Wabendum PB HMI Respon Wacana Kepala Daerah Dipilih Langsung oleh DPRD atau Ditunjuk Langsung oleh Presiden

JAKARTA – Baru-baru ini wacana terkait dengan Kepala Daerah Gubernur, Wali Kota dan Bupati dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sangat gencar digaungkan oleh beberapa partai politik salah satunya ialah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Wacana ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum PKB pada saat hari ulang tahun PKB yang ke-27. Selain wacana Pilkada dipilih langsung oleh DPRD, Cak Imin juga menyampaikan bahwa kepala daerah bisa ditunjuk langsung oleh Presiden, alasannya untuk pengurangan anggaran Pilkada yang terlalu tinggi.

Wacana ini direspon banyak pihak karena memiliki pandangan pro dan kontra. Salah satunya dari Wakil Bendahara Umum (Wabendum) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Kamal Nyarrang. Menurutnya, reformasi telah memberikan warga negara ruang untuk menentukan pilihan politiknya dalam memilih seorang pemimpin. Mulai dari tingkatan Presiden, Gubernur, Wali Kota, hingga Bupati.

“Jika wacana kepala daerah dipilih kembali oleh DPRD atau ditunjuk Presiden secara langsung, tentu demokrasi kita kembali mundur ke era Orde Baru,” ujar Kamal dalam keterangannya, Jumat (1/8/25).

Menurutnya, saat ini kondisi bangsa sedang mengalami banyak ketimpangan mulai dari pengangguran dimana-mana, kemiskinan, kepastian hukum untuk warga negara dan juga kepercayaan publik terhadap Presiden Prabowo lantaran kerja sama yang dilakukan oleh Presiden Donald Trump yang membuat warga negara semakin kehilangan simpati.

“Jika kepala daerah (Gubernur, Wali kota dan Bupati) dipilih langsung oleh DPRD justru akan membuat jarak yang lebih jauh antara kepala daerah dan pemilik kekuasaan tertinggi yaitu “rakyat”,” tegasnya.

Salain itu, pemilihan kepala daerah oleh DPRD justru memperbesar peluang politik transaksional di partai politik. Di sisi lain, perubahan sistem itu juga akan memperlemah hak dan kedaulatan warga negara untuk berpartisipasi secara langsung untuk memilih pemimpinnya sendiri.

“Wacana ini justru hanya menambah beban masyarakat dan akan semakin jauh dengan kepala daerah karena tidak memiliki lagi kekuatan secara langsung,” tandasnya.

Lalu, jika mengacu hasil survei Litbang Kompas pada Januari 2025, mayoritas publik menghendaki Pilkada tetap dilakukan langsung oleh rakyat. Untuk pilkada tingkat kabupaten/kota, misalnya, 85,1 persen responden menghendaki pilkada langsung. Hanya 11,6 persen responden yang mengatakan lebih setuju kepala daerah dipilih oleh DPRD kabupaten atau kota.

Begitu pula di level pemilihan gubernur, hasil survei menunjukkan, 83,5 persen responden masih menginginkan gubernur dipilih langsung meski masih ada 12,3 persen yang menginginkan gubernur dipilih oleh DPRD provinsi, artinya mayoritas warga negara masih menginginkan pemilihan secara langsung karena dapat memilih pemimpinnya sendiri dari pada harus di wakili oleh DPRD.

Wakil Ketua Umum Pemuda Peduli Pendidikan dan Demokrasi Indonesia (Palpasi) ini mengatakan bahwa yang harus dievaluasi adalah sistem penegakan hukum pada saat pilkada dan juga proses kinerja KPU- Bawaslu untuk menjalankan aturan main sesuai tupoksinya. Sebab, maraknya praktik money politik di setiap pilkada berlangsung tidak terlepas dari peran yang dilakukan oleh dua penyelenggara pemilu tersebut.

“Polri, TNI dan ASN juga harus betul-betul netral agar masyarakat tidak mengalami perpecahan antar kelompok dan juga proses pilkada dapat berjalan dengan jujur dan adil,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *