Di balik Pesan Terselubung Soeharto Menjadikan 17 Agustus Sebagai HUT RI

Alkisah, bung Karno tak bersepakat sistem ketatanegaraan melibatkan partai apalagi diwarnai hura – hura pemilu.

“Kita harus membangun sistem sendiri yang berasal dari budaya dan sumber – sumber religiusitas masyarakat bila kita bersepakat negara berdasarkan Pancasila.

Bacaan Lainnya

Musyawarah dan gotong royong adalah cara yang tepat membangun bangsa,” Itulah intisari ajaran bung karno yang tersirat dalam bukunya Tujuh Bahan Pokok Indroktinasi.

Apa yang dipikirkan oleh bung besar tersebut sesungguhnya berdasar pada UUD 1945 sebab dalam konstitusi tersebut tidak ada satu pun pasal yang berkaitan dengan sistem kepartaian dan pemilu. Inilah yang menjelaskan pasca dekrit presiden yang meyatakan kembali ke UUD45 bung besar tak memfungsikan partai dan tak menyelenggarakan pemilu.

Rupanya bung Karno tau betul kalau partai dan pemilu bukan berasal dari UUD45 tapi amanat maklumat X, pasal 34 konstitusi RIS dan pasal 35 UUDS50 yang merupakan upaya menjebak bangsa indonesia dalam jaring – jaring kapitalis

Sebagai jawaban melahirkan sistem bernegara tanpa partai, bung besar pada tanggal 20 oktober 1964 memprakasai lahirnya Golkar melalui bebarapa orang kepercayaannya. Golkar merupakan upaya bung besar membangun bangsa melalui musyawarah dan gotong royong yang tak mungkin dilakukan melalui sistem kepartaian. Golkar ini pula yang dititipkan bung besar pada suharto untuk dilanjutkan

Akibat tekanan imperialis kapitalis begitu besar untuk melaksanakan demokratisasi, suharto menyerah dan menyelenggarakan pemilu. Untuk mengingatkan bila sistem poltik yang digunakannya tak berasal dari UUD45 tapi UUDS50, ia memberikan pesan terselubung dengan mengubah tanggal 17 agustus yang seharusnya ulangtahun proklamasi kemerdekaan bangsa indonesia menjadi HUT RI pada saat perayaan kemerdekaan tahun 1972.

Perlu dicatat, yang menyebutkan tanggal 17 agustus 1945 sebagai kelahiran republik indonesia adalah pembukaan UUDS50 sekalipun faktanya republik belum lahir ditanggal tersebut

Pesan tersebut rupanya tak terbaca oleh anak – anak bangsa, Suharto lalu menggunakan cara lain yang unik dalam mempertahankan ajaran Bung Karno dan melaksanakan UUD45 dengan menjadikan Golkar bukan partai politik ( sekalipun ikut pemilu ), tetapi tetap sebagai lembaga musyawarah dan gotongroyong untuk membangun bangsa.

Itulah jawaban mengapa di era suharto peran partai politik ( PPP dan PDI ) termarjinalkan karena semua persoalan rakyat dimusyawarahkan dalam Golkar, MPR hanya digunakan untuk ketok palu, dan pemilu hanya sekedar upaya mengurangi tekanan imperialis kapitalis pada negeri ini

Tentang hal bagaimana membangun sistem kebangsaan dan kenegaraan tanpa partai seperti amanat UUD45 yang lebih jelimet, sekaligus menyempurnakan ajaran bung karno disana sini , serta upaya mengeluarkan bangsa indonesia dari drainase kapitalis, akan tuan guru uraikan pada tulisan lain

Oleh: Habib Jansen Boediantono, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Musiman Indonesia (ICMI)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *