Belajar dari Anies: Kritik Itu Vitamin Bagi Tokoh Publik

Bagi seorang tokoh publik, perbincangan tentang dirinya adalah hal lumrah, menjadi tokoh publik berarti harus siap merelakan semua hidupnya terekspos ke ruang publik, menjadi sasaran empuk para pewarta termasuk pewarta tanpa identitas pers yang lazim disebut netizen, bahkan seringkali para netizen lebih bersemangat membincang sisi kehidupan sang tokoh publik dibandingkan pewarta resmi. Kasus ini juga berlaku pada diri seorang Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta yang yang namanya hampir tidak pernah sepi dari bursa capres 2024.

Sebagai seorang tokoh publik yang sedang menikmati panen elektabilitas, sosok Anies Baswedan selalu menjadi incaran para pewarta dan netizen, semua aktivitasnya selalu diintai kamera dan dipercakapkan di jagad media sosial, termasuk peristiwa terbaru yang viral di media mainstream dan media sosial, yakni saat orang nomor satu di Jakarta itu terperosok ke dalam got.

Bacaan Lainnya

Ada juga yang menganggapnya hanya hampir terperosok, no problem, itu persoalan tafsir saja, dari sudut pandang kebijakan publik, kejadian terperosok ke got sesungguhnya tidak memiliki relevansi apapun dengan kebijakan Anies sebagai gubernur, kejadian ini bisa dialami oleh semua orang, namun kenapa menjadi heboh saat yang mengalaminya adalah Anies, jawabnya sederhana, karena Anies adalah tokoh publik yang sedang panen elektabilitas.

Peristiwa terperosoknya Anies ke dalam got juga memunculkan dua arus utama opini, satu opini memandangnya dalam konteks positif dan satu lagi memandangnya dalam konteks negatif, pada dasarnya ini lumrah dalam negara demokrasi, kejadian yang menimpa seorang pemimpin, sekecil apapun kejadiannya selalu menyebabkan pembelahan opini di tengah masyarakat, tetapi akan lebih produktif bila pembelahan opini tersebut diarahkan pada kebijakan pokok yang diambil oleh Anies.

Misalnya tentang sejauh mana realisasi janji politiknya, ini akan lebih mendatangkan manfaat, pembelahan opini yang terjadi pada kebijakan pokok Anies akan menyebabkan pemimpin Jakarta ini mendapatkan dua keuntungan, pertama ia akan merasa semakin optimis untuk melangkah karena muncul sokongan kuat dari orang-orang yang berpihak pada kebijakannya, keuntungan kedua ia akan merasa lebih berhati-hati dalam menjalankan kebijakannya karena muncul kritik tanpa henti dari orang-orang yang berbeda pandangan terhadap kebijakan yang diambilnya.

Untuk menjalankan kebijakan, seorang pemimpin membutuhkan dua hal di atas, dukungan dari orang-orang yang mendukung kebijakannya dan kritik dari orang-orang yang menentang kebijakannya, seorang pemimpin tidak mungkin hanya membutuhkan salah satunya, jika hanya dukungan yang ada maka pemimpin akan berpotensi menerapkan kebijakan sesuka hatinya, sebaliknya, bila hanya kritik yang ada maka pemimpin kadang dihinggapi keraguan besar untuk mengeksekusi kebijakannya sendiri walaupun boleh jadi kebijakan itu benar.

Jadi seorang pemimpin yang sekaligus tokoh publik mesti bisa mengakomodasi keduanya, dukungan dan kritik, sebab itulah konsekuensi logis menjadi pemimpin di negara demokratis, jadi nikmati saja, lagi pula dukungan dan kritik adalah nutrisi vitamin bagi pemimpin itu sendiri.

Zaenal Abidin Riam
Pengamat Kebijakan Publik/Koordinator Presidium Demokrasiana Institute

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *