JAKARTA – Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat Bawaslu DKI Burhanuddin menyoroti mekanisme kerja Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) yang dibentuk oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) di wilayah Jakarta.
“Kawan-kawan wartawan yang hadir di sini bisa menyampaikan ke publik bahwa saat ada petugas Pantarlih bisa mencocokkan data dari rumah ke rumah dari warga yang disabilitas agar mereka bisa ikut memilih pada pemilu nanti,” kata Burhanuddin pada diskusi terbatas ‘Penguatan Pemahaman Kepemiluan kepada Disabilitas’ yang diselenggarakan Bawaslu DKI Jakarta di Hotel Leisureinn Arion Hotel, Rawamangun, Pulo Gadung, Senin (27/2/2023).
Burhanuddin mengungkapkan, dari pengawasan Bawaslu, sejumlah Pantarlih tidak mendata warga disabilitas dari proses pemutakhiran data tersebut. Padahal, lanjut Burhanuddin, data disabilitas dibutuhkan saat menyusun Daftar Pemilih Tetap (DPT).
“Kita sangat sayangkan kawan-kawan yang bertugas di lapangan tidak sekaligus mencatat nama-nama dari warga DKI yang dikategorikan disabilitas. Kita butuh data (disabilitas) itu untuk menyusun program agar pilih disabilitas bisa memilih pada pemilu nanti,” terang Burhanuddin.
Burhan menjelaskan, sejatinya tugas Pantarlih sangat jelas bagaimana mencocokan dan penelitian (Coklit) dalam Pemutakhiran Data Pemilih dengan mendatangi para pemilih secara langsung ke rumah-rumah penduduk.
“Mendata kawan-kawan disabilitas salah satu tugas Pantarlih. Jangan sampai mereka terlewatkan dari pemutakhiran data pemilih, yang bisa menjadi masalah dikemudian hari dan kita saling menyalahkan di anatara kita atas tidak bisanya kawan-kawan disabilitas menyalurkan hal politiknya,” jelas Burhan.
Untuk itu, Burhan meminta petugas Pantarlih yang habis masa tugasnya 14 Maret mendatang agar memperbaiki datanya, khususnya pemutakhiran data pemilih disabilitas.
“Masih ada waktu, jadi kawan-kawan yang bertugas masih bisa memperbaiki data-data itu, dan menyisir rumah-rumah warga yang tergolong disabilitas untuk didata. Kita butuh data mereka, sehingga tidak kerja dia kali,” terang Burhan.
Pada kesempatan itu, hadir pula Dewan Pengurus Pusat Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (DPP PPDI) dan Himpunan Wanita Disabilitas DKI Jakarta. Dari HWDI DKI Jakarta Muharyati menyampaikan, perlu ada dari disabilitas yang menjadi penyelenggaraan pemilu yang bermula dari Pantarlih.
“Kita harus ada dari petugas di bawah seperti KPPS, Pantarlih, Panwas , PPS, Panwas, PPK dari kawan-kawan disabilitas, apalagi perempuan disabilitas (kuota 30% perempuan). Bagaimana Pemilu inklusif ? Jika pemahaman inklusif belum masuk pada lembaga pemilu,” ujar Muharyati.
Muharyati mengaku pernah mencoba sebagai penyelenggaraan pemilu di tingkat keluraha, melalui PPS. Namun, saat tes tertulis tidak mendapatkan undangan dari panitia.
“Saya mencoba memulai memasukan paham inklusi dengan mencoba mendaftar PPS, ketika kurang berkas kesehatan, saya di WA dan di email. Akhirnya berkas saya lolos 30 Desember 2022. Anehnya ketika tes tertulis , saya tdk di kabari. Baik WA maupun email,” benernya.
“Selain itu saya juga memantau pemilih disabilitas dan penggunaan form C-3. Juga aksesibilitas/akomodasi yang layak. Seperti surat suara yang dengan huruf braile, TPS yang akses, tidak bertangga-tangga, meja pencoblosan yang berkolong sehingga pemilih dengan kursi roda mudah untuk melakukan pencoblosan. Petugas TPS khusus pendamping dioptimalkan terutama untuk pemilih kelompok rentan disabilitas dan lansia. Jika ada pemilih tuli colek/tepuk jika harus mengantri dan tidak dapat mendengar panggilan,” sambungnya.