Sekjen Jarnas Prabowo–Gibran Desak Pemerintah Evaluasi Perusahaan Tambang, Sawit, dan Ilegal Logging Pemicu Banjir Sumatra

Jakarta — Sekretaris Jenderal Jaringan Nasional (Jarnas) Prabowo–Gibran, Azwar Muhammad, mendesak pemerintah pusat melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan tambang, perkebunan sawit, dan pihak yang diduga terlibat praktik ilegal logging yang dianggap menjadi salah satu penyebab banjir besar di sejumlah wilayah Sumatra pada akhir November lalu.

Azwar menegaskan bahwa bencana banjir dan longsor yang terjadi di Sumatra bukan semata fenomena alam, tetapi dampak kerusakan ekologis yang berlangsung bertahun-tahun.

Menurutnya, pemerintah selama ini terlalu longgar dalam memberikan izin serta kurang melakukan pengawasan terhadap perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan dan daerah aliran sungai.

“Banjir kemarin tidak bisa hanya disebut bencana alam. Ada campur tangan manusia dan lemahnya pengawasan. Pemerintah harus berani mengevaluasi bahkan mencabut izin perusahaan yang terbukti merusak lingkungan,” kata Azwar dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/12/25).

Desakan tersebut sejalan dengan temuan WALHI yang mencatat lebih dari 1,4 juta hektare hutan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat hilang dalam periode 2016–2025 akibat ekspansi tambang, sawit, dan proyek energi.

Kerusakan di wilayah hulu membuat daya serap air menurun drastis sehingga banjir menjadi lebih parah ketika curah hujan tinggi. Center of Economic and Law Studies (Celios) juga memperkirakan kerugian ekonomi akibat banjir Sumatra mencapai Rp 68,67 triliun, mulai dari kerusakan permukiman hingga terhentinya aktivitas ekonomi masyarakat.

Azwar meminta pemerintah melakukan audit menyeluruh terhadap perusahaan tambang, sawit, dan pemegang izin PBPH di wilayah rawan ekologis, termasuk penegakan hukum tegas terhadap perusahaan yang terbukti melakukan illegal logging atau beroperasi di luar batas izin.

Ia juga mendorong moratorium perizinan baru di daerah hulu dan menuntut transparansi data izin perusahaan agar publik dapat turut mengawasi.

“Kita tidak anti-investasi. Tapi investasi tidak boleh mengorbankan keselamatan rakyat. Kalau aktivitas industri membuat warga kebanjiran setiap tahun, maka negara harus hadir,” ujarnya.

Hingga berita ini diturunkan, pemerintah pusat belum memberikan pernyataan resmi terkait desakan evaluasi perusahaan-perusahaan tersebut. Namun sejumlah kementerian termasuk Kementerian Kehutanan sebelumnya telah menyatakan akan memperkuat pengawasan terhadap aktivitas industri ekstraktif dan melakukan identifikasi faktor-faktor penyebab banjir Sumatra.[]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *