Saleh Hidayat Nilai MoU Kepdes dan LBH Prematur Soal Penyaluran Dana Desa Untuk Pendampingan Hukum

JAKARTA – Maraknya pemberitaan terkait Kepala Desa (Kepdes) teken Memorandum Of Understanding (MoU) dengan salah satu LBH, dalam rangka kerjasama bertujuan untuk memberikan bantuan hukum di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.

“Saya menyikapi riuh nya kabar terkait adanya beberapa desa di Kabupaten Sukabumi, yang sudah melakukan MoU untuk pendampingan hukum dengan Salah Satu advokat atau Kantor LBH, bahkan sudah ada beberapa desa yang sudah meralisasikan MoU tersebut dengan melakukan Transfer ke Rekening advokat menggunakan RKD (rekening desa), tentu hal tersebut adalah sebuah tindakan atau perbuatan hukum yang prematur, dan diduga bahkan melanggar hukum,” kata Saleh Hidayat yang juga Ketua LBH DKR dalam keterangan persnya, Sabtu (1/7/23).

Bacaan Lainnya

Hal itu, lanjutnya, bertentangan dengan Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 22 tahun 2021 Tentang Pelayanan Advokasi Hukum, kemudian Permendes PDTT Nomor 22 tersebut merupakan manivestasi dari Hak Rakyat. Untuk mendapatkan prodeo atau bantuan hukum dari pemerintah, sambungnya, bagi masyarakat miskin yang sedang berperkara, baik perkara pidana maupun perdata sebagaimana diatur dalam pasal 121 ayat (4) HIR atau pasal 145 ayat (4) R.bg.

“Dimana pemerintah telah mengatur secara detail dan tegas mengenai Pelayanan Bantuan Hukum bagi Masyarakat miskin tersebut
melalui UU Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,” ungkapnya.

Kemudian Saleh menerangkan, dalam UU nomor 16 tahun 2011 tersebut diatur, bahwa pertama pemerintah wajib mengalokasikan dana penyelenggaraan bantuan hukum bagi masyarakat miskin dari APBN. Kedua, penyelenggaraan bantuan hukum tersebut dialokasikan pada anggaran kementerian, yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Ketiga, pelayanan bantuan hukum tersebut di alokasikan untuk, (1) konsultasi atau penyuluhan hukum gratis, (2) penyedia advokat atau penasehat hukum untuk kasus perkara pidana dan perdata, (3) pembebasan biaya perkara untuk kasus pidana maupun perdata, dan yang ke (4) sidang keliling.

Jika mencermati kasus pro kontra penyaluran dana Desa untuk pendampingan hukum seperti yang sudah terjadi, baginya, melihat dan memandang bahwa penyaluran dana Desa tersebut belum ada peraturan menteri keuangan (PMK) yang mengaturnya. Oleh karena PMK nomor 201/ PMK.07/2022 tentang pengelolaan Dana Desa, di dalam PMK nomor 201 tersebut tidak diatur secara detail dan tegas terkait mekanisme penyaluran dana desa untuk pos bantuan hukum, atau pendampingan hukum.

“Sementara itu penyaluran dana desa untuk bantuan hukum, atau pendampingan hukum bagi masyarakat miskin di Desa-desa merupakan hak rakyat, sama hal nya seperti bantuan langsung tunai (BLT) di bidang ekonomi yang diatur secara khusus dan ketat,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *