Jakarta – Puluhan massa aksi yang tergabung dalam lembaga Aliansi Masyarakat Peduli Hukum Sulawesi Tenggara (AMPUH Sultra) melakukan aksi unjuk rasa di depan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara terkait penolakan hadirnya anak Perusahaan Harita Group, PT. Gema Kreasi Perdana (PT. GKP) di Pulau Wawoni, Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Koordinator Aksi Arin Fahrul Sanjaya, dalam orasinya mengatakan bahwa PT. Gema kreasi Perdana (PT.GKP) merupakan anak Perusahaan Harita Group merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di sektor Pertambangan Nikel yang dianggap kebal hukum. Karena, sambungnya, merupakan satu-satunya perusahaan yang tidak dicabut IUP-nya di Pulau Wawoni dan dinilai tidak patuh terhadap regulasi hukum.
“Sebagaimana dalam ketentuan Pasal 35 Undang-Undang nomor 1 Tahun 2014 Perubahan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 Tentang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau pulau Kecil,” katanya kepada media, Selasa (24/01/23).
Lebih lanjut, Arin sapaan akrabnya mengatakan, anak Perusahaan milik Harita Group disinyalir menuai sorotan karena keberadaannya di Kabupaten Konawe Kepulauan bahwa aktivitas PT. GKP dinilai melanggar hukum.
“Karena melanggar aturan – aturan yang ditetapkan Pemerintah namun hingga detik ini perusahan tersebut masi terus melakukan aktivitas penambangan di wilayah pesisir dan pulau pulau kecil dan dia juga menduga adanya kolaborasi antara Pemerintah daerah dengan Pihak Direktorat Jenderal Minerba terkait penertiban IUP PT.GKP yang melanggar Hukum,” ujarnya.
Ditempat yang sama, Risaldi selaku Korlap 2 menyampaikan bahwa kegiatan Pertambangan di areal yang dilarang oleh Pemerintah juga dengan jelas melanggar ketentuan Pasal 134 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Sehingga perlu kiranya untuk mengusut tuntas terkait keberadaan Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT. Gema Kreasi Perdana di daerah yang merupakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Risal menambahkan, bahwa PT. GKP seharusnya tidak melakukan aktivitas pertambangan sesuai UU nomor 27 tahun 2007 dengan perubahan UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU 27/2007 jo UU 1/2014) pasal 1 angka 3 berbunyi : Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 KM persegi beserta kesatuan Ekosistemnya. Sedangkan wilayah Pulau Wawoni hanya mempunyai luas 867,58 KM persegi.
“Dengan demikian wilayah Pulau Wawoni digolongkan ke dalam Pulau Kecil. Hal ini berarti tidak tepat jika Direktorat Jenderal Minerba menyetujui Izin usaha pertambangan ( IUP) milik PT. GKP,” ungkapnya.
Oleh karena itu, pihaknya menegaskan akan kembali melaksanakan aksi Jilid 2 terkait dugaan pelanggaran hukum PT. GKP dan dengan tegas meminta Kementerian ESDM RI melalui Dirjen Minerba untuk mencabut IUP PT. GKP yang terletak di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil atau tepatnya di Pulau Wawoni, Kab. Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Besar harapan kami kepada Pihak Pemerintah pusat untuk menindak lanjuti PT.GKP sesuai dengan ketentuan perundangan undangan yang berlaku,” pungkasnya.