Tiga Keahlian bagi Si Mayoritas Tertindas

Bahwa susunan hirarki masyarakat merupakan fakta dan realitas. Bahwa segolongon kecil berada di atas segolongan yang besar.

Golongan yang kecil ini secara sistematis dan struktural mengeksploitasi secara langsung maupun tidak langsung golongan yang besar. Mereka meraup hasil-hasil surplus dari kerja dan pertukaran ekonomis yang tidak seimbang antara golongan yang kecil dan golongan yang besar.

Golongan kecil ini menguasai akses-akses ekonomi, sumber-sumber keuangan, informasi hungga politik sehingga golongan yang kecil selamanya berada di atas golongan yang besar.

Di titik inilah terjadinya ketegangan, pertentangan dan pertarungan abadi antara golongan kecil yang menguasai sumber-sumber penting survivalitas dan mobilitas vertikal kehidupan.

Dan karena golongan yang kecil ini menguasai negara, maka negara digerakkan dan dioperasikan untuk melindungi keuntungan-keuntungan kedudukan mereka, sehingga wujudnya negara mengabdi dan melayani golongan yang kecil ini. Dan di sinilah sebabnya, mengapa banyak pihak dari golongan yang besar amat susah mengubah nasib secara ekonomi dan turun temurun menjadi orang miskin dan marginal.

Hanya keajaiban dan itu bukanlah realitas jamak, beberapa orang dari golongan yang besar ini menjadi kaya dan memiliki kedudukan yang tinggi, kecuali mereka memiliki hubungan simbiosis secara personal dengan orang-orang dari golongan kecil yang berkuasa itu. Jadi, perubahan nasib hanya berlangsung parsial dan random, bukan perubahan nasib yang berlangsung massal dan struktural.

Lagi pula, golongan yang kecil ini akan selalu berupaya agar kondisi eksploitatif tetap terjaga dan langgeng, supaya tenaga-tenaga yang tersedia serta kompetitor-kompetitor terhadap akses ekonomi dan politik tetap menguntungkan dan terkendali. Para pihak dari golongan yang kecil ini senantiasa memilih mengekslusifkan pergaulan sosial mereka dengan sesama mereka demi menjaga piviledge dan kenyamanan-kenyamanan sosial dan kultural yang telah terbentuk sedemikian rupa.

Kecuali mereka memerlukan dukungan dalam kontestasi politik dan elektoral, maka mau tak mau mereka membuka ekslusivitas mereka untuk secara berpura-pura menyapa dan memberi kompensasi dan konsesi kecil-kecilan kepada golongan yang besar yang hidup susah.

Golongan yang besar ini harusnya menyadari keadaan struktural dan kronis yang menyandera mereka. Hal itu hanya bisa dipecahkan dengan aksi-aksi berikut:

1. Golongan yang besar ini, harus mempunyai sistem pendidikan yang mencerminkan kebutuhan-kebutuhan fundamental sekaligus praktis mereka. Pendidikan mereka haruslah dengan standar otentik dari mereka.

Ukuran-ukuran keberhasilan dan nilai-nilai logis, etis dan estetis sepenuhnya merefkeksikan lehidupan khas yang mereka jalani. Pendidikan mereka tidak boleh diatur, didisiplinkan dan dievaluasi oleh golingan yang kecil, karena akan jatuh menjadi tendensi kepentingan golongan yang betkuasa.

Maka itulah yang terjadi dalam dunia pendidikan nasional dan formal dari SD hingga Perguruan Tinggi di Indonesia saat ini. Tiap rezim berganti kurikulum, dan pergantian kurikulum itu mengabaikan kepentingan, aspirasi dan orientasi golongan mayoritas ynag terekspkoitasi oleh sistem pendidikan.yang berjalan selama ini secara korup terang-terangan.

2. Golongan yang besar ini harus memiliki kemampuan dan keterampilan berikut ini sebagai senjata sosial politik mereka secara praktis guna menghadapi tekanan dan tindihan operasi kekuasaan golongan yang kecil tersebut, yaitu:

a. Demonstrasi atau aksi massa. Hampir semua kekuasaan, keruntuhannya melibatkan faktor demonstrasi massa. Kesaktian demonstrasi bagi golongan yang lemah tereksploitasi telah terbukti dan senantiasa membuat jengkel, kuatir dan menakutkan bagi golongan kecil yang diuntungkan secara struktural.

Strategi dan teknik-teknik demonstrasi ini harus benar-benar diajarkan dengan baik dan terevaluasi.

b. Organisasi. Keahlian menghimpun kekuatan secara terstruktur dan terorientasi dengan apa yang dimaksud dengan organisasi, harus juga diajarkan dan dilatihkan bagi kader-kader dari golongan yang besar tereksploitasi tersebut. Kerapian, soliditas, loyalitas dan kecepatan bereaksi dari suatu organisasi secara terpimpin harus diajarkan dan dilatihkan sedemikian rupa.

c. Publikasi. Tanpa publikasi yang besar dan optimum, setiap aksi dan program dari golongan yang besar tersebut, tidak memberikan efek gentar bagi golongan yang kecil yang menguasai mereka. Dan pada itu juga, publikasi berguna membangkitkan semangat, keberanian dan kreativitas baru bagi golongan yang besar dalam memperjuangkan nasib mereka.

Jadi, tiga keahlian itu saja dimiliki oleh golongan mayoritas yang telah lama tereksploitasi, dipandang akan dapat membantu mereka merebut hal-hak esesnsial mereka sebagai manusia yang diberikan hak mulia di sisi Allah SWT.

Masalahnya, tidak satupun capres yang berkeliaran memiliki sudut pandang semacam ini, dikarenakan pengambilan representasi politik mereka bukan dalam rangka memperjuangkan golongan mayoritas.

Oleh; SE Dasopang, pengamat sosial

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.