JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyampaikan rincian penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LADK) 18 partai politik nasional 2024.
Partai-partai politik peserta pemilu telah melaporkan besaran dana kampanye mereka. Tanggal 7 Januari 2024 menjadi tenggat waktu pelaporan, hampir seluruh partai mengirimkan laporannya di tanggal tersebut. Pelaporan yang dikirimkan dalam Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) ini disampaikan melalui Sistem Informasi Kampanye dan Dana Kampanye (Sikadeka).
Pelaksanaan pelaporan itu menjadi wujud penegakan aturan pemilu yang akuntabel, berkepastian hukum, dan transparan. UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengamanatkan prinsip tersebut dengan turut menetapkan dana kampanye sebagai tanggung jawab para peserta pemilu. Penetapan demikian lantas kembali ditegaskan Komisi Pemilihan Umum melalui Peraturan KPU (PKPU) Nomor 18 Tahun 2023 tentang Dana Kampanye Pemilu.
Berikut daftar Dana Kampanye Partai Politik Pada Kontestasi 2024 :
1. PDIP: Rp173.221.200.996
2. Gerindra: Rp92.839.827.847
3. PSI: Rp80.096.534.877
4. Demokrat: Rp72.273.700.282
5. Golkar: Rp45.219.158.648
6. PBB: Rp27.760.541.659
7. PAN: Rp25.618.525.000
8. Perindo: Rp20.643.301.550
9. PPP: Rp20.013.294.563
10. PKS: Rp16.703.608.199
11. Partai Buruh:Rp10.147.142.349
12. Nasdem: Rp9.165.517.417
13. Gelora: Rp6.803.612.500
14. Garuda: Rp5.497.684.500
15. Hanura: Rp5.022.556.574
16. PKN: Rp1.500.041.200
17. PKB: Rp800.505.963.
18. Partai Ummat: Rp479.699.300
Secara regulasi, jika sumbangan dana kampanye melebihi batas yang telah ditentukan maka kelebihan sumbangan dana kampanye tersebut wajib diserahkan ke KPU. Berikutnya, KPU akan menyerahkan dana tersebut ke kas negara. Selain itu juga, penyumbang dana kampanye harus memenuhi syarat, di antaranya sedang tidak dalam keadaan bangkrut, tidak menunggak pahak, sumbangan tidak bersifat mengikat, dan sumber dana bukan berasal dari tindak pidana.
Konsep Dana Kampanye dan Sumber Dana Kampanye
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 18 Tahun 2023 tentang Dana Kampanye Pemilihan Umum mendefinisikannya dana kampanye sebagai sejumlah biaya berupa uang, barang, dan jasa yang digunakan peserta pemilu untuk membiayai kegiatan kampanye.
Sedangkan pada Pasal 325 ayat (2) dan (3) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan, sumber dana kampanye calon presiden dan calon wakil presiden dapat diperoleh dari:
1. Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
2. Pasangan calon yang bersangkutan
3. Partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon
4. Sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.
Lebih rinci dalam bukunya Alan Ware menjelaskan 7 sumber pendanaan yang di miliki oleh Partai Politik, di antaranya:
1. Iuran dan Biaya
2. Pemotongan Gaji Pejabat Publik
3. calon pejabat terpilih
4. pelanggan
5. pendapatan investasi dan penjulan
6. Kelompok kepentingan
7. negara
Temuan PPATK
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga kembali menyampaikan temuan terkait dugaan transaksi mencurigakan yang terjadi selama rangkaian proses pemilu.
Terbaru, PPATK membeberkan terdapat transaksi janggal dengan nilai total sebesar Rp 51 Triliun yang dilakukan oleh 100 caleg.
Dalam laporannya PPATK juga menyampaikan adanya peningkatan transaksi penerimaan dana dari luar negeri di tahun politik pada 21 bendahara partai politik yang nilainya mencapai Rp 195 miliar. 30% dari jumlah tersebut diduga berasal dari entitas badan usaha yang mayoritasnya berbentuk perusahaan cangkang.
Temuan PPATK ini tentunya merupakan informasi yang patut untuk segera didalami dan ditelusuri kebenarannya oleh pihak berwenang dalam hal ini Bawaslu.
Publik pun harus diberikan informasi yang jelas terkait langkah apa yang sudah diambil oleh Bawaslu dalam mengidentifikasi dugaan pelanggaran pemilu di dalamnya. Jika temuan PPATK tersebut mengarah ataupun tidak mengarah kepada pelanggaran pemilu, apa hasil penelusurannya, unsur apa saja yang terpenuhi maupun tidak terpenuhi, hal ini seluruhnya harus dibuka kepada masyarakat.
Pemilu memang sudah selesai, tapi temuan ini harus segera di tuntaskan demi menjaga demokrasi dan menghentikan praktik kotor yang terus berulang di negeri ini.
Oleh; Jihan Raliby, Mahasiswa Magister FISIP Universitas Indonesia***