Seminar & Bedah Buku “Ekonomi Politik Indonesia dan Antarbangsa”, Karya Prof Didin S. Damanhuri

JAKARTA – Indonesia telah mencapai kemajuan yang signifikan dalam berbagai bidang pembangunan, tak terkecuali dalam bidang ekonomi politik. Melalui berbagai kebijakan strategis, pembangunan telah berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi yang konsisten dan penyediaan infrastruktur yang memadai, sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan.

Meski demikian, pemerintah perlu terus mengembangkan beragam kebijakan strategis yang mampu membebaskan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap).

Bacaan Lainnya

“Orientasi pembangunan Indonesia perlu berfokus tidak hanya pada pertumbuhan ekonomi dengan menjadikan pertumbuhan PDB sebagai satu-satunya standar dan tolak ukur keberhasilan, tapi juga harus memperhatikan struktur sosial masyarakat.

“Jika pertumbuhan ekonomi cenderung terpusat pada segmen masyarakat menengah ke atas akan mengakibatkan ketimpangan ekonomi yang semakin besar di antara berbagai lapisan masyarakat, dan pada akhirnya memperdalam masalah sosial di Indonesia,” beber Prof Didin S. Damanhuri dalam seminar dan diskusi buku “Ekonomi Politik Indonesia dan Antarbangsa” yang terselenggara di gedung Kementerian PPN/Bappenas. Senin, (20/11/2023).

Selain mengenalkan konsep ‘Degrowth’ sebagai alternatif pembaruan moneter, Didin dalam bukunya juga mengusulkan untuk mengganti konsep gross domestic product (GDP) dengan Gross National Happiness (GNH) seraya mengajak pemerintah melihat potensi sektor-sektor padat karya, seperti agrobisnis dan agroindustri sebagai jawaban dalam menjembatani kebutuhan penyerapan tenaga kerja lokal.

“Sektor-sektor ini dapat memegang peranan penting dalam upaya mengatasi permasalahan ketimpangan sosial yang menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat Indonesia untuk keluar dari middle income trap,” urai Prof Didin.

Seminar dan bedah buku ini dibuka oleh Bapak Suharso Monoarfa (Menteri PPN/Kepala Bappenas) dan sambutan oleh Prof. Dr. Arif Satria (Rektor IPB), serta pengantar diskusi oleh Prof. Dr. Didin S. Damanhuri.

Kegiatan yang menghadirkan tiga pembahas: Fachry Ali, Amich Alhumami, Amalia Adininggar Widyasanti, dengan moderator Aloysius Budi Kurniawan ini diselenggarakan secara hybrid yang diikuti oleh perwakilan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, akademisi, organisasi masyarakat sipil, perwakilan media massa.

Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengingatkan pembangunan nasional yang berkualitas merupakan hasil dari harmonisasi dan orkestrasi pembangunan di lintas bidang dan wilayah. Pembangunan ekonomi dan politik yang berkelanjutan akan mencapai manfaat optimal jika pembangunan manusia juga diupayakan secara maksimal.

“Kebijakan pembangunan yang hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi berpotensi menimbulkan kesenjangan sosial yang besar. Oleh karenanya, dalam RPJPN 20205-2045, pembangunan nasional diarahkan agar mencapai keselarasan antara transformasi sosial, transformasi ekonomi, dan transformasi tata kelola. Dengan beragam terobosan kebijakan kita menargetkan posisi Indonesia bisa naik ke posisi tengah di kelas middle income, tidak lagi di posisi bawah di middle income,” sebut Menteri Suharso dalam sambutannya.

“Kebijakan yang kongruen di segala bidang dan wilayah menjadi kunci agar pembangunan nasional dapat diakses, dimanfaatkan, dijaga, dan dikembangkan secara optimal oleh seluruh lapisan masyarakat. Tentu saja, hal ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara Indonesia. Kita bisa mencatat pengalaman Bali pada masa pandemi Covid-19.

“Wilayah ini berhasil melakukan pemulihan ekonomi dengan tidak hanya bergantung pada sektor pariwisata saja, tetapi juga dengan mengembangkan sektor-sektor berbasis blue economy dan green economy. Bappenas kala itu turut mendorong Bali untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT), dan itu berhasil membuat Bali bangkit dari keterpurukan akibat pandemi,” ujar Suharso.

Senada dengan Menteri Suharso, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti, Ph.D menegaskan, produktivitas menjadi kunci bagi Indonesia untuk keluar dari Middle Income Trap. Pemerintah, menurutnya, selalu berkomitmen mewujudkan ekonomi pembangunan berorientasi produktivitas yang inklusif dan berkelanjutan.

“Memang sasaran pembangunan yang dituliskan dalam RPJMN maupun RKP salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi (GDP), namun kami menyadari bahwa ukuran kesejahteraan tidak hanya dapat diukur GDP. Oleh sebab itu Bappenas merumuskan 6 sasaran pembangunan: GDP, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, rasio gini untuk mengukur ketimpangan, indeks pembangunan manusia, dan penurunan emisi gas rumah kaca,” sebut Amalia.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas, Drs. Amich Alhumami, M.A., M.Ed., Ph.D mengungkapkan, kebudayaan menjadi modal penting yang berkontribusi pada pembangunan nasional dan turut berperan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

“Kita bisa belajar dari Spanyol yang sumber pendapatannya bertumpu pada pariwisata berbasis tinggalan cagar budaya. Begitu juga Inggris, Jepang, Korea Selatan, atau China yang mampu melakukan akselerasi pembangunan sosial-ekonomi berorientasi kebudayaan, dengan melakukan kapitalisasi atas nilai-nilai dan kekayaan budaya melalui suatu proses modernisasi. Indonesia bisa belajar dari negara-negara tersebut bagaimana menjadikan kebudayaan sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan,” tuturnya. (ari)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.