Jakarta – Forum Koperasi Indonesia (Forkopi) melakukan audiensi dengan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR, setelah sebelumnya melakukan audiensi dengan Fraksi Partai Golkar.
Rombongan dari Forkopi diterima lngsung oleh Anggota Komisi VI DPR RI F-PKS, Amin AK di Gedung Nusantara I, Lt 3, ruang rapat F-PKS DPR RI, Jl.Gatot Subroto Jakarta, Selasa, (20/11/2024).
Anggota Komisi VI DPR RI F-PKS, Amin AK menjelaskan bahwa kedatangan rombongan Forkopi ini untuk menyampaikan aspirasi terkait revisi RUU Perkoperasian untuk segera dibahas di parlemen.
“Forkopi sangat berharap agar RUU Perkoperasian itu segera diproses. Karena Undang-undang Koperasi yang ada sekarang umurnya sudah 32 tahun, yaitu sejak tahun 1992. Jadi undang-undang perlu segera direvisi dan RUU yang ada segera diproses sehingga secepatnya bisa terwujud undang-undang perkoperasian yang baru,” jelas Amin.
Amin AK, menjelaskan bahwa status RUU Perkoperasian saat ini adalah masuk dalam Kumulatif Terbuka dan harus diproses DPR.
“(DPR) Periode yang kemarin, pemerintah sudah mengajukan draft RUU Perkoperasian ke pimpinan DPR. Tapi sampai akhir periode ini ternyata tidak ada disposisi ke komisi VI,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Amin, pada awal masa kerja DPR periodeini pihaknya di Komisi VI akan mendorong RUU Perkoperasian ini segera disahkan menjadi undang-undang.
Selain itu, menurutnya, dalam audinesi ini Forkopi berharap agar poin-poin usulan mereka diakomodir dan masuk dalam undang-undang perkoperasian yang baru.
Ada sejumlah poin yang diusulkan oleh Forkopi antara lain soal masa jabatan, pengurus koperasi, soal sanksi pidana dan lainnya.
“Soal pidana misalnya, semestinya tidak seperti yang ada di draf sekarang. Karena itu akan menjadikan para pelaku koperasi sangat cemas dan akan mengahambat kelancaran dari proses-proses perkoperasian itu,” bebernya.
Amin memastikan pihaknya di PKS akan memperjuangkan semaksimal mungkin aspirasi dari Forkopi. Sehingga poin-poin yang diusulkan bisa masuk dalam pasal ataupun ayat dalam RUU Perkoperasian.
“Saya berharap pada teman-teman Forkopi untuk melakukan komunikasi dengan fraksi-fraksi lain. Kalau kita sendiri kan tidak bisa, nanti kalah, kan demokrasi harus ada dukungan dari mayoritas anggota Panja (Panitia Kerja). Insya Allah Panja akan dibentuk awal masa sidang mendatang akan dimulai tanggal 21 Januari 2025,” pungkasnya.
Sementara itu perwakilan Forkopi, Kartiko AW mengatakan bahwa pihaknya mengusulkan sejumlah poin usulan kepada F-PKS untuk diakomodir dalam pasal-pasal revisi UU Perkoperasian.
Diantara poin yang diusulkan adalah mengusulkan perubahan pengertian koperasi. Adapun pengertian Koperasi yang diusulkan yaitu koperasi merupakan sekumpulan orang seorang atau badan hukum koperasi yang bersatu secara suka rela dan bersifat otonom untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya dalam membangun ekonomi kerakyatan melalui usaha bersama yang diselenggarakan berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong-royong.
Kemudian Badan hukum Koperasi adalah status legal yang diberikan oleh negara sebagai subjek hukum yang didirikan oleh sekumpulan orang dan atau Badan hukum koperasi untuk menjalankan usaha Bersama dalam mencapai tujuan berkoperasi.
“Jadi kita bedakan dari sisi ekonomi dan badan hukum koperasi,” jelasnya.
Selain itu, Forkopi juga mengusulkan agar memperluas pengertian usaha simpan pinjam sesuai amanat dari TAP MPR No. 16/ 1998 yang semangatnya adalah mengembangkan Koperasi tidak mengkerdilkan Koperasi, apapun jenis koperasi tersebut dan juga amanat UU No. 6 tahun 2023 tentang Cipta kerja.
“Hal tersebut dalam rangka memfasilitasi koperasi yang dijalankan oleh pelajar dan mahasiswa serta melayani calon anggota dalam rangka rekruitmen anggota melalui proses pendidikan sebelum dikukuhkan sebagai anggota tetap,” katanya.
Kemudian berikutnya, Forkopi menegaskan agar peran dan fungsi Koperasi adalah mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong, bukan demokrasi ekonomi. Bahwa demokrasi ekonomi yang tanpa batas atau tidak terukur kurang tepat menjadi asas usaha bersama.
Forkopi juga mengusulkan agar Lembaga Pengawasan pada Usaha Simpan Pinjam Koperasi dengan Komposisi pimpinan terdiri dari 3 (tiga) orang yang tedriri dari satu orang unsur Pemerintah, satu orang unsur Gerakan Koperasi Simpan Pinjam, dan satu orang unsur Pemangku kepentingan dalam ekosistem Koperasi.
“Forkopi juga mengusulkan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPSK) dan Pinjaman Anggota Koperasi yang dibiayai dengan iuran dan APBN,” ungkapnya.
Selanjutnya, Forkopi juga mengusulkan agar tidak membatasi periode Kepengurusan Koperasi, karena Koperasi berbeda dengan jabatan politik dimana unsur kepercayaan anggota terhadap Pengurus adalah kunci utama keberlangsungan usaha Koperasi.
“Forkopi juga mengusulkan Koperasi secara umum dapat memiliki Hak Milik atas tanah tidak terbatas pada Koperasi pertanian, Hal tersebut juga mengambil yurisprudensi atas ormas keagamaan yang diberi hak milik atas tanah,” katanya.
Forkopi juga mengusulkan agar sanksi pidana terbatas pada kegiatan yang dapat merugikan Koperasi.
“Hal ini menghindari agar tidak terkesan regulasi memiliki kecenderungan untuk mengkriminalisasi Pengurus dan Pengawas Koperasi,” pungkasnya.