PADANG – Anggota Badan Anggaran DPR Hermanto menilai Bappenas, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan tidak berkoordinasi dalam menyusun rencana Kerangka Ekonomi Makro (KEM) yang menjadi dasar bagi RAPBN 2021 yang telah disampaikan Pemerintah pada Rapat Paripurna DPR. Terdapat perbedaan asumsi dan fokus pembangunan yang disusun oleh Bappenas, BI dan Kemenkeu terutama dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021.
“Bappenas memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen, BI 5-6 persen sedangkan Menkeu 4,5-5,5 persen. Perbedaan angka proyeksi pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa pemangku kewenangan tidak memiliki perspektif yang sama terhadap asumsi makro ekonomi, tidak bersinergi dan berkonsolidasi dalam menyusun KEM,” papar Hermanto dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.
Perbedaan tersebut, tambahnya, dapat berpengaruh pada fokus pembangunan dan besaran anggaran pada setiap kementerian dan lembaga.
“Dampaknya, dapat terjadi tumpang tindih alokasi anggaran yang menimbulkan ketidakefisienan. Hal itu mestinya tidak terjadi,” ucap legislator dari FPKS ini.
Ketiga pemangku kewenangan tersebut, jelasnya, juga memiliki tekanan yang berbeda dalam aspek fokus pembangunan. Bappenas lebih fokus pada pembangunan sektor industri, parawisata dan investasi. Menkeu lebih fokus pada daya ungkit ekonomi, UMKM dan industri. Sedangkan BI fokus pada pengendalian moneter dan tingkat bunga.
“Dari fokus KEM tersebut, nampak jelas sangat minim perhatian terhadap pembangunan sektor pertanian dan pangan dalam negeri,” ujar anggota Komisi IV DPR ini.
Semestinya, menurutnya, KEM harus memasukkan sektor pertanian dan pangan sebagai fokus utama dalam pemulihan ekonomi ditengah perkiraan tahun 2021 masih terjadi pandemik covid-19.
“Pertanian dan pangan dalam negeri harusnya dijadikan sebagai sektor pembangunan strategis serta menjadi prioritas dalam KEM dan APBN. Sektor ini merupakan komponen penting dalam penyediaan kebutuhan industri dan kebutuhan pokok Bangsa Indonesia,” tuturnya.
Secara riil, sektor pertanian dan pangan dalam negeri lebih banyak membuka lapangan kerja yang dapat mengatasi pengangguran dan kemiskinan.
“Alokasi APBN untuk sektor ini bisa lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan penghasilan dan daya beli masyarakat,” tandasnya.
Lebih jauh Hermanto berpendapat, strategi penyusunan KEM dan APBN 2021 seharusnya menghindari munculnya akibat-akibat yang dapat menjadi beban hutang dan defisit perdagangan. “Caranya dengan memprioritaskan pembangunan yang mengutamakan dan menguatkan industri dasar dan UMKM yang berbasis pertanian dan pangan dalam negeri,” ucapnya.
Rancangan dan postur APBN 2021, katanya, seharusnya memperbesar dan memperkuat piramida lapis bawah karena masyarakat yang paling menderita akibat pandemik covid-19 adalah masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Hermanto berharap, dalam menyusun KEM masing-masing pemangku kewenangan APBN memiliki perspektif yang sama terhadap akibat dampak covid-19. Akibat pandemi covid, telah terjadi peningkatan jumlah pengangguran, kehilangan pekerjaan, kehilangan penghasilan, tabungan masyarakat terkuras, sektor informal tidak bergerak, jumlah orang miskin bertambah, jumlah orang sakit bertambah, modal kerja terkuras, industri tidak produkif, mobilitas tranportasi tidak jalan, daya beli masyarakat melemah, hunian hotel mendekati derajat nol, pariwisata manca negara dan domestik tidak produkif, likuiditas perbankan melemah karena masyarakat lebih banyak menarik uang dibandingkan menabung. Disisi lain, kebutuhan meningkat dan harga-harga mengalami kenaikan ditengah berkurangnya pasokan barang dan jasa.
“Persamaan perspektif ini mesti disepakati dan dijadikan rujukan bersama,” ujarnya.
APBN 2021 harus dapat mengatasi problem utama ekonomi masyarakat tersebut.
“Hal itu dapat diwujudkan bila Bappenas, BI dan Menkeu melakukan koordinasi, konsolidasi dan sinergi terhadap agenda, program dan besaran anggaran prioritas pada setiap sektor pembangunan dalam APBN,” pungkas legislator dari dapil Sumbar I ini. (Joko)