Tahun 1984 merupakan tahun yang tak akan pernah saya lupakan seumur hidup. Saat itu saya mendapatkan kesempatan mengikuti Pelatihan Motivasi Berprestasi yang diselenggarakan oleh Departemen Tenaga Kerja.
Pesertanya hanya 27 pemuda yang mewakili masing-masing provinsi di Indonesia saat itu. Saya mewakili pemuda dari DKI Jakarta. Pelatihan berlansung selama satu bulan penuh dan pesertanya diasramakan di Cibubur, Jakarta.
Motivasi berprestasi didasarkan pada teori David C. McClelland, yang menyebutkan ada tiga motif utama pada diri seseorang: Motivasi untuk berprestasi (Need for Achiement), Motivasi untuk kekuasaan (Need for Power), dan Motivasi untuk berafiliasi (Need for Affiliation).
Motif dominan yang ada pada diri seseorang akan mendorong kecenderungan seseorang dalam bertindak dan berperilaku dalam membentuk kehidupannya.
Seseorang dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki dorongan kuat untuk mencari prestasi, ingin selalu unggul, menyukai kompetisi dan tantangan. Orang dengan motivasi kekuasaan tinggi cenderung sok kuasa, ingin berpengaruh dan disegani.
Orang yang memiliki motivasi afiliasi tinggi memiliki keinginan kuat untuk menjalin hubungan pertemanan dan persahabatan dengan orang lain.
Menurut McClelland, orang-rang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memilki ciri-ciri antara lain: ingin selalu mencari prestasi