“Saya tidak ingin menjadi bagian dari orang-orang yang mengkhianati Pak Prabowo,”.
Kalimat ini keluar dari lisan Anies Baswedan, yang saat ini menjadi calon Presiden dan kompetitor dari Prabowo Subianto. Satu pelajaran yang dapat di petik dari peristiwa ini adalah, jangan gampang percaya pada ucapan politisi, karena lima dari tiga ucapannya adalah kebohongan.
Kepentingan tetap ada diatas komitmen, kepercayaan, dan janji, bahkan jika janji itu sudah ditanda tangani resmi menggunakan kontrak, jika seseorang dihadapkan pada kepentingan yang lebih besar menjadi pengkhianatpun tidak masalah.
Ada dua momen pengkhianatan besar dalam karir politik Prabowo Subianto. Yang pertama, pengkhianatan Perjanjian Batu Tulis. Perjanjian ini dibuat oleh Prabowo Subianto dengan Megawati Soekarnoputri, pada saat itu Prabowo bersedia maju mendampingi Megawati sebagai Calon Wakil Presiden di Pemilu Presiden 2009 dengan satu komitmen bahwa Megawati dan PDIP akan mendukung pencalonan Prabowo sebagai Presiden di tahun 2014.
Perjanjian ini sangat baik, karena jika pasangan Mega-Pro menang sekalipun, Megawati tetap tidak akan bisa mencalonkan diri untuk kedua kalinya sebagai Presiden, Prabowo memiliki peluang kemenangan yang lebih besar dari pada Megawati di tahun 2014, sehingga komitmen ini disepakati oleh kedua pihak.
Adanya koalisi dan komitmen inilah yang menempatkan Prabowo dan Gerindra menjadi oposisi pemerintah bersama dengan Megawati dan PDIP selama periode tahun 2009-2014. Kemitraan ini pula yang membuat Prabowo mendukung pencalonan Joko Widodo sebagai calon Gubernur DKI Jakarta walaupun Jokowi adalah seorang kader PDIP, Prabowo juga menerima Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang awalnya kader Golkar menjadi kader Gerindra karena maju mendampingi Jokowi.
Pada Pemilu Presiden tahun 2014, Megawati dan PDIP secara resmi menugaskan kadernya, Joko Widodo, untuk maju menjadi calon Presiden. Penugasan ini diberikan tiga minggu sebelum pelaksanaan Pemilu Legislatif yang memberikan dampak positif bagi suara PDIP. Partai berlogo Banteng Hitam ini menjadi pemenang Pemilu dengan presentase suara nasional 18,95 persen, naik 4,92 persen dari Pemilu sebelumnya di tahun 2009, peningkatan suara melalui faktor Jokowi mulai terlihat dari Pemilu ini.
Dengan resminya pencalonan Jokowi oleh PDIP, maka rusak juga Perjanjian Batu Tulis yang dibuat oleh Megawati dan Prabowo. Walaupun tetap maju menjadi calon Presiden, Prabowo kehilangan identitasnya sebagai oposisi pemerintah yang selama ini menjadi gaungnya di tengah masyarakat, koalisi partai politik pendukung Prabowo juga diisi oleh partai politik pendukung pemerintah, yang membuat posisi Prabowo seolah menjadi incumbent atau pertahana.
Prabowo kalah, Jokowi menang. Bersama dengan Gerindra dan Koalisi Merah Putih, Prabowo berkomitmen untuk menjadi oposisi dan penyeimbang pemerintahan Jokowi. Pada awalnya, kekuatan oposisi cukup kuat karena memiliki suara mayoritas di parlemen, tapi Prabowo lagi-lagi ditinggalkan. PPP meninggalkan Prabowo dan KMP di tahun 2014, PAN di tahun 2015 dan Golkar di tahun 2016, KMP hanya tersisa Gerindra dan PKS.
Pada tahun 2017, koalisi Gerindra dan PKS mengusung Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno sebagai calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur DKI Jakarta menghadapi pasangan pertahana Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.
Disinilah momen munculnya perkataan terkenal Anies mengenai ‘tidak ingin menjadi barisan pengkhianat Pak Prabowo’. Prabowo mengambil pelajaran dari pencalonan Gubernur di tahun 2012, dengan menambahkan klausul ‘selama Prabowo Subianto maju menjadi calon Presiden maka Anies Baswedan tidak akan maju menjadi calon Presiden’, sehingga peristiwa yang sama tidak akan terulang.
Sayangnya harapan Prabowo tidak tercapai. Anies tetap memilih maju menjadi calon Presiden. Berbeda dengan penugasan Jokowi, Anies memilih untuk menerima tawaran Partai Nasdem untuk menjadi bakal calon Presiden dari partai tersebut, menariknya Anies menerima tawaran itu sebelum resmi selesai mejalankan tugasnya sebagai Gubernur.
Anies di deklarasikan menjadi bakal calon Presiden dari Partai Nasdem pada tanggal 3 Oktober 2022, sedangkan masa jabatannya baru berakhir pada tanggal 16 Oktober 2022, pencalonan Anies terbilang dini karena pelaksanaan proses Pemilu Presiden seperti pendaftaran calon baru dimulai November tahun 2023, artinya deklarasi Anies lebih cepat satu tahun dari proses tersebut.
Lagi-lagi, Prabowo jatuh dalam pola yang sama. Ditinggalkan, dikhianati oleh orang yang dia berikan kepercayaan. Prabowo dan kita semua diajarkan bahwa bahkan kepercayaan dan komitmen tidak mampu membendung hasrat dan kepentingan pribadi seseorang. Jika dia khianat maka tidak akan pernah amanah.
Tulisan ini diawali dengan perkataan Anies dan ditutup dengan perkataan penuh emosi Prabowo: “Anda (Anies) tidak pantas bicara etik,”.
Ditulis oleh Muhammad Syaifulloh, Ketua Umum Angkatan Muda Khatulistiwa