Hakikat Harapan dan Ketakutan Manusia

Manusia tidak lepas dari HARAPAN dan KETAKUTAN. Bila harapannya tercapai, dia gembira. Bila harapannya gagal, dia sedih, atau kadang kecewa. Kecewa pada dirinya. Tapi yang sering, kecewa pada orang lain yang terlibat dalam usahanya untuk mencapai harapannya.

Di antara harapan dan kegagalan, ada rasa takut. Takut dengan sesuatu yang tidak diharapkannya. Misalnya, dia takut gagal mencapai tujuannya. Dia takut dihadapkan pada risiko dari perjalanan mencapai harapannya.

Demikianlah hati manusia bagaikan bandul, yang bergerak dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah. Kadang hatinya bahagia ketika berhasil meraih harapan, kadang sedih ketika menanggung harapannya yang gagal.

Di antara gagal dan berhasil, terselip rasa takut, seperti halnya rasa gairah ketika mendekati keberhasilan. Takut itu sejatinya, keadaan hati yang menolak kenyataan. Karena hati sudah tersugesti terlalu jauh untuk sebuah harapan.

Orang takut mati, karena harapan ingin hidup lebih lama buat menikmati harapan demi harapan.

Demikianlah kita saksikan, ada manusia yang berharap bermacam-macam. Ada manusia yang punya harapan agar suatu masyarakat yang adil makmur, tercapai dalam hidupnya. Untuk itu, ia berjuang dengan segenap tenaganya. Ada pula dalam hidupnya, hanya berharap menjadi kaya raya dari keberhasilan perdagangan yang dirancang dan dikerjakannya. Ada juga yang berharap agar dia menikmati keluarga yang harmonis dan penuh bahagia. Macam-macam orang punya harapan.

Setiap kali harapan itu berhasil diraihnya, dia senang dan bahagia. Tetapi bilamana harapan itu mulai dilihatnya tidak tercapai, dia takut dan merasa tidak senang dan kecewa. Begitulah watak hati manusia.

Apa pun yang diharapkan dan ditakutkan selain dari Allah, ternyata hanya bagaikan fatamorgana. Dan tidak kekal adanya. Begitu juga, rasa bahagia dan rasa takut yang ditimbulkan oleh harapan itu, tak lebih daripada fenomena fatamorgana. Dilihat seperti ada genangan air, ternyata hanya aspal yang diterpa sinar terik matahari. Anda yang belum pernah melihat langsung fatamorgana, cobalah suatu waktu melihatnya di jalan raya pada saat terik matahari.

Harapan dan ketakutan yang sejati hanya dialamatkan pada Allah. Hati akan merasa puas dan tenang bilamana harapan dan ketakutannya, tepat pada sasarannya. Selain Allah, hati tidak menemukan sasaran sejatinya. Yang ada hanyalah fatamorgana.

Bagi yang berpengalaman dengan dinamika hati, tidak menyangsikan kesimpulan ini.

~ Syahrul Efendi Dasopang, The Indonesian Reform Institute

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *