OBI, MALUKU UTARA – Tokoh masyarakat Pulau Obi, sekaligus Pengurus Pusat Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (DPP APRI), Imran Safi Malla, secara terbuka membela PT Harita Nickel terkait tuduhan pencemaran air di kawasan Kawasi yang dilayangkan oleh sejumlah lembaga asing, termasuk OCCRP dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan.
Dalam pernyataan tegasnya, Imran Safi Malla yang akrab disapa Fatah menyatakan bahwa tuduhan-tuduhan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dan cenderung bersifat provokatif. Ia menekankan bahwa selama beroperasi di Pulau Obi, PT Harita Nickel telah memberikan kontribusi positif yang signifikan bagi masyarakat setempat, termasuk dalam implementasi praktik pengelolaan yang berwawasan lingkungan.
“Sebagai bagian integral dari masyarakat Obi, saya merasa bertanggung jawab untuk meluruskan informasi yang beredar. Tuduhan pencemaran itu jelas tidak benar. Sepengetahuan saya, PT Harita Nickel sangat memperhatikan aspek-aspek lingkungan dalam setiap kegiatan operasional mereka,” ujar Fatah dalam keterangan persnya, Minggu (25/5/25).
Lebih lanjut, Imran menjelaskan bahwa masyarakat Kawasi secara langsung merasakan dampak positif dari kehadiran PT Harita Nickel, terutama dalam hal penciptaan lapangan pekerjaan dan pelaksanaan berbagai program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang menyentuh berbagai aspek kehidupan di Pulau Obi.
“Kami menyaksikan sendiri bagaimana Harita memberdayakan masyarakat di sini. Jika memang ada permasalahan lingkungan, tentu kami sebagai warga pertama yang akan merasakannya. Namun, kenyataannya tidak demikian,” imbuhnya.
Imran berharap pernyataannya ini dapat memberikan perspektif yang lebih seimbang terkait isu yang sedang berkembang dan meredam spekulasi yang tidak akurat mengenai operasional PT Harita Nickel di Pulau Obi.
Menurutnya, pihak-pihak yang melancarkan serangan isu lingkungan terhadap Harita pada akhir Mei 2025 bukanlah masyarakat lokal yang sehari-hari berinteraksi dengan kondisi di Obi. Ia berpendapat bahwa narasi yang seharusnya dikedepankan adalah narasi pembangunan, bukan upaya mencari-cari kesalahan perusahaan, terutama karena pihak-pihak tersebut diduga terafiliasi dengan NGO asing yang memiliki agenda tertentu.
Imran secara tegas menyatakan bahwa ada indikasi kuat pihak-pihak tertentu yang berupaya untuk menghentikan operasional pertambangan Harita. Ia menekankan bahwa jika memang terdapat masalah lingkungan, solusi konkret harus diutamakan, mengingat pencabutan izin dan penghentian operasional akan berdampak serius pada ribuan tenaga kerja dan keluarga mereka.
Lebih jauh, Imran menduga bahwa isu ini merupakan bagian dari skema global untuk menghambat investasi nikel di Maluku Utara. “Nampak jelas bagi saya bahwa ada pihak-pihak yang memiliki agenda untuk menutup pertambangan Harita. Jika memang ada masalah lingkungan, mari kita cari solusi bersama, bukan malah menghentikan operasional yang akan menghilangkan mata pencaharian ribuan pekerja. Saya melihat ini sebagai bagian dari upaya yang lebih besar untuk menghambat investasi nikel di Maluku Utara,” tegas Imran.
Dugaan Imran ini sejalan dengan beberapa pandangan yang muncul terkait persaingan global dalam industri nikel dan upaya negara-negara tertentu untuk mempengaruhi rantai pasok. Meskipun belum ada konfirmasi langsung mengenai “skema global” yang dimaksud, sentimen serupa mengenai potensi persaingan dan pengaruh asing dalam isu lingkungan di sektor pertambangan Indonesia telah beberapa kali mencuat di media.
Untuk itu, dirinya berharap masyarakat Obi lebih bijak dan sadar betapa kuat pengaruh kelompok-kelompok agar tambang harita di daerah harus tutup dengan isu lingkungan. “Hal ini juga masalah serius yang harus sama-sama kita pikirkan bagaimana nasib ribuan orang tentang hak-haknya yang dijamin oleh konstitusi yang tertuang dalam ayat 2 ” tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian Undang-Undang Dasar 1945,” pungkasnya.