Evaluasi Beragama RI: Sudah Diwanti-wanti Terjadi Pergeseran Dimensi Ekstrernal dan Internal Agama

JAKARTA – Aktivis Paritas Institut Trisno Sutanto menyampaikan dalam sejarah perjalanan agama-agama, sudah cukup lama diwanti-wanti akan terjadi pergeseran dari dimensi eksternal antar agama kepada dimensi internal dan intra agama.

Menurut Trisno, relasi atau hubungan antar agama seringkali tegang. Hal itu diperkirakan dimulai sejak adanya transisi orde lama ke orde baru. Di mana kerap terjadi kasus sektarianisme kelompok yang dianggap sesat.

“Jika itu benar masih terjadi, maka kita menghadapi persoalan yang tidak ada ujung pangkal. Bagaimana menafsirkan tafsir teologis yang begitu luas. Dan biasanya pihak dominan akan menarik tangan negara untuk menyelesaikannya,” kata Trisno dalam diskusi akhir tahun 2022 bertema “Evaluasi Kehidupan Beragama di Indonesia” yang juga diisi oleh dan Dosen Universitas Paramadina dan Peneliti Pusat Studi Agama dan Demokrasi Husni Mubarak moderator Dr Sunaryo dari Dosen Falsafah Agama Universitas Paramadina yang digelar secara virtual, Jumat, (23/12/2022).

“Kalau urusan antar agama agaknya merupakan dari persoalan eksternal. Tapi kalau misalnya sesama Kristen, bagaimana menyelesaikannya. Semua tafsir pasti berbeda, Begitu pula di Islam antara Sunni dan Syiah. Ditarik ke belakang, itu terjadi pada 2004-2006 ketika ada serangan terhadap Ahmadiyah,” sambung Trisno.

Trisno menjelaskan, terdapat 3 hal dalam masalah struktural. Dalam riset PGI tempo hari terdapat riset dokumen sejak awal penyusunan konstitusi negara pada 1945 sampai masa amandemen konstitusi kemarin. Ditemukan, ternyata agama sudah seperti “hantu” dalam perumpamaan yang terus menerus menghantui perjalanan sejarah kita. Dalam banyak persoalan krusial dalam hal-hal mendasar negara, ternyata agama sering menghantui sehingga membelokkan percakapan.

“Dalam amandemen kontitusi terdapat semangat pembaharuan yang begitu besar. Seluruh perangkat aturan tentang HAM masuk di dalamnya, yang didasarkan pada kebebasan, tetapi diujung semua itu lalu dibatasi oleh nilai-nilai agama. Dan itulah yang menghatui kita dalam sila pertama Pancasila,” papar Trisno.

“Agama leluhur juga menjadi masalah. Sudah terjadi diskriminasi sejak dulu awal negara berdiri. Namun pada 2016 ada keputusan MK yang merupakan terobosan besar, bahwa dalam agama dan kepercayaan tidak boleh ada diskriminasi. Berbeda tapi perlakuannya harus setara. sayang yang menjadi terobosan MK sampai sekarang belum menjadi kekuatan politik untuk menjadi norma baru dalam peraturan mis. dalam KPT dan sebagainya.”

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *