Seruan Keras untuk Copot Kapolres Seruyan: Rakyat Bangkit Lawan Kriminalisasi

SERUYAN, Kalimantan Tengah ~ Gelombang protes dan kekecewaan menggema dari jantung Kalimantan Tengah. Aliansi Masyarakat Penegak Supremasi Hukum Indonesia (AMPUH INDONESIA) bersama Aliansi Masyarakat Seruyan Bersatu menyerukan pencopotan Kapolres Seruyan, AKBP Hans Itta Papahit, yang diduga kuat terlibat dalam tindakan represif dan kriminalisasi terhadap warga dalam konflik agraria yang melibatkan perusahaan kelapa sawit.

Dalam keterangannya, Saipul selaku Koordinator aksi dari Aliansi Masyarakat Seruyan mengatakan, Konflik ini mencuat setelah tertangkapnya 32 warga saat melakukan panen raya di lahan yang disengketakan dengan perusahaan perkebunan AKPL. Warga mengklaim lahan tersebut sebagai bagian dari wilayah adat dan sumber penghidupan mereka. Alih-alih dilindungi, warga justru ditangkap dan ditekan. Peristiwa ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan prinsip keadilan sosial yang dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28D dan 28H.

Fakta di lapangan menunjukkan indikasi keterlibatan sejumlah perusahaan sawit dalam praktik-praktik tidak etis, termasuk dugaan pemberian dana kepada oknum aparat guna mengamankan kepentingan korporasi. Hal ini berpotensi melanggar Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 5 dan Pasal 12 yang mengatur pemberian gratifikasi kepada pejabat negara. Ungkap Saipul, Jum’at (12/9/2025).

Tindakan represif aparat terhadap warga sipil yang memperjuangkan hak atas tanah juga dinilai bertentangan dengan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, terutama Pasal 9 ayat (1) yang menjamin hak atas hidup, penghidupan, dan perlindungan dari perlakuan sewenang-wenang. Selain itu, hak atas tanah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan zaman. Imbuhnya.

Aliansi masyarakat menilai, tindakan Polres Seruyan bukan sekadar pelanggaran prosedural, namun sudah masuk pada wilayah pelanggaran konstitusional. Ketika institusi kepolisian diduga menjadi alat represi demi kepentingan korporasi, maka bukan hanya hukum yang dilukai, melainkan juga nilai-nilai dasar negara dan amanat reformasi.

Oleh karena itu, masyarakat mendesak Kapolda Kalimantan Tengah dan Mabes Polri untuk segera mencopot Kapolres Seruyan dari jabatannya serta melakukan penyelidikan menyeluruh. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Pasal 13 dan Pasal 14 yang menekankan fungsi polisi sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Tegasnya.

Saipul menekankan, Tuntutan masyarakat juga mencakup penghentian segera segala bentuk kriminalisasi terhadap warga yang sedang memperjuangkan hak atas tanah dan ruang hidup. Negara tidak boleh tunduk pada kekuasaan modal. Sebaliknya, negara wajib hadir untuk menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat dan Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Suara dari Seruyan kini menggema lantang: hentikan penyalahgunaan wewenang! Kepolisian harus kembali ke jati dirinya sebagai penegak hukum yang berintegritas dan profesional. Masyarakat Seruyan tidak akan berhenti menuntut keadilan, hingga hukum ditegakkan tanpa pandang bulu dan hak-hak rakyat dikembalikan secara utuh. Pungkas Saipul.
(CP/red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *