Ketua DPRD Sumut Laporkan HS ke Poldasu, Pengamat: Langkah Tepat

Jakarta – Ketua DPRD Sumut, Erni Ariyanti Sitorus melaporkan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Deli Serdang HS ke Polda Sumut atas dugaan pencemaran nama baik di media sosial. Diketahui, Laporan itu dibuat usai pemberitaan berjudul ‘Bestie Politik’ Erni dan Bobby (Gubernur Sumut Bobby Nasution) dinilai melemahkan fungsi pengawasan legislatif yang diposting di media sosial.

Analis Politik dan Pemerhati Sosial, Nasky Putra Tandjung, menilai Langkah Pimpinan DPRD Sumut itu sudah tepat. Menurutnya, Kebebasan berpendapat bukan berarti bebas sebebas-bebasnya tanpa aturan. Kebebasan berpendapat memiliki batasan yang harus dipatuhi, seperti tidak boleh menyebarkan berita hoaks, ujaran kebencian, pencemaran nama baik dan fitnah.

Oleh karena itu, Pemuda asal Sumut ini menegaskan, terkait komentar saudara HS di media sosial yang ramai diperbincangkan publik saat ini dinilai sangat tidak pantas seorang pejabat publik bersikap dan berkomentar begitu. Komentarnya dinilai tidak mengedukasi masyarakat justru merendahkan harkat pribadi seseorang dan juga melukai martabat perempuan Sumut.

“Perempuan mempunyai harkat dan martabat yang sama dan setara dengan laki-laki sehingga perempuan harus dihargai, diakui, diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri dan dilindungi. Perempuan harus dilindungi agar dapat hidup dengan aman, bermartabat, bebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminatif,” ujar Nasky dalam keterangannya, Selasa (19/8/2025).

Seterusnya, Laki-laki dan perempuan juga memiliki hak dan kedudukan yang sama dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya. “Perempuan adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki harkat dan martabat yang sama dengan laki-laki. Perempuan adalah rekan kerja laki-laki yang senantiasa dihormati akan eksistensinya sebagai makhluk yang bermartabat. Laki-laki tidak mempunyai alasan untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan apapun alasannya,” sambungnya.

Maka untuk itu, Nasky menyarankan, Saudara HS sebagai kesatria sejati harus gentle, berani berkomentar berani bertanggung jawab. “Tidak ada pembenaran terhadap penyerangan kehormatan terhadap perempuan di anggap sebuah candaan. Publik jadi curiga dan menduga ada upaya motif politik tertentu dari oknum-oknum yang tak bertanggung jawab,” tambahnya.

Oleh sebab itu, Ia menyarankan, Seyogianya sesama satu partai, seharusnya saudara HS saling menguatkan dan saling support, bukan sebaliknya malah menyerang martabat person Ketua DPRD Sumut. “Publik dapat menilai siapa sebenarnya yang tak dewasa dalam berpolitik. Karena itu, Dia menyakini laporan Ketua DPRD Sumut terhadap HS tersebut tak ada motif dan kaitannya dengan urusan konstestasi politik Musda Golkar dalam waktu dekat,” tambah Dia.

Oleh karena itu, Funder Nasky Milenial Center mengajak publik dapat memilah dan membedakan mana urusan politik dan urusan hukum. “Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan secara konstitusional. Sementara hukum adalah sistem aturan yang mengatur perilaku masyarakat serta didalam terminologi hukum tak ada dikenal istilah tabayyun.

Disamping itu, Nasky mengutarakan, Kebebasan pendapat itu tetap ada batasnya. Nggak bisa semaunya sendiri. Di dunia maya, ada yang namanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang ngatur hal-hal kayak penyebaran hoaks, ujaran kebencian, penghinaan, sampai konten-konten yang melanggar norma sosial. “Kebebasan berpendapat juga harus dilakukan dengan mempertimbangkan serta menjaga etika, norma publik dan sopan santun. Demokrasi kita bukan meniru mentah-mentah dari luar, tapi berakar pada nilai-nilai luhur dan budaya bangsa yang diwariskan oleh para pendiri bangsa (founding father),” kata Nasky.

Dengan demikian, Sebagai bagian dari masyarakat sipil (civil society), Ini merupakan sebagai wujud kepedulian kami terhadap kehormatan pemimpin kami dan harkat seorang perempuan yang harus dijaga dan dihormati. “Penghinaan terhadap Ketua DPRD Sumut yang notabene adalah seorang perempuan merupakan serangan terhadap harkat dan martabat perempuan Sumut, bukan hanya satire politik,” jelasnya.

Nasky, Alumni Indef school of political Jakarta menegaskan pentingnya penanganan cepat oleh aparat penegak hukum (APH) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Pasal 315 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

“Menurutnya, kasus ini segera diproses secara cepat, profesional, transparan, akuntabel dan berkeadilan. Sebagaimana amanah dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Pasal 315 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) segera diproses oleh Polri tentu dengan langkah yang profesional, transparan, akuntabel dan berkeadilan,” tambahnya.

“Untuk itu, Kami memastikan akan terus mengawal persoalan ini. Publik akan selalu menyerukan peran aktif seluruh pihak, baik itu instansi pemerintah, polri, legislatif hingga elemen masyarakat untuk bersama mengawasi dan menciptakan ruang publik dan demokrasi yang santun dan aman bagi semua pihak,” ucap Dia.

Pos terkait