orang Kikir (Bakhil)
1. Enggan Mengeluarkan Harta untuk Kepentingan Wajib
Orang kikir cenderung sulit mengeluarkan harta untuk keperluan yang diwajibkan oleh agama, seperti zakat dan sedekah.
Allah SWT . Telah berfirman dalam QS. At-Taubah : 75-76:
“وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ * فَلَمَّا آتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضون”
“Dan di antara mereka ada orang yang berjanji kepada Allah: ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian dari karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh’. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memang orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).”
2. Menunda atau Menghindari Pembayaran Hutang
Cirillain dari orang kikir sering menunda-nunda atau menghindari pembayaran hutang meskipun mereka mampu untuk melunasinya. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah SAW:
“مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Menunda-nunda pembayaran hutang bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman.”
3. Sulit Mengeluarkan Harta untuk Keluarga
Termasuk diatara ciri orang kikir sangat irit dalam membelanjakan uang untuk kebutuhan keluarganya, bahkan untuk kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan pendidikan. Padahal perbuatan tersebut jela-jelas merugikan orang dekatnya sendiri. Imam Abu Daud dalam sebuah Hadits Nabi meriwayatkan :
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَعُولُ” (HR. Abu Dawud)
“Cukuplah seseorang itu berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.”
4. Selalu Mencari Diskon atau Barang Murah
Hal lain yang menjadi ciri orang kikir dalam interaksi sosial adalah selalu berusaha mencari barang dengan harga semurah mungkin, bahkan jika kualitasnya rendah. Mereka lebih memilih menabung atau menyimpan uang daripada membelanjakannya untuk keperluan yang layak.
5. Merasa Berat Hati dalam Mengeluarkan Uang
Setiap kali harus mengeluarkan uang, mereka merasa sangat berat hati dan tidak rela. Mereka cenderung selalu menghitung-hitung setiap pengeluaran dengan sangat cermat dan berlebihan. Karena menyangka bahwa hartanya dapat mengekalkan dirinya.
“يَدُ اللَّهِ مَلْءَى لَا تَغِيضُهَا نَفَقَةٌ سَحَّاءُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ، أَرْبَعَةٌ لَا تُبَالِي مَتَى أَنْفَقْتَ: زَكَوَاتُهَا أَوْ صَدَقَاتُهَا.”Artinya: “Tangan Allah penuh dan tidak akan berkurang dengan pengeluaran, baik siang maupun malam. Allah tidak akan memperhitungkan kapan kamu mengeluarkan (sedekah).” (HR. Muslim)Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “الْبَخِيلُ مِنْ يُخْرِجُ بَعْضَ مَا يَكْسِبُهُ مِنْ حَرَمَاتٍ وَفَرَائِضٍ.”Artinya: “Orang yang kikir adalah orang yang tidak mau mengeluarkan sebagian dari apa yang dia miliki dalam hal-hal yang wajib dan yang dianjurkan.” (HR. Bukhari)
6. Mengabaikan Keperluan Sosial dan Kebajikan
Orang kikir juga cenderung mengabaikan keperluan sosial dan tidak peduli terhadap program-program kebajikan seperti membantu fakir miskin, membangun fasilitas umum, atau berpartisipasi dalam kegiatan sosial lainnya. Sifat individualisme dan egoisme lebih diperturutkan ketimbang sifat altruisme ( memprioritaskan kemaslahatan bersama). Allah SWT. Telah berfirman dalam Al-Qur’an :
“وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ” (QS. Al-Lail: 8-10)
“Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup serta mendustakan (pahala) yang terbaik, maka Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.”
7. Membuat Alasan untuk Tidak Menolong
Orang kikir juga selalu mencari alasan untuk tidak menolong orang lain, baik dalam bentuk materi, waktu, maupun tenaga. Mereka cenderung menghindar dari permintaan bantuan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“اِتَّقُوا الظُّلْمَ، فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ القِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الشُّحَّ، فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ.”Artinya: “Hati-hatilah kalian dari kezaliman, karena kezaliman itu adalah kegelapan pada hari kiamat, dan berhati-hatilah dari sifat kikir, karena kikir itu telah membinasakan orang-orang sebelum kalian. Sifat itu mendorong mereka untuk menumpahkan darah dan menghalalkan apa yang diharamkan atas mereka.” (HR. Muslim)
8. Tidak Menikmati Harta Sendiri
Hal yang paling Ironisnya dari orang berperilaku kikir juga sering kali tidak menikmati hartanya sendiri. Mereka menahan diri dari membeli barang-barang yang mereka inginkan atau melakukan kegiatan yang dapat memberi mereka kebahagiaan. Didalam surah Al: A’raf: 32 Alllah SWT. Menegaskan:
“قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ”
“Katakanlah: ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?’ Katakanlah: ‘Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.’”
9. Tidak Bersyukur atas Nikmat yang Diberikan
Cirin berikutnya dari orang kikir sering kali tidak menyadari dan tidak bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT.
Mereka selalu merasa kekurangan dan tidak puas dengan apa yang mereka miliki, meskipun sudah melebihi dari kecukupan:
لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ” (QS. Ibrahim: 7)
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Dengan memahami ciri-ciri orang kikir ini, diharapkan kita dapat menghindari sifat tersebut dan menjadi lebih dermawan serta peduli terhadap sesama. Islam sangat menganjurkan untuk bersedekah, berzakat, dan membantu orang lain agar tercipta masyarakat yang sejahtera dan penuh dengan keberkahan.
Penyebab Orang Menjadi Kikir
1. Ketakutan terhadap Kemiskinan
Salah satu sebab utama seseorang menjadi kikir adalah ketakutan yang berlebihan terhadap kemiskinan. Mereka khawatir bahwa jika mereka mengeluarkan harta, mereka akan jatuh miskin. Ini merupakan peluru ampuh yang diciptakan syaitan dan bala ternyata ya untuk menjauhkan seseorang dati sifat kedermawanan .Allah SWT. Telah berfirman :
“الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ” (QS. Al-Baqarah: 268)
“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
2. Cinta yang Berlebihan terhadap Dunia
Kecintaan yang berlebihan terhadap dunia dan harta benda membuat seseorang sulit untuk melepaskan sebagian dari kekayaannya. Mereka sangat terikat dengan materi sehingga enggan berbagi dengan orang lain. Allah SWT. berfirman dalam A-qur’an : 20-21 :
“كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَتَذَرُونَ الْآخِرَةَ” (QS. Al-Qiyamah: 20-21)
“Sekali-kali janganlah demikian. Tetapi kamu (orang-orang kafir) mencintai dunia dan meninggalkan (kehidupan) akhirat.”
3. Kurangnya Rasa Syukur
Orang yang kurang bersyukur cenderung merasa selalu kurang dengan apa yang dimilikinya. Mereka tidak mengakui bahwa segala nikmat berasal dari Allah dan tidak merasa perlu untuk berbagi dengan sesama .QS. Ibrahim:7:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيد”
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.’”
4. Kurangnya Pemahaman tentang Nilai Akhirat
Orang kikir sering kali tidak memahami atau kurang yakin dengan adanya balasan di akhirat. Mereka lebih fokus pada kehidupan dunia dan tidak menyadari pentingnya investasi untuk kehidupan akhirat.Allah SWT.Telah berfirman:
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ يَوْمٌ لَّا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ ۗ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ” (QS. Al-Baqarah: 254)
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada jual beli dan tidak ada syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.”
5. Pengaruh Lingkungan dan Budaya
Lingkungan dan budaya yang materialistis dapat mempengaruhi seseorang untuk menjadi kikir. Mereka tumbuh dalam masyarakat yang mengutamakan pengumpulan harta dan meremehkan kegiatan berbagi dan bersedekah.
عَن أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.”Terjemahan: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Maka hendaklah kalian melihat siapa yang menjadi temannya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ahmad)
6. Pendidikan dan Pengalaman Hidup
Pendidikan yang tidak menekankan pentingnya berbagi dan sedekah, serta pengalaman hidup yang penuh dengan kesulitan ekonomi, dapat membentuk sikap kikir dalam diri seseorang. Mereka mungkin merasa harus menyimpan setiap sen demi masa depan yang tidak pasti.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ.”Terjemahan: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi, sebagaimana seekor binatang melahirkan anaknya dalam keadaan utuh, apakah kalian melihat ada yang terpotong (anggota tubuhnya)?” (HR.Bukhari dan Muslim)ei
7. Pengaruh Syaitan
Syaitan selalu berusaha untuk menanamkan sifat kikir dan cinta yang berlebihan terhadap dunia dalam hati manusia. Karena ambisi syaitan adalah menjerumuskan manusia kejalan kesesatan diantaranya dengan sifat kikir . Syaitan tidak ingin melihat manusia berada di jalan yg lurus yang gemar bersedekah dan mendermakan apa yang dia miliki untuk sesuatu yang benar . Allah SWT. Berfirman dalam surah Al-Baqarah : 268:
“الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ”
“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir).”
