JAKARTA – Aliansi Aktivis Nasional angkat bicara soal kasus yang menimpa anak Liem (43), warga Pontianak Utara, Kalimantan Barat. Kini, kasus tersebut telah viral setelah membuat “Surat Terbuka Untuk Presiden”.
Koordinator Aliansi Aktivis Nasional, Irwan Abdul Hamid, SH, merasa geram atas pengakuan Liem terhadap penanganan anaknya yang diduga tidak profesional yang dilakukan oleh oknum penyidik. Sebab, sambungnya, penanganan terhadap anak di bawah umur seharusnya dilakukan secara humanis dan tanpa penekanan psikis.
“Kami minta usut tuntas kasus penanganan penyidikan anak Liem. Jangan lakukan intimidasi terhadap anak di bawah umur,” ujar Irwan dalam keterangan persnya, Minggu (4/6/23).
Padahal, kata Irwan, negara Indonesia berdasarkan hukum dan tidak boleh oknum penyidik melakukan tindakan di luar tugas dan wewenangnya. Jika benar itu dilakukan sesuai pengakuan Liem, maka patut diduga bahwa oknum penyidik tersebut telah berpihak pada bukan kebenaran dan keadilan.
“Kami minta agar keadilan ditegakkan kepada kasus yang dialami anak Liem,” tegasnya.
Dalam surat yang telah viral tersebut, Liem mengadu kepada Presiden Joko Widodo soal kasus yang dialami anaknya, mulai dari proses penyidikan oleh oknum Polwan di Unit PPA yang janggal untuk korban anak, hingga hasil visum yang tak dijadikan barang bukti di pengadilan.
Heboh surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo yang dikirim oleh Liem terkait kasus yang dialami anaknya yang berusia 13 tahun. Surat terbuka itu tersebar melalui whatsapp grup, dan media sosial lainnya, hingga ditulis oleh media massa.
Liem juga menyebutkan bahwa Polwan pada Unit PPA bersikap tidak humanis dan profesional kepada anaknya. Liem mengatakan, anaknya diperiksa dan di-BAP di ruang tertutup, tanpa diizinkan orang tuanya untuk mendampingi.
Selain itu, Liem juga menyebutkan bahwa hasil BAP tersebut tidak boleh dia baca, serta anaknya yang berusia 13 tahun ini langsung menandatangani sendiri BAP tersebut.
“Anak saya sangat ketakutan, karena seumur hidup belum pernah menginjakkan kaki di kantor polisi. Anak saya pulang sangat tertekan dan tidak mau makan,” kata Liem, dalam surat terbuka itu.
“Belum pulih dari situasi itu, beberapa hari kemudian anak saya dibawa ke TKP, dan anak saya dipaksa dan ditekan-tekan untuk menjawab pertanyaan yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan objek perkara, hingga membuat anak saya stres, dan menangis di TKP. Sejak itu, anak saya tidak lagi mau bicara, lebih banyak diam dan lebih sering mengurung diri. Tetapi saya tidak bisa berbuat apa-apa karena saat itu saya berpikir mungkin begitulah cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan keadilan,” harapnya.
Menanggapi hal tersebut, Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Raden Petit Wijaya, mengungkapkan ini adalah pengaduan kedua yang disampaikan oleh Liem.
“Pengaduan yang pertama kemarin terkait dengan masalah pendampingan. Katanya tidak boleh didampingi pihak keluarga dan pengacara, itu tidak benar, dan ini ada bukti dokumentasinya,” jelas Petit, sambil menunjukkan bukti dokumentasi pendampingan kasus kepada awak media, Selasa, (30/5/23).
“Jadi terkait pengaduan yang katanya tidak didampingi oleh orang tua dan pihak penasehat hukum itu bisa kita patahkan,” lanjutnya.
Selanjutnya, terkait dengan dugaan kelalaian penyidik dalam penanganan kasus, Petit menjelaskan, bahwa penyidik yang bersangkutan sudah dalam proses intensif Propam Polda Kalbar.
“Ini menjadi atensi, karena sudah sampai ke Bapak Presiden. Kita akan benar-benar proses. Kalau misalkan memang benar ada ketidakprofesionalan penyidik, maka Polda Kalbar akan memberikan sanksi,” jelasnya.
Saat ini, kata Petit, sudah ada dua anggota yang diperiksa, yaitu penyidik dan atasan penyidik, dan rencananya hari ini Polda Kalbar juga akan memeriksa pelapor.
“Hari ini kita akan periksa pelapor juga, namun belum diketahui apakah pelapor akan datang atau tidak,” pungkasnya.