Paparan material yang diduga gas H2S mengenai warga masyarakat di sekitar PLTP Sorik Marapi, Mandailing Natal, Sumatera Utara pada 25 Januari 2021, hingga mengakibatkan hilangnya 5 nyawa warga saat berlangsung kegiatan buka sumur (well discharge) sumur SM T02 pada proyek panas bumi PLTP Sorik Marapi Unit II, membuat Komisi VII mempertanyakan dan mencecar Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM dan pihak PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) pada Rapat Kerja 3 Februari 2021 lalu.
Ceritanya begini. Pada saat itu, warga sedang berada di sawah yang berjarak sekitar 300-500 meter dari lokasi sumur panas bumi. Pada saat kejadian, seluruh alat gas detector yang ditempatkan tidak mendeteksi adanya gas H2S. SMGP memutuskan segera menutup kembali sumur.
Status sementara 15 orang dirawat di RSUD Panyabungan dan 5 orang meninggal dunia. SMGP telah melaporkan kejadian ini kepada instansi pemerintah terkait, pemerintah daerah, dan kepolisian. Kemudian, Kementerian ESDM pun langsung menghentikan sementara seluruh aktivitas di pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Sorik Marapi.
Ketua Komisi VII Sugeng Suparwoto mengungkapkan pihaknya melakukan pemanggilan Dirjen EBTKE Dadan Kusdiana untuk meminta penjelasan soal apa yang terjadi di PLTP Sorik Marapi
Salah satu putra daerah Sumatera Utara yang duduk sebagai anggota Komisi VII pun angkat bicara mengenai fakta di lapangan berdasarkan laporan warga Mandailing Natal kepadanya secara pribadi. Meski dirinya bukanlah wakil rakyat yang berangkat dari daerah pemilihan Sumatera Utara, namun politisi Fraksi Demokrat ini menyuarakan suara keprihatinan warga mandailing Natal. Zulfikar
Hamonangan yang berangkat dari daerah pemilihan Banten III ini meminta Komisi VII mengagendakan observasi langsung ke lapangan untuk melihat fakta fakta di lapangan mengenai kondisi PLTP Sorik Marapi yang dikelola PT Sorik Marapi Geothermal Power . (RH)
Berikut ulasan singkatnya: