Arah Baru Budaya Politik Berdemokrasi Berkualitas Perspektif Kerakyatan

Lembaga survei Wisevoter yang berbasis di Amerika merilis indeks demokrasi Indonesia pada awal 2023. Indonesia mendapat nilai 6,7 dan berada pada posisi ke 51 dari negara-negara yang disurvei.

Posisi pertama ditempati Norwegia dengan nilai 9,8, diikuti New Zealand nilai 9,4 serta Finlandia 9,3. Artinya, Indonesia masih dianggap belum baik indeks demokrasinya.

Segenap komponen bangsa perlu bahu-membahu membangun budaya politik yang sehat dan berkualitas di Indonesia. Para pelaku politik, baik yang berkuasa atau yang beroposisi, perlu aktif membangun suasana politik yang baik tersebut.

Begitu pula rakyat pendukung atau yang bersikap kritis kepada penguasa, diharapkan peran aktifnya. Lalu, bagaimana arah budaya politik dan pola komunikasi seperti apa yang perlu dilakukan oleh segenap rakyat, baik yang pro atau yang kritis kepada penguasa, agar tercipta iklim baru budaya politik Indonesia yang lebih berkualitas?

Hal tersebut perlu dipikirkan, karena untuk terciptanya iklim politik yang sehat dan berkualitas, maka peran rakyat yang berada pada posisi pendukung kekuasaan maupun yang bersikap kritis pada kekuasaan, juga harus berada pada posisi yang berimbang dan saling pengertian.

Kondisi tersebut tentu amat membantu terjadinya harmonisasi budaya politik di dalam masyarakat. Keharmanian tersebut perlu dikondisikan agar tercipta budaya politik yang sehat dan berkualitas.

Dalam negara demokrasi, bukan hanya pelaku (elit) politik saja yang perlu berpartisipasi aktif dan memiliki perspektif dalam upaya penciptaan iklim demokrasi yang berkualitas, tetapi partisipasi rakyat yang beragam kecenderungan politik dan aspirasinya juga perlu aktif membangun iklim demokrasi bermutu. Aktifitas tersebut terutama berupa penyadaran antarmasyarakat yang bersifat horizontal, juga kritisisasi kepada pelaku politik, baik yang berkuasa atau yang oposisi yang bersifat vertikal.

Masyarakat, baik yang berada pada posisi sebagai pendukung ataupun yang bersikap kritis kepada pemerintah yang berkuasa, hendaknya aktif mengikuti program-program pendidikan politik yang mencerahkan baik secara formal maupun nonformal. Hal ini diharapkan akan menimbulkan pemahaman dan kecerdasan berpolitik sebagai warga negara.

Di samping itu, masyarakat perlu juga secara aktif mengawal tegaknya keadilan hukum atau penegakan hukum yang konsisten oleh para penegak hukum. Bersikap kritis dan aktif mengingatkan penguasa atau oligarki yang berupaya memengaruhi tegaknya hukum yang berkeadilan. Hukum tidak boleh pandang bulu, tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Selanjutnya, masyarakat juga aktif menjaga keterbukaan dan keterpercayaan penyelenggara negara. Rakyat perlu mengingatkan pemerintah apabila terjadi penyelenggaraan negara, baik melalui media sosial ataupun secara langsung. Kemudian, selalu mengingatkan kepada sesama masyarakat dan terutama kepada para elit politik untuk selalu taat kepada konstitusi. Jangan karena kepentingan politik sesaat, berupaya dengan segala cara melanggar konstitusi yang sudah ditetapkan.

Tak kalah penting pula diingatkan kepada sesama masyarakat, terlebih kepada elit politik yang berkuasa ataupun yang beroposisi untuk selalu berpegang teguh pada nilai-nilai luhur budaya bangsa yang disemboyankan dengan Bineka Tunggal Ika. Keragaman budaya, bahasa, agama, dan etnik di Indonesia janganlah justru menjadi akar perpecahan, justru keragaman identitas bangsa Indonesia itulah menjadi tonggak persatuan sebagaimana telah dicontohkan dalam sejarah oleh leluhur kita dalam ikrar Sumpah Pemuda.

Politik identitas justru menggambarkan aspirasi yang beragam dalam realitas masyarakat Indonesia. Perlu kita ingat bahwa salah satu ciri berdemokrasi itu adalah tersalurkannya aspirasi beragam secara sehat. Kesepahaman dalam berbagai perbedaan menjadi penyokong dalam persatuan. Menjunjung persatuan dalam fakta keberagaman pun memang perlu dilakukan.

Lalu, yang terakhir, masyarakat juga perlu membudayakan iklim politik yang sehat dan harmonis di dalam bermasyarakat dan bernegara. Aspirasi masyarakat disampaikan dengan bahasa yang santun, baik ke sesama masyarakat maupun kepada penguasa.

Sikap masyarakat tersebut tentu amat membantu pergerakan budaya politik bangsa ke arah yang lebih baik, sehingga tercipta budaya politik bangsa yang lebih demokratis. Rakyat juga perlu membangun pola komunikasi yang baik, yaitu menggunakan bahasa yang santun dalam berekspresi baik secara vertikal kepada penguasa dan elit politik lainnya, maupun secara horisontal dengan sesama rakyat, baik yang mendukung atau yang kritis kepada penguasa.

Upaya masyarakat yang aktif berdemokrasi tersebut diharapkan membantu terciptanya suasana harmoni di masyarakat yang pada akhirnya tercipta budaya berdemokrasi yang sehat dan berkualitas. Semoga.

Jakarta, 17 Februari 2023,

Erfi Firmansyah, pengamat bahasa dan budaya UNJ

Pos terkait