JAKARTA – Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengapresiasi kebijakan pemerintah dan DPR yang sepakat membatasi pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% hanya terhadap barang mewah. Tidak menyasar ragam kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan dasar lainnya, seperti kesehatan dan pendidikan. Rencana kebijakan ini diharapkan bisa mewujudkan kondisi perekonomian semakin kondusif.
“Untuk menghindari kesimpangsiuran, pemerintah dan DPR hendaknya membuat kepastian tentang ragam barang mewah yang akan dikenakan PPN 12% itu. Sebab, ketentuan tentang pajak penjualan barang mewah (PPnBM) sudah diatur dalam Undang-undang No.7 tahun 2021,” ujar Bamsoet di Jakarta, Senin (9/12/2024).
Wakil Ketua Umum Partai Golkar yang juga Ketua MPR ke-15 dan Ketua DPR ke-20 ini menuturkan, guna mencegah sektor industri mati suri, PPN 12% hendaknya juga tidak membidik bahan baku industri, termasuk barang modal. Sudah menjadi fakta bahwa produk manufaktur dalam negeri saat ini benar-benar terhimpit akibat serbuan produk impor yang dijual di pasar dalam negeri dengan harga dumping.
“Makna strategis dari pembatasan pemberlakuan PPN 12%, tidak hanya meringankan beban belanja masyarakat. Tetapi juga merawat kekuatan konsumsi rumah tangga sebagai salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi. Terlebih, daya beli sebagian besar masyarakat sedang melemah, terkonfirmasi oleh data tentang deflasi sebesar 0,12% di September 2024,” kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menambahkan, pembatasan pemberlakuan PPN 12% cukup membantu puluhan juta pelaku UMKM. Karena harga barang dan jasa yang mereka tawarkan tidak otomatis mengalami kenaikan sebagai konsekuensi dari kebijakan PPN yang baru. Kalkulasinya sederhana, jika harga barang dan jasa produk UMKM ikut dibebani PPN 12%, maka UMKM akan kehilangan pembeli atau pelanggan.
“Ketika sebuah UMKM berhenti berusaha karena harga barang dan jasa mereka menjadi lebih mahal akibat naiknya PPN, UMKM tersebut akan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya. Jadi, tidak bijak jika kebijakan baru tentang PPN hanya berakibat pada bertambahnya jumlah pengangguran, akibat ketidakmampuan UMKM menjaga kelangsungan usaha masing-masing,” pungkasnya.