JAKARTA – Momen menjelang tahun politik di mana pelaksanaan pemilu 2024 tinggal menghitung bulan berbarengan dengan mencuatnya isu ketenagakerjaan disikapi bijak oleh kalangan buruh.
Karenanya, Ketua Umum Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI)1992, Sunarti, mengajak para buruh agar menyuarakan pandangan mengenai UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
“Mari kita bergandengan tangan,” ungkap Sunarti melalui keterangan tertulis, Minggu (17/9/2023).
Organisasinya yang tergabung dalam Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) diketahui mengawal isu menyangkut ketentuan hukum itu sejak awal.
“Saya meminta kepada seluruh rakyat Indonesia, khususnya kaum buruh, mari sama-sama kita berjuang, karena perjuangan ini tidak bisa kita titipkan kepada orang lain. Harus dari diri kita sendiri, bagaimana kita bisa sejahtera kalau bukan dari kita sendiri,” tegasnya.
Kepada rekan -rekan dimana saja berada, dia mengimbau tetap taati aturan yang ada khususnya ketika menyampaikan pendapat. Terlebih, dalam kondisi akan digelarnya pesta demokrasi lima tahunan pada Februari 2024 mendatang, dukungan terhadap para pihak terkait dalam menghadirkan situasi aman dan kondusif tentunya patut ditingkatkan.
“Seluruh elemen agar tidak terporovokasi dan terpancing oleh oknum-oknum tertentu yang mencari keuntungan pribadi atau kelompoknya. Dan bersama-sama membantu kepolisian menjaga situasi yang aman dan kondusif menjelang Pemilu 2024, pilihan boleh beda tetapi kondusivitas harus tetap terjaga. Kedamaian wajib dijunjung tinggi. Hidup buruh….Hidup SBSI 92…Hidup AASB!,” ucapnya.
SBSI adalah Serikat Buruh Sejahtera Indonesia. Pada masa rezim Presiden Suharto hanya mengizinkan satu wadah serikat buruh.
Serikat-serikat buruh independen yang sebelumnya lahir pada masa Orde Lama di bawah pimpinan presiden Sukarno, dipaksa unifikasi ke SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) oleh Menteri Tenaga Kerja Sudomo.
Unifikasi ini dilakukan pada tahun 1985. Sebelumnya dimulai dengan unifikasi dalam wadah berbentuk federasi tahun 1972 dalam FSPSI, namun dirubah lagi menjadi unitaris tahun 1985 dalam wadah SPSI.
Sejak fusi yang dipaksakan itu, SPSI berubah total menjadi mesin politik Orde Baru, banyak pensiunan tentara menjadi pengurus SPSI di daerah. Serikat pekerja dijadikan organ pemerintah dalam bentuk “state corportism”.
Inilah awal yang membuat buruh kecewa terhadap SPSI. Mulailah muncul LSM-LSM perburuhan yang mengorganisir dan mengadvokasi. Buruh-buruh yang kecewa banyak melakukan unjuk rasa liar (wild cat strike). (Edt: Zulfahmi Siregar) ***