Impor Beras (Nyatanya) Bukan Solusi Pengendalian Harga

JAKARTA – Pemerintah kembali merencanakan akan mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton pada bulan Maret 2023 ini. Menanggapi hal itu, Anggota Komisi VI DPR RI Amin menilai pemerintah malas berpikir dan merancang solusi yang berdimensi jangka panjang untuk mengendalikan stabilitas harga dan pasokan beras.

“Jangankan berswasembada beras, mengendalikan harga dan pasokan saja gagal,” kritiknya.

Bacaan Lainnya

Penilaian Amin didasarkan pada fakta tidak efektifnya impor beras 500 ribu ton awal tahun 2023 ini yang digunakan untuk intervensi pasar. Fakta lainnya, meski sejak Februari lalu, sudah memasuki panen raya di sentra-sentra produksi beras, harga beras tak kunjung turun.

Padahal seperti disampaikan Dirut Bulog dalam berbagai kesempatan, beras impor sebanyak 500 ribu ton sudah masuk semua pada 16 Februari 2023 lalu atau sebelum panen raya. Pernyataan itu pun dibenarkan oleh Mendag Zulhas.

“Lha ini harga beras kok malah terus naik. Dan lucunya Presiden malah heran dengan fenomena ini. Artinya nggak faham masalah dan solusinya,” sindirnya.

Ia menambahkan, jika inti masalah saja tidak tahu, maka kebijakan impor tidak akan berjalan efektif untuk mengendalikan harga beras. Kebijakan ini kemungkinan hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu saja, yang berburu cuan atau rente dari impor pangan.

Tanpa menyelesaikan inti masalahnya, pada akhirnya konsumen tetap harus merogoh dompet lebih dalam karena harga beras tetap mahal. Sementara petani yang saat ini masih panen raya, terpaksa harus menderita kerugian karena harga jual gabah akan tertekan hingga di bawah biaya produksinya.

Sejak tahun lalu, kata Amin, para ahli sudah mewanti-wanti harga beras akan melonjak karena kenaikan biaya produksi. Biaya produksi naik karena kenaikan biaya input produksi terutama pupuk, tenaga kerja, dan transportasi akibat pengurangan subsidi BBM.

“Ditambah lagi tata niaga pangan yang masih dikendalikan oleh kelompok tertentu. Pemerintah tidak berhasil menata ulang tata niaga pangan termasuk beras, padahal pemerintah punya semua instrumen untuk mewujudkan keberpihakan pada rakyat,” kata Amin.

Pantauan harga hari ini, harga beras medium menyentuh Rp12 ribu per kg, dan harga beras premium mendekati Rp14 ribu per kg. Padahal menurut Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga beras di penggilingan itu Rp6.200 – Rp6. 300 per kg.

Artinya lonjakan harga beras bukan disebabkan kenaikan harga gabah di tingkat petani. Namun in-efisiensi di dalam sistem rantai pasok atau tata niaga perdagangan beras.

Wakil Rakyat dari Dapil Jatim IV itu mengatakan, jika semua kementerian menjalankan tupoksinya masing-masing terkait pangan, dia menyakini stabilitas harga dan stok beras dan kebutuhan pokok lainnya bisa cepat diatasi.

Dalam Raker dengan Komisi VI kemarin, Menteri Perdagangan mengatakan, Kemenko Perekonomian mengambil alih keputusan soal impor ini. Meskipun Mendag tidak setuju, impor harus dijalankan. Lalu apa gunanya Badan Pangan Nasional, dan juga bagaimana kewenangan kementerian teknis.

Dari pernyataan Mendag Zulkifli Hasan tersebut, menyiratkan kewenangan impor diambil alih oleh Kemenko Perekonomian. Di sisi lain, Kementerian Pertanian selalu mengatakan stok beras surplus, apalagi saat ini masih panen raya.

“Ini terjadi tumpang tindih kewenangan. Seharusnya masing-masing Kementerian/Lembaga menjalankan tupoksinya. Perencanaan lintas sektoral dan lintas daerah disusun oleh Bappenas, konsolidasi anggaran oleh Kementerian Keuangan dan semua data yang dijadikan acuan harus dari Badan Pusat Statistik (BPS) agar kebijakan yang dikeluarkan berbasis data yang obyektif,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *