BEKASI – Modus kejahatan perbankan belakangan ini semakin marak, kali ini kejahatan perbankan di Kota Bekasi diindikasi menumbalkan seorang Customer Service bernama Elisabeth Caecilia Dacosta, wanita paruh baya yang sudah bekerja selama belasan tahun di BPR MP didakwa menggelapkan uang Bank Perkreditan Rakyat (BPR-red) tersebut terhitung mulai dari tahun 2014 hingga 2020 sebesar 8,5 Miliar Rupiah dengan cara pemalsuan bilyet deposito.
Pada saat sidang lanjutan kasus tersebut bergulir di Pengadilan Negeri (PN-red) Kota Bekasi, Rabu (2/2/2022) Kuasa Hukum dari terdakwa Elisabeth Caecilia Dacosta, Harris Hutabarat. SH dalam keterangan persnya mengatakan “hasil sidang di hari ini hakim meminta bukti-bukti kepada mereka (BPR-red) perihal deposito yang sudah dicairkan, yang mana deposito itu copy-nya ada di Bank dan bilyet deposito aslinya ada di nasabah, atas nama Monang Sagala copy bilyet depositonya ada namun aslinya tidak ada, dan atas nama Muhammad Iswandi ada bilyet aslinya tapi copy bilyet depositonya tidak ada. Hakim menanyakan bukti-bukti tersebut ada dan dibawa atau tidak? Dan hakim menanyakan jika pembayaran dilakukan dengan cara melalui internet banking, dibawa atau tidak bukti pembayaran melalui internet banking tersebut? Ternyata mereka (BPR-red) tidak membawa tanda bukti yang diminta oleh majelis hakim,” Terang Harris Hutabarat. SH.
Harris menambahkan “Transaksi keuangan perbankan itu kan setiap harinya harus ada laporan keuangan berupa :
harus ada laporan keuangan berupa :
1.Laporan posisi keuangan
( neraca)
2.Laporan Laba Rugi
3.Laporan ekuitas
4.Laporan perubahan posisi
Keuangan berupa arus kas
Harusnya bank sudah mengetahui dari jauh-jauh hari, ini masa 6 tahun bank baru mengetahui bahwa ada persoalan. Bank sebagai lembaga Trush harusnya punya laporan keuangan, laporan neraca rugi-laba dalam tiap harinya, ini kok 6 tahun berlalu baru diketahui ada masalah, kan ini menjadi pertanyaan besar bagaimana pertanggung jawaban BPR terhadap duit masyarakat. Hal tersebut harus didalami lagi baik oleh aparat penegak hukum maupun oleh majelis hakim, karena alur persoalan hanya dituduhkan kepada seorang Customer Service (CS-red) membobol uang 8,5 Miliar selama 6 tahun. Dimanakah pimpinan-pimpinan yang lain, bukankah dalam perusahaan perbankan itu ada Direktur Utama, Direktur Operasional, Accounting? Apakah accounting nya tidak mencatat? Apakah manajer operasinya tidak memeriksa? Apakah direkturnya tidak memeriksa?” Imbuh Harris penuh tanda tanya.
Dalam kesempatan yang sama, Iga Made Agung. SH yang juga sebagai kuasa hukum Elisabeth Caecilia Dacosta menambahkan “kami sebagai kuasa hukum dari terdakwa Elisabeth mensinyalir adanya dugaan penumbalan terhadap klien kami atas diduga pembobolan keuangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR-red) tersebut, dia hanya bekerja sebagai Customer Service (CS-red) selama dia bekerja dari tahun 2002 hingga 2019 lalu dan kemungkinan yang sangat kecil seorang CS bisa mencairkan deposito tanpa adanya kerjasama dengan dewan direksi BPR tersebut. Sekarang ini dunia digital sudah lebih canggih, segala laporan keuangan khususnya perbankan sekarang sudah secara komputerisasi, segala laporan tersimpan di komputer dan bisa bergerak karena ada perintah dari atasan dan harus ada ‘password’ kemana uang itu dipindahkan atau dicairkan. Sekali lagi kami tegaskan, dalam dunia perbankan itu setiap hari ada laporan baik itu laporan neraca maupun laporan hilir mudik keuangan, laporan bulanan pun dalam dunia perbankan itu pasti ada, dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS-red) itu pasti ada setiap tahunnya, kenapa baru sekarang setelah 6 tahun berlalu baru ketahuan ada persoalan, sebelumnya kemana? Itu kan sama saja dengan pembobolan bank toh?” Terang Iga Made Agung.
“Kami meminta kepada para penegak hukum untuk usut tuntas kasus tersebut sampai ke akar-akarnya, jangan hanya klien kami yang Ditumbalkan oleh para oknum perbankan pembobol Bank.” Pungkas Iga Made Agung. SH.
(CP/red)