JAKARTA – Sekitar 9.500 warga Palestina tewas akibat serangan Zionis Israel dalam satu bulan terakhir. Lebih dari separuh korbannya adalah anak-anak dan perempuan.
Agresi Zionis Israel itu disebut sebagai serangan balasan atas serangan Hamas pada awal Bulan Oktober yang menelan korban lebih kurang 1.000 jiwa penduduk Israel.
Sebagian pihak menilai, serangan Israel sudah melampaui batas, sehingga memicu kemarahan masyarakat internasional. Bahkan, banyak yang meminta agar Israel dibawa ke Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC). Hal yang sama disampaikan Ketua Umum Relawan Muda 08-13 (KODESAGA) Jihan Raliby, melalui keterangan pers, Senin (6/11/2023).
“Mereka (Israel, red) bukan kali pertama melakukan hal itu (agresi). Sudah banyak fakta yang terungkap atas kejadian tidak manusiawi tersebut. Harusnya, ICC melihat hal tersebut sebagai tindakan genosida, lalu menyeret Israel untuk diadili dengan seadil-adilnya,” ungkap Jihan.
Mengenai ICC, Jihan merasa lembaga itu seperti ‘impoten’ untuk menyeret Israel ke meja pengadilan. Padahal, ICC sebelumnya pernah mengadili beberapa kasus terkait kejahatan kemanusiaan.
Jihan menjelaskan, ICC pernah mengadili Radovan Karadzic (mantan Presiden Republik Srpska pertama) dan Ratco Mladic (mantan Jenderal Republik Srpska) yang melakukan pembersihan Entis Kroasia dan Muslim Bosnia. Selain itu, Slobodan Milosevic (Presiden Republik Serbia pertama) juga pernah diadili dengan dakwaan kejahatan perang terhadap kemanusiaan yang dilakukannya di Kosovo.
“ICC harusnya tidak melihat ras atau warna kulit dalam mengadili seseorang. Apa karena mereka (Yahudi, red) dianggap spesial dan orang Srpska dan Serbia dianggap lebih rendah, lalu keadilan berlaku kepada mereka?,” imbuh dia.
Jihan mengatakan, dirinya prihatin dengan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang tergabung di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebab, mereka hanya bisa mengutuk tanpa melakukan gerakan-gerakan reaksioner terhadap kejahatan Israel. Terlebih, di antara negara tersebut masih ada yang memiliki hubungan diplomatik dengan Zionis Israel, bahkan memasok energi secara diam-diam.
Ia menyebut, negara-negara mayoritas Muslim itu harusnya membentuk faksi khusus di PBB. Tujuannya untuk menekan PBB agar membentuk negara ‘Palestina Merdeka’ dan mengadili negara zionis tersebut sebagaimana mestinya.
“Dulu, OKI dibentuk sebagai reaksi atas terjadinya pembakaran Masjid Al-Aqsa dan niat pemusnahan yang dilakukan oleh Golda Meir (mantan PM Israel). Semangat itu harusnya terus berkobar di negara-negara OKI untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Jangan sampai ‘mandul’ menyuarakan kebenaran yang hakiki, hanya karena kepentingan masing-masing dan tekanan negara-negara pendukung agresor,” tegas mahasiswa Magister Fisip UI tersebut.
Jihan juga mengapresiasi bentuk dukungan dan bantuan kemanusiaan yang dilakukan masyarakat internasional terhadap warga Palestina.
“Rasa kemanusiaan itu hadir bukan karena ras, agama, ataupun golongan tertentu. Tetapi, karena adanya kesadaran dan panggilan nurani,” pungkasnya. ***