Dengan memahami sebab-sebab orang menjadi kikir, kita dapat lebih waspada dan berusaha menghindari sifat buruk ini. Islam mengajarkan pentingnya bersedekah dan berbagi dengan sesama sebagai bentuk kepedulian sosial dan ibadah kepada Allah.
Bahaya dan Dampak Buruk Kikir terhadap Individu dan Sosial
Bahaya dan Dampak Buruk terhadap Individu
1. Mengurangi Keberkahan Hidup
Orang yang kikir sering merasa kurang dalam hidupnya meskipun memiliki harta yang melimpah. Hal ini karena keberkahan dari harta tersebut berkurang:
“وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ” (QS. Saba: 39)
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.”
2. Menghancurkan Rasa Empati
Kikir membuat seseorang menjadi kurang peka terhadap penderitaan orang lain. Mereka tidak mampu merasakan penderitaan dan kebutuhan orang lain sehingga tidak tergerak untuk membantu.
Rasulullah SAW. Bersabda :
“لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga dia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.”
3. Meningkatkan Stres dan Kekhawatiran
Sifat kikir membuat seseorang terus-menerus khawatir tentang harta mereka. Kekhawatiran ini dapat menyebabkan stres yang berlebihan. Alllah SWT . Berfirman :
“وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ” (QS. Al-Hashr: 9)
“Dan siapa yang dijaga dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
4. Mempersempit Jiwa dan Pikiran
Orang kikir biasanya memiliki pandangan yang sempit dan tidak terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan baik dalam hidup. Mereka cenderung memusatkan perhatian pada harta benda dan mengabaikan aspek kehidupan lainnya.
“يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ” (QS. Al-Humazah: 3)
“Ia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.”
Bahaya dan Dampak Buruk terhadap Sosial
1. Menghambat Pertumbuhan Ekonomi
Mentalitas Kikir menghambat aliran dana yang diperlukan untuk menggerakkan perekonomian. Jika banyak individu yang enggan mengeluarkan harta untuk berinfaq atau bersedekah, maka distribusi kekayaan dalam masyarakat menjadi tidak merata. Padahal sejatinya harta itu bisa memberi kemaslahatan untuk sesama . Allah SWT. Telah menegaskan:
“كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنكُمْ” (QS. Al-Hashr: 7)
“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
2. Menimbulkan Ketidakadilan Sosial
Selain itu watak Kekkir individu-individu kaya dapat memperbesar kesenjangan sosial. Orang miskin tidak mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan sementara orang kaya terus menumpuk harta
“وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَق لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ” (QS. Al-Ma’arij: 24-25)
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).”
3. Melemahkan Solidaritas dan Persatuan Umat
Sifat kikir mengikis rasa persaudaraan dan solidaritas antar umat. Padahal, Islam mengajarkan pentingnya saling tolong-menolong dan bersedekah untuk memperkuat ikatan sosial.
Allah SWT. Telah berfirman:
“وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ” (QS. Al-Ma’idah: 2)
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
4. Meningkatkan Kriminalitas
Ketika kebutuhan dasar masyarakat tidak terpenuhi, tingkat kejahatan dapat meningkat sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kekikiran dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong ketidakstabilan sosial.
“وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا * إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ” (QS. Al-Isra: 26-27)
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.”
Sehingga dengan demikian, sifat kikir memiliki dampak buruk yang signifikan baik bagi individu maupun masyarakat.
Secara individu, kikir dapat mengurangi keberkahan hidup, menghancurkan rasa empati, meningkatkan stres, dan mempersempit jiwa serta pikiran. Secara sosial, kikir dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, menimbulkan ketidakadilan sosial, melemahkan solidaritas dan persatuan umat, serta meningkatkan kriminalitas.
Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk menghindari sifat kikir dan memperbanyak sedekah serta infaq sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama dan ketaatan kepada Allah.
Qisah inspiratif Kekikiran Abu Tsa’labah
Dalam sejarah Islam, terdapat sebuah kisah yang menggambarkan dampak buruk dari kekikiran, yang dikaitkan dengan seorang sahabat bernama Abu Tsa’labah. Namun, perlu dicatat bahwa nama ini mungkin merujuk pada beberapa individu yang berbeda dalam berbagai riwayat.
Berikut ini adalah sebuah kisah yang sering kali diceritakan untuk menggambarkan akibat negatif dari sifat kikir.
Abu Tsa’labah dan Kekikiran
Abu Tsa’labah adalah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai seorang pengikut setia. Namun, dalam suatu kesempatan, ia diuji dengan kekayaan dan harta benda. Ketika memperoleh kekayaan yang melimpah, Abu Tsa’labah mulai menunjukkan sifat kikir dan enggan membayar zakat serta bersedekah. Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya berbagi rezeki dengan sesama.
Kekikiran Abu Tsa’labah
Seiring berjalannya waktu, kekikiran Abu Tsa’labah semakin tampak. Meskipun ia mengetahui kewajiban zakat, ia mengabaikan tanggung jawab ini dan tidak memberikan hak yang seharusnya diterima oleh kaum fakir miskin. Sifat kikirnya bahkan membuatnya semakin terisolasi dari masyarakat, karena ia enggan membantu mereka yang membutuhkan.
Akibat Kekikiran
Kekikiran Abu Tsa’labah akhirnya membawa akibat buruk bagi dirinya sendiri. Ia mulai merasakan ketidaktenangan batin dan ketidakbahagiaan, meskipun hartanya terus bertambah. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“لَا يَكُونُ الْمُؤْمِنُ مُؤْمِنًا حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ” (رواه البخاري)
“Tidaklah seorang mukmin itu benar-benar beriman hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menggarisbawahi pentingnya sikap peduli dan berbagi, yang justru diabaikan oleh Abu Tsa’labah. Sikap kikirnya menyebabkan ia kehilangan kesempatan untuk merasakan kebahagiaan sejati yang datang dari memberi dan berbagi.
Nasihat Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW selalu mengingatkan umatnya tentang bahaya kekikiran. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
“وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ. وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ. فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ” (الليل: 8-10)
“Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka Kami akan memudahkan baginya jalan menuju kesulitan.” (QS. Al-Lail: 8-10)
Ayat ini menunjukkan bahwa kekikiran bukan hanya menjauhkan seseorang dari keberkahan, tetapi juga membawa kesulitan dan ketidakbahagiaan.
Pelajaran dari Kisah Ini
Kisah Abu Tsa’labah memberikan pelajaran penting tentang bahaya kekikiran dan pentingnya berbagi rezeki dengan sesama. Islam mengajarkan bahwa harta yang kita miliki adalah titipan Allah SWT, dan kewajiban kita adalah menggunakan harta tersebut dengan bijak, termasuk membantu mereka yang membutuhkan.
Dari kisah ini, kita belajar bahwa kekayaan bukanlah sumber kebahagiaan jika tidak diiringi dengan sifat peduli dan berbagi. Sebaliknya, sikap kikir dapat membawa kesengsaraan dan ketidakbahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.
Kisah Abu Tsa’labah adalah sebuah pengingat bahwa sifat kikir dapat merusak kesejahteraan batin dan hubungan sosial kita. Dengan mengikuti ajaran Islam yang mendorong kedermawanan dan saling peduli, kita dapat membangun masyarakat yang lebih harmonis dan sejahtera. Ini adalah pelajaran berharga yang dapat kita ambil untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.
KESIMPULAN
Sifat kikir atau bakhil merupakan penyakit hati yang berbahaya dalam Islam, mempengaruhi individu dan masyarakat secara luas. Kikir tidak hanya menghalangi seseorang dari berbagi kekayaan dan kebaikan yang dianugerahkan Allah, tetapi juga menimbulkan dampak negatif, seperti kebencian, ketidakpercayaan, dan hilangnya keberkahan dalam hidup.
Dalam Al-Qur’an dan hadits, kikir dikecam keras, dan umat Islam diingatkan untuk menjaga diri dari penyakit ini dengan cara memperbanyak infak dan sedekah, serta senantiasa mengingat bahwa harta benda adalah titipan dari Allah yang harus dikelola dengan baik untuk kemaslahatan bersama.
Dengan menjauhi sifat kikir, seorang Muslim tidak hanya akan mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan sosial dan harmoni dalam komunitasnya.????
SEMOGA BERMANFAAT