Usaha Setengah Hati Mendorong Pemilu Berkualitas

Pemilihan umum semestinya tidak dimaknai sekadar sebagai pergantian kekuasaan, lebih dari itu pemilu mesti dipahami sebagai sebuah peristiwa politik yang menentukan nasib bangsa selama lima tahun ke depan bahkan lebih.

Pemilu yang berkontribusi pada perubahan wajah bangsa hanya bisa terjadi bila hajatan lima tahunan tersebut terselenggara dengan kualitas yang baik. Paling tidak ada tiga prinsip dasar untuk mengidentifikasi kualitas pemilu yakni akuntabilitas, keterbukaan dan kejujuran. Langkah KPU yang memutuskan menghapus kewajiban peserta pemilu untuk melaporkan dana kampanye tidak selaras dengan prinsip akuntabilitas, keterbukaan, dan kejujuran. Ujungnya komitmen KPU untuk mewujudkan pemilu berkualitas patut diragukan.

Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) yang dihapus KPU merupakan instrumen penting bagi masyarakat Indonesia yang telah memiliki hak pilih untuk mengidentifikasi sumber dan penggunaan dana kampanye peserta pemilu sebelum hari pencoblosan, kehadiran LPSDK pada dasarnya membantu pemilih mengetahui rekam jejak peserta pemilu khususnya pada aspek penggunaan dana, dengan demikian terbuka peluang bagi pemilih untuk menjatuhkan pilihan dengan tepat. Hal ini penting agar peserta pemilu yang tidak transparan pada aspek perolehan dan penggunaan dana kampanye dapat diminimalisir keterpilihannya oleh pemilih.

Waktu kampanye yang singkat, akan mendorong peserta pemilu untuk mensosialisasikan diri secara sangat massif agar dikenal masyarakat, bila dikenal maka peluang keterpilihan menjadi lebih besar.

Sudah menjadi rahasia umum, proses sosialisasi saat kampanye membutuhkan biaya yang besar, semakin massif sosialisasi tersebut maka semakin besar biaya yang digunakan. Hilangnya kewajiban melaporkan dana kampanye dalam bentuk LPSDK tidak menutup kemungkinan akan mendorong peserta pemilu untuk mengakses pendanaan dari sumber yang tidak dibenarkan menurut aturan main pemilu, pada aspek penggunaannya juga sangat mungkin digunakan dengan melanggar aturan main pemilu, semua kemungkinan itu bisa terjadi karena peserta pemilu merasa bahwa sumber dan penggunaan dana tersebut tidak perlu mereka laporkan sebelum hari pencoblosan. Tentu ini bukan pertanda baik bagi pemilu dan demokrasi.

KPU sebagai penyelenggara pemilu semestinya berada di garis terdepan untuk secara total mewujudkan pemilu berkualitas dengan mengacu pada prinsip akuntabilitas, keterbukaan, dan kejujuran yang merupakan prinsip dasar pemilu.

Akan susah mendorong masyarakat untuk terlibat mendorong pemilu berkualitas bila terdapat keputusan KPU yang tidak mengarah pada upaya mendorong pemilu berkualitas, dan keputusan menghapus laporan dana kampanye dalam bentuk LPSDK bertentangan dengan semangat mewujudkan pemilu berkualitas.

Penulis: Zaenal Abidin Riam, 
Pengamat Kebijakan Publik/Koordinator Presidium Demokrasiana Institute

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *