JAKARTA – Anggota DPR RI periode 2014-2019 berinisial AAFS, angkat bicara soal perkembangan kasusnya yang mengadukan anggota DPR Fraksi Partai NasDem, Sugeng Suparwoto, soal dugaan pelecehan verbal yang terjadi pada April 2023. Yang terbaru, pihak Komnas HAM dan Komnas Perempuan telah mengeluarkan rekomendasi. Bagaimana perkembangannya, tim belarakyat.com berkunjung ke kediaman AAFS pada hari Sabtu (22/7/2023) di wilayah Cibubur, Jakarta Timur, untuk mewawancarai mengenai kasus yang menimpanya. Berikut wawancaranya:
Bagaimana perkembangan kasusnya, bisa diceritakan?
Ya saya juga mohon maaf nih, teman-teman yang kemarin banyak yang mencari saya, hubungi saya, belum respon ya. Terlalu banyak karena pengaduan baru masuk, baru sampai proses klarifikasi, belum berani ngomong apa-apa. Kalau sekarang pengen klarifikasi, pengen nanya-nanya, udah agak berani ngomong karena alhamdulillah aduan saya selain juga direspon oleh Bareskrim Polri dengan baik proses lidiknya juga sedang berjalan, saksi-saksi juga sedang diperiksa, alat bukti juga sudah diperiksa, Komnas HAM dan Komnas Perempuan sudah memberikan respon. Jadi sekarang agak lebih berani ngomong. Kalau di Bareskrim sendiri saya tinggal menjalani satu tahap lagi yaitu Visum Psikiatrikum namanya. Jadi kekerasan yang verbal itu Visumnya itu bukan fisik ya beda kalau misalnya dipukul, dianiaya kan Visumnya Visum fisik. Kalau verbal itu Visumnya Visum Psikis, jadi tinggal satu tahapan lagi. Setelah visum baru mungkin dari Bareskrim bisa menentukan unsur pidananya terpenuhi atau tidak.
Kenapa pada saat awal terjadi tidak melaporkan?
Satu ya, takut pasti ada karena saya perempuan, saya single parents dan anak saya masih kecil-kecil. Takut itu pasti ada. Kemudian yang kedua, waktu itu saya butuh masukan dan butuh referensi, saya harus gimana karena saya tidak mampu lagi untuk berkomunikasi dengan beliau yang notabene beliau posisi secara struktural jabatannya ada di atas saya, mewajibkan saya harus selalu berkoordinasi dengan beliau dalam setiap saya membuat kebijakan untuk DPD (DPD Partai Nasdem Cilacap) yang saya pimpin. Tapi pola komunikasinya selalu mengarah ke seksual, saya gak bisa, saya harus gimana. Nah waktu itu saya harus memutuskan mengadu terlebih dahulu karena yang paling saya kenal, yang paling saya tahu ke seseorang pimpinan Partai Nasdem. Saat itu saya mengadu pertama kalinya ke beliau.
Jadi kasusnya sudah lama sebelum ke Bareskrim?
Jauh, kejadiannya itu 21 Maret tahun 2022, udah lama. Pertama kali saya memutuskan untuk mencoba mengadukan dulu ke beliau (pimpinan Partai Nasdem) secara personal dan tertutup. Jadi saya menunjukkan saat itu chatnya (WA), masih fresh ya (Chat WA). Jadi beliau membaca lansung dari handphone saya dan beliau scroll sendiri.
Apa perasaan pimpinan Partai NasDem tersebut sebagai perempuan?
Lalu begini, ini saya berani mengklarifikasi chat. Ini (bukti chat WA) saya sudah berikan ke Bareskrim, MKD, Komnas Perempuan, Komnas HAM, kemudian mereka juga pasti sudah melalui proses verifikasi, pasti ada timnya. Komnas HAM juga sudah mengeluarkan rekomendasi dan Komnas Perempuan juga sudah mengeluarkan rekomendasi. Dan disini jelas bunyinya berpotensi tindak pidana, jadi kan tidak sembarangan menganalasinya. Dari Komnas HAM juga bersurat kepada Bareskrim. Waktu itu saya diinterview lansung oleh salah satu Komisioner Komnas HAM, pada pokoknya pengadu menyampaikan saudara pelaku kerap melakukan. Ini kesimpulan dari Komnas HAM, kerap mengirimkan pesan bermuatan pelecehan. Nah disini saya berani mengeluarkan statement bahwa chat ini bermuatan potensi pidana dan bermuatan pelecehan. Jadi waktu itu saya, bahkan yang menyarangkan saya untuk mengcapture chat ini adalah beliau (pimpinan Partai NasDem). Pesannya disimpan ya, siapa tahu dibutuhkan. Beliau baca sendiri. Waktu itu saya masih simpan nama SUGENG NEW, kalau gini takutnya kan bisa aja nomor lain tapi disimpan nama lain, jadi cetak (print) dua kali dengan hapus namanya biar nomornya muncul. Ini bisa dicek nomor dia atau bukan. Insya Allah saya gak mungkin merekayasa hal seperti ini, real terjadi apa adanya. Di waktu saya izin menghadap beliau (Sugeng) karena memang ada urusan partai di Cilacap yang harus saya selesaikan dan saya butuh petunjuk karena saya ingin membuat kebijakan untuk teman-teman Caleg Kabupaten yang sudah menyumbangkan suara, tapi selisih suaranya tipis-tipis sekali. Harus saya sampaikan ke Pak Sugeng, jadi pulang ke Cilacap sudah membawa kebijakan. Itu tujuan saya karena saya ingin menghadap ke beliau. Saya waktu itu saya selalu mengucapkan dengan bahasa sopan, jadi misalkan beliau bilang kita seperti Kakak Adik.
Intens sekali seperti Kakak Adik?
Saya tidak intens, saya komunikasi dengan beliau tidak intens dan merasa Bapak Anak sih. Saya itu memanggil beliau Kak, kalau di Nasdem kan panggilannya Kakak. Tapi karena saya orang Jawa dari kecil juga toto kromo.
Jadi urusan partai tidak ada masalah, urusan pribadi juga tidak ada masalah ya?
Sebelumnya tidak ada masalah, setiap bicara formal pada saya. Cuma lama-kelamaan terjadi pelecehan verbal.
Pelecehan seksual secara lisan terjadi gak?
Hampir gak ada sih. Jarang komunikasi. Komunikasi karena urgen karena saya harus menghadap beliau karena mau kembali ke Cilacap. Ngurusin Caleg yang gak jadi ini, semua kan nyariin saya kan saya Ketua DPD Cilacap. Saya mengakomodir itu kan saya harus konsultasi dulu dengan atasan maksudnya dengan jabatannya. Beliau kan koordinator pemenangan regional Jawa Tiga, melingkupi Jawa Tengah dan DIY Jogyakarta, berarti saya berada di bawah koordinasi beliau kan seperti itu. Boleh dong saya berkonsultasi membuat kebijakan.
Bagaimana tanggapannya soal klarifikasi Pak Sugeng di media?
Saya juga telah menyimak klarifikasi Pak Sugeng ya yang di media, dia bilang mau ketemu ke rumah silakan. Jadi sebenarnya saya sudah di rumah, kalau memang seperti itu beliau gitu bicaranya, mungkin saya ke rumahnya. Tapi karena ada embel-embel. Tadi saya mau menghadap di luar (AAFS sambil membacakan isi percakapan chat WA). Saya cancel dan memutuskan untuk tidak ke rumahnya.
Sudah berapa tahun kenal dengan Pak Sugeng?
Baru sebentar, ini kan saya beberapa kali koordinasi dengan beliau tentang kegiatan di daerah yang keberapa kalinya. Setelah itu gak respon lagi. Gak tau-taunya di bulan Agustus 2022, muncul lagi seperti ini, zaman-zamannya mau verifikasi faktual parpol, saya kan harus ke Cilacap karena saya Ketua DPD. Waktu itu saya sakit, Pak saya lagi sakit nanti saya sempatkan. (AAFS perlihatkan jawaban Chat WA Pak Sugeng).
Tau gak perilaku Pak Sugeng?
Saya udah tau agak lama. Kenapa kembali lagi ke nuangsa seksualitas, sementara di otak saya sudah tersimpan perilaku beliau walaupun saya gak bisa cerita disini, saya gak bisa validasi karena saya gak pegang bukti. Ada informasi kebetulan terjadi di Dapil saya dengan salah satu Caleg Kabupaten, itu ada.
Sebagai inisiator UU TPKS, jadi paham tentang kekerasan seksual verbal ya?
Itu tercatat di Cakrawikara. Ini tercatat di sejarah. Sejak tahun 2012 masyarakat sipil menginisiasi, mendorong, kemudian tahun 2012 belum berhasil. Kemudian saya sebagai pengusul yang mengusulkan RUU ini (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) sampai menjadi UU. Kemudian didukung Mba Rahayu Saraswati dan Diah Pitaloka dari PDIP. Saat itu belum ada yang berani mengusulkan sampai dititip akhirnya di Prolegnas saya yang berani pertama bicara, barulah saling melengkapi data, teori, dan saya ikut menyusun terminologi kekerasan seksual dari 14 terminologi. Kemudian saya konsultasikan terminology mana saja yang akan kita kaji juga dari segi pidananya karena kekerasan seksual ini deliknya aduan, artinya ketika suatu tindak pidana pelecehan seksual diadukan konsekuensinya pengadulah yang harus membuktikan. Jadi yang susah ini proses pembuktiannya, bentuk-bentuk modus, yang susah dipembuktiannya. Misalkan nih pelecehan seksual fisik, visum itu bisa telat lebamnya udah hilang. Dari 14 terminolgi dikerucutkan menjadi 9, itulah yang disetujui oleh pimpinan dan akhirnya disepakati dalam rapat paripurna menjadi Prolegnas jangka Panjang, belum prioritas sebagai RUU ini inisiatif DPR. Nah baru setelah itu digodok lagi di Baleg, terminologinya berkurang dari 14 ke 9, otomatis naskah akademiknya harus menyesuaikan, udah disesuaikan baru kita rapatkan di Baleg masuk ke Prolegnas prioritas.
Jadi wajar dong ya ketika mendapatkan persoalan seperti ini bener-bener kekeh untuk mengadukannya?
Kita mengusulkan UU itu kan punya cita-cita, punya tujuan. Mana mungkin ada UU diusulkan, diusulin diusulin aja, gak mungkin kan, tujuannya apa. Karena banyaknya pengadu yang tidak terakomodir karena mungkin pengadu seperti diibaratkan gunung es kasus pengadu dan teradu karena takut, karena tekanan, karena ancaman, relasi kuasa (atasan ke bawahan). Saya yang memperjuangkan dari tahun 2015 tidak hanya mengkaji secara substansi UU, tapi saya juga diundang oleh Komnas Perempuan setiap ada kegiatan diundang oleh mereka untuk mendengarkan pengaduan, mereka yang jadi korban saya mendengarkan semua pengaduannya, dan ini terjadi kepada saya, saya terancam. Sekarang terjadi sama saya dan terhalang dengan relasi kuasa secara struktural jabatan beliau lebih tinggi dari pada saya, artinya kapan pun beliau punya kewenangan untuk memberhentikan saya, mengganti saya, memecat saya, ini yang namanya terhalang relasi kuasa, seperti Bos ke bawahannya.