JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan kembali meminta pemerintah berhati-hati jika ingin mencetak uang baru sebanyak Rp600 triliun. Baginya, cetak uang sebanyak itu akan menganggu sistem ekonomi nasional.
“Saya sebelumnya sudah meminta agar Pemerintah berhati-hati bila ingin mencetak uang baru Rp 600 Trilliun karena sangat akan mendorong meningkatkan inflasi serta menurunkan daya beli rakyat,” kata Syarief pada wartawan, Jumat (8/5/2020).
Sebelumnya, Syarief memberi saran kepada pemerintah karena uang baru akan mendorong inflasi yang tinggi dan membuat rakyat semakin kehilangan daya beli masyarakat dari dampak parah Covid-19.
Apalagi, lanjut Syarief, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemik Covid-19 dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan atau stabilitas sistem keuangan. Mengingat aturan itu, membolehkan pemerintah mencetak uang baru.
Saran Syarief itu ternyata ditanggapi oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjoyo bahwa BI tidak akan melaksanakan kebijakan tersebut karena bukan seperti itu kebijakan moneter.
“Kini kembali kepada Pemerintah, kami imbau lagi agar harus lebih hati-hati karena mungkin kebijakan yang akan ditempuh menaikkan defisit APBN diatas 3 % ( diizinkan Perppu no 1 2020) atau apakah Pemerintah akan mencari Utang Baru?? Sekarang saja utang sudah lebih dari Rp 6000 Trilliun berarti utang rakyat Indonesia akan semakin meningkat tajam,” jelas politisi senior Partai Demokrat ini.
“Artinya Debt Ratio Indonesia akan meningkat tajam bisa mencapai 60-70% dan tentunya akan mendapatkan response negatif dari investor dan pasar karena kemampuan untuk membayarnya diragukan. Sebagai catatan Debt Ratio di Era SBY sudah turun dari 56 % menjadi 24 %. Dan kini sudah naik lagi ke 30 persen,” sambung Syarief.
Menurut Syarief, salah satu strategi yang bisa ditempuh adalah lakukan realokasi anggaran proyek-proyek infrastruktur, realokasi anggaran calon ibukota baru dan penghematan anggaran secara terukur dan transparan dan akuntabel.
“Kini pengawasan penggunaan anggaran sulit dilakukan oleh legislatif karena penyusunannya pun tanpa sepengetahuan legislatif,” ujarnya.
Syarief mengungkapkan, rakyat ingin setiap penggunaan anggaran untuk menjamin kepentingan kesehatan dan ekonomi Rakyat yang harus menjadi prioritas dan langsung membantu rakyat seperti bantuan BLT dan bantuan sosial lainnya, bukan dalam bentuk pelatihan seperti kasus Rp 5.6 Trilliun.
“Tentunya Pemerintah akan melakukan langkah apapun baik strategi kebijakan Fiskal maupun moneter yang akan ditempuh untuk melanjutkan pembangunan karena sudah didukung Perppu. Harapan kita agar Pemerintah harus extra hati-hati dan jangan terlalu membebani rakyat yang kini sudah semakin sulit dan terdampak pandemi Covid-19. Utamakan program kepentingan kesehatan rakyat dan tentunya persiapan untuk economy recovery pasca Covid-19,” papar Syarief. (HMS)