JAKARTA – Anggota Komisi 4 DPR Hermanto mendesak Pemerintah agar lebih serius dalam meneliti dan mengembangkan biodiesel B100 untuk mengantisipasi penolakan masyarakat Uni Eropa terhadap minyak sawit atau CPO (crude palm oil) Indonesia. Uni Eropa akan menyetop total impor minyak sawit dari Indonesia tahun 2030 yang diawali dengan pengurangan penggunaan sejak tahun 2024
“Pemerintah harus berani mematok target B100 bisa diimplementasikan secara efektif di seluruh sektor di dalam negeri paling lambat tahun 2030. Dengan demikian, CPO yang semula dialokasikan untuk ekspor ke Uni Eropa bisa dialihkan penggunaannya di dalam negeri,” papar Hermanto kepada wartawan.
Pemerintah Indonesia sudah, sedang dan terus mengupayakan penguatan pasar domestik untuk komoditas sawit melalui program biodiesel. Upaya tersebut saat ini, tepatnya mulai September 2018, sudah mencapai B20. B20 adalah istilah yang mengacu pada campuran bahan bakar dengan kandungan 20 persen minyak nabati dan 80 persen minyak bumi. Angka 20 pada “B20” menunjukkan jumlah minyak nabati yang terkandung dalam campuran biodiesel tersebut. Mulai Januari 2020, rencananya akan dinaikan ke B30.
“Meskipun saat ini baru melaksanakan program B20, kajian-kajian terhadap penggunaan B100 sudah mulai dilakukan,” ungkap legislator dari PKS ini.
Menurutnya, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian telah melakukan uji pada mobil Hilux Turbo 2.400 cc double cabin dalam perjalanan sejauh 6.173 km.
“Hasilnya, menggunakan bahan bakar B100 lebih irit dibandingkan solar murni. Dengan biodiesel B100, rata-rata bisa menempuh jarak 13,1 km/liter. Adapun dengan solar, rata-rata hanya menempuh jarak 9,6 km/liter,” paparnya.
Biodiesel B100 itu, lanjutnya, bahan bakar dari minyak sawit murni. Samasekali tidak dicampur solar. “Terbukti bisa menggerakkan mobil,” ucapnya.
Selanjutnya tinggal dilakukan uji-uji lain dan berbagai penyempurnaan untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang ada. Kalau hal tersebut dilakukan dengan serius, mestinya berbagai kekurangan bisa ditemukan solusinya.
“Kalau dikerjakan dengan serius, target penggunaan B100 di berbagai sektor mestinya bisa terlaksana di tahun 2030,” pungkas legislator dari dapil Sumbar 1 ini. (joko)