Fadli Zon Pertanyakan Motif PN Jakpus Putuskan Tunda Pemilu

JAKARTA – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan motif putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait penundaan sisa tahapan Pemilu 2024 patut dipertanyakan. Ia pun mendesak motif putusan itu untuk diselidiki lebih lanjut.

Menurutnya, sanksi perdata umumnya cukup dilakukan dengan ganti rugi pihak tergugat (KPU) kepada pihak penggugat (Partai Prima).

Bacaan Lainnya

Fadli menilai PN Jakarta Pusat seharusnya hanya memerintahkan KPU untuk mengulang kembali proses verifikasi terhadap Partai Prima, bukan memerintahkan penundaan pemilu secara keseluruhan.

Meskipun tuntutan masuk materi gugatan, jelas dia, majelis hakim harusnya mengetahui bahwa tuntutan itu berada di luar ranah dan kewenangannya.

“Sehingga harus diselidiki apa motif mereka membuat putusan hukum soal penundaan pemilu tersebut. Putusan itu bukan hanya telah mengacaukan jangkauan hukum perdata, tapi juga bisa mengacaukan hukum tata negara,” ujar Fadli dalam keterangan persnya, Sabtu (4/3/23).

Selain itu, Fadli mengatakan putusan itu bisa dianggap melawan konstitusi, khususnya Pasal 22 E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Yang jelas, putusan semacam itu telah menodai integritas majelis hakim PN Jakarta Pusat,” jelasnya.

Lebih lanjut, Fadli mengatakan Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) mesti segera memeriksa majelis hakim yang terlibat dan memberi mereka sanksi untuk menghindari spekulasi politik. Ia juga menilai terdapat indikasi ketidakprofesionalan yang sangat mencolok.

“Hakim-hakim yang terlibat dalam putusan perkara nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu terindikasi kuat tidak profesional dalam menjalankan tugasnya,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, lembaga yang berwenang untuk memutuskan sengketa terkait proses Pemilu adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan pengadilan perdata.

Sedangkan, Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi lembaga yang berwenang memutuskan sengketa terkait hasil pemilu

Fadli setuju dengan pendapat bahwa sejak awal seharusnya majelis hakim menolak gugatan Partai Prima karena mengandung cacat formil. Sebab, PN tak berwenang mengadili perkara tersebut.

Oleh karena itu, menurutya, putusan ini tidak boleh dibiarkan meski KPU telah mengajukan proses banding. Ia merasa kasus ini mesti diperiksa. Hal itu dilakukan agar kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan lembaga peradilan tidak makin tergerus.

PN Jakarta Pusat sebelumnya mengabulkan gugatan Partai Prima untuk seluruhnya dengan menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025.

Pos terkait