Kebahagian dalam Perspektif Islam

Oleh: Munawir K, Dosen UIN Alauddin, Makassar

Sebuah Aksioma sekaligus postulat yang menjadi sunatullah bahwa semua yang namanya manusia pasti menginginkan bahkan mendambakan Kebahagiaan serta ketenangan. Di mana pasti mengejar kedamaian dan ketentraman.

Bacaan Lainnya

Namun apakah semua manusia yang mengharapkan kebahagiaan itu mampu mereka realisasikan dalam hidupnya sesuai espektasi mereka?

Realitas sejarah membuktikan terutama generasi terdahulu bukan mendapatkan kebahagiaan seperti apa yg mereka cari dan kejar, malah justru mendapatkan kehancuran & kebinasaan serta sejarah mencela apa yg mereka perbuat akibat keliru dalam mencari sember kebahagiaan itu. Karena mereka lebih didominasi oleh hawanafsu & hegemoni syaitan serta jauh dari bimbingan nilai2 Robbaniyah.

Jika demikian, lantas di mana kebahagiaan itu? Adakah terletak pada harta benda, pangkat & kedudukan serta berbagai fasilitas dunia ?

Sekiranya harta benda yg membuat orang bahagia, maka tentunya orang terkaya dari jerman, Adolf Marckle tidak akan menabrakkan dirinya dengan kereta cepat hingga dia tewas.

Seandainya kekuasaan yg membuat orang bahagia, maka tentunya G. Vargas, presiden Brazil, tidak akan menembak jantungnya sendiri krn mencari kebahagiaan yg tidak jelas ada di mana.

Sekitanya popularitas yang membuat orang bahagia, maka tentu Michel Jackson, penyanyi sekaligus aktor papan atas dari Amerika tidak akan minum obat terlarang hingga overdosis dan menggegerkan dunia.

Sekiranya kecantikan dan rupawan yg membuat orang bahagia, maka tentunya Marilyn Monroe, artis cantik kebanggaan Amerika tidak akan meminum alkohol dan obat depresi hingga overdosis & menghantarkan dirinya tewas mengenaskan.

Sekiranya kesehatan yg membuat orang bahagia, maka tentunya Thierry Costa, dokter terkenal dari Perancis, tidak akan bunuh diri, dipuncak kehebatannya dibidang kedokteran.

Sekiranya kebahagiaan itu terletak pada banyaknya pasangan istri maka tentu lelaki di Tengggerang tidak gantung diri dengan kerudung istrinya sendiri.

Sekiranya kebahagiaan itu terletak kepada banyaknya kendaraan yg beraneka ragam merek , maka tentu pengusaha otomotif & pemilik showroom yg sangat sukses di Jakarta tidak melompat dari apartemen lantai 10 hingga dirinya juga tewas mengenaskan.

Sekitanya minum kopi yg membuat Org bahagia sebagaimana yg sering didengungkan pencinta kopi & Warkop, maka tentu pengusaha Warkop tersukses di Jawa Timur tepatnya di Siduwarjo tidak bunuh diri dgn menggantung diri di Warkop miliknya.

Lantas dimana kebahagiaan itu ?adakah dia berada di suatu tempat ? atau diperjual belikan ? Syukurlah bahwa Kebahagiaan itu tidak dijual karena bila dijual maka yang akan memiliki adalah orang kaya , dan jika ada di satu tempat maka semua orang berkerumun ditempat tersebut .

Karena mereka semua bingung mencari kebahagiaan padahal ternyata kebahagiaan itu terletak pada hati yg damai & sehat serta pandai bersyukur dengan tetap menitik beratkan pada pendekatan spiritual kepada Pencipta Rabbal Alamin sebagai Sumber Segala Kebahagiaan sembari tdk henti2nya menghadirkan husnudzan disetiap situasi dan keadaan, seoeri yang dipesankan dalam sebuah riwayat:

ليسَ الغِنَى عن كَثْرَةِ العَرَضِ، ولَكِنَّ الغِنَى غني النفس

“Kekayaan yang hakiki bukan terletak pada banyaknya harta benda, melainkan terletak kepada kekayaan hati.” (HR. BUKHARI )

Kesadaran bhw dengan pendekatan spiritual melalu dzikir & munajat yg tak pernah lepas kpd Sang Khaliq akan menjadi upaya solutif & langkah taktis strategik dalam menemukan KEBAHAGIAAN YANG HAKIKI dan hal itu hanya didapatkan oleh mereka yg memiliki keimanan permanen kepada Sang Pemilik Kebahaiaan ( Allah SWT Rabul Jalil) QS: Ar-Ra’ad :28

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram & bahagia dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram & bahagia.”

KOMPONEN KEBAHAGIAAN

Sebagai makhluk ciptaan Allah yg diberi aneka ragam potensi, maka manusia perlu mengetahui hakikat kebahagiaan yang sejati. Selain itu, manusia juga harus mengetahui komponen2 apa saja yang harus dimiliki untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut.

Syekh Imam Al-Ghazali Rahimahullah, telah membentangkan 4 komponen agar kita bisa mendapatkan kebahagiaan yang sejati. Yakni: mengenal diri, mengenal Allah, mengenal dunia, dan mengenal akhirat.

pertama ; معرفة النفس ( mengenal diri sendiri)

Imam Al-Ghazali menilai; mengenal adalah kunci untuk mengenal Tuhannya yaknia Allah Swt. Sebagaimana dikatakan Al-Quran:

سَنُرِيْهِمْ اٰيٰتِنَا فِى الْاٰ فَا قِ وَفِيْۤ اَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَـقُّ ۗ اَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ اَنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ

Dengan bertafakur siapakah kita ini, darimana ia berasal, siapa yang menciptakannya, berfikir tentang keadaanya, anggota tubuhnya, serba kelemahannya, maka hal itu akan mendorong dia menemukan Tuhannya.

Karena apapun di dunia ini pasti ada yang menciptakan, mustahil kalau adanya manusia, dan alam semesta itu tiba-tiba ada dengan sendirinya. Dialah Allah Sang Pencipta.

Kedua: معرفة الله (mengenal Allah )

Mengenal Allah dengan sebaik-baiknya akan mengantarkan seorang manusia untuk tidak salah dalam memilih Tuhannya. Ia akan terhindar dari sifat menyekutukan-Nya karena Allah tida suka untuk disekutukan.

Bila manusia mengenal Allah dengan baik maka ia juga tidak akan putus asa dari rahmat-Nya yang begitu luas. Sehinga Ia akan berusaha menaatinya dalam rangka untuk memperoleh ridha-Nya.

Ketiga: معرفة الدنيا (Mengenal dunia )

Seseorang yang mengenal dunia dengan baik, maka ia tidak akan menjadikan dunia sebagai tujuan utama. Melainkan menjadikannya wasilah untuk memperoleh kebahagiaan yang sejati di akhirat.

Imam Al-Ghazali membuat perumpamaan dunia penumpang kapal yang kemudian kapal istirahat sebentar di pelabuhan.

Nahkoda kapal mengumumkan bahwa kapal akan berlabuh selama beberapa jam, dan mereka boleh berjalan-jalan di pantai, tetapi jangan terlalu lama.

Akhirnya, para penumpang turun dan berjalan ke berbagai arah. Kelompok penumpang yang bijaksana akan segera kembali setelah berjalan-jalan sebentar dan mendapati kapal itu kosong sehingga mereka dapat memilih tempat yang paling nyaman.

Ada pula para penumpang yang berjalan-jalan lebih lama di pulau itu, mengagumi dedaunan, pepohonan, dan mendengarkan nyanyian burung.

Saat kembali ke kapal, ternyata tempat yang paling nyaman telah terisi sehingga mereka terpaksa diam di tempat yang kurang nyaman. Kelompok penumpang lainnya berjalan-jalan lebih lauh dan lebih lama; mereka menemukan bebatuan berwarna yang sangat indah, lalu membawanya ke kapal.

Namun, mereka terpaksa mendekam di bagian paling bawah kapal itu. Batu-batu yang mereka bawa, yang kini keindahannya telah sirna, justru semakin membuat mereka merasa tidak nyaman.

Kelompok penumpang lain berjalan begitu jauh sehingga suara kapten, yang menyeru mereka untuk kembali, tak lagi terdengar. Akhirnya, kapal itu terpaksa berlayar mereka. Dan mereka menjadi terlunta-lunta serta santapan binatang buas.

Kelompok pertama adalah orang beriman yang sepenuhnya menjauhkan diri dari dunia, dan kelompok terakhir adalah orang kafir yang hanya mengurusi dunia dan sama sekali tidak memedulikan kehidupan akhirat. Dua kelompok lainnya adalah orang ber iman, tetapi masih disibukkan oleh dunia. yang sesungguhnya tidak berharga.

Keempat: معرفة الآخرة (mengenal akhirat (Ma’rifatul akhirah).

Manusia yang mengenal akhirat dengan baik akan membuatnya tidak silau dengan gemerlap dunia. Ia tahu bahwa perjalannya sangat panjang dan melelahkan setelah menjalani hidup di dunia yang sementara, sehingga berusaha untuk mempersiapkan bekal sebaik-baiknya menuju akhirat.

Dengan mengetahui keempat elemen tersebut, seorang manusia akan mendorong memahami hakikat tujuan manusia di ciptakan. Dari mana ia hidup, untuk apa dan mau kemana?. Semoga kita semua dimudahkan oleh Allah untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
والله اعلم بالصواب

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.