Yusril Ihza Mahendra: Hukum di Indonesia Tasawuf bukan Fikih

Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra bersama Sekjen PBB Afriansyah Noor di DBL Arena, Surabaya, Minggu (3/9/2023)

SURABAYA – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra berharap Presiden Indonesia yang akan datang adalah sosok yang mempunyai integritas kokoh, moralitas yang baik, dan punya pengetahuan serta pengalaman dalam mengelola negara.

“Kita jangan sembarangan comot seseorang kemudian dijadikan presiden tanpa tahu persoalan bangsa-nya. Bagaimana negeri ini maju,” ucap Yusril Ihza Mahendra, saat Konsolidasi Zona II Pemenangan PBB dan Prabowo Subianto, di DBL Arena, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (3/9/2023).

Bacaan Lainnya

Yusril memaparkan, Indonesia membutuhkan presiden yang mengetahui persoalan fundamental bangsa, bisa merumuskan dan tahu jalan keluar dari persoalan itu. “Jangan pilih presiden yang tak tahu apa yang mau dikerjakan,” tegasnya.

Persoalan Indonesia sekarang, menurut pakar hukum tata negara tersebut tetap pada masalah ekonomi, sosial, stabilitas politik, dan persoalan hukum.

Yusril juga menjelaskan, kenapa Indonesia hari ini kalah dari Malaysia dalam persoalan hukum, karena mereka taat dan melakukan kepastian hukum.

“Orang Malaysia itu taat hukum, karena di otaknya Fikih, yang halal, haram, makruh, dan sebagainya. Kalau di Indonesia agak beda Tasawuf hukumnya. Mereka (Malaysia) agamanya fikih, lalu dijajah Inggris dengan hukum yang sistematik setelah itu mereka mulai dengan kepastian hukum,” ujarnya.

Di Indonesia, menurutnya kepastian hukum sangat mahal dan sangat langkah. Seperti yang dilakukan Presiden Jokowi sekarang yang ingin memindahkan ibukota ke Kalimantan. Dimana, banyak orang datang ke mantan MenkumHAM itu untuk bertanya mengenai kepastian hukum dan kepastian politik di IKN.

“Orang bertanya ke saya, katanya IKN bisa dipakai 100 tahun, kemudian mereka datang ke BPN katanya tidak bisa karena menabrak UU Pokok Agraria. Sehingga, hukumnya berantakan satu sama lain, kalau tidak ada kepastian hukum orang takut untuk kesana,” terang Yusril.

Dia juga mencontohkan, saat ini banyak orang mungkin “Ngeri-Ngeri sedap” mendirikan PT dengan tidak adanya kepastian hukum. Katanya, tiba-tiba bisa saja ada orang yang melakukan RUPS pada PT tersebut dan setelahnya berganti kepemilikan saham. Kemudian Kemenkumham bilang kalau tidak puas bawa ke pengadilan, yang belum tentu selesai di Mahkamah Agung (MA) dalam waktu 5 tahun.

“Kalau negara tidak ada kepastian hukum orang tidak berani. Misalnya, saya punya rumah warisan dari orangtua yang telah ber-sertifikat dari tahun 1962. Tiba-tiba dibatalkan oleh BPN dengan alasan ada cacat administrasi yang belakangan baru dikatakan. Kalau tidak ada kepastian hukum, tidak ada kepastian politik dan stabilitas politik orang tidak berani. Saya yakin Prabowo cukup paham masalah ini,” pungkasnya. (Zulfahmi Siregar) ***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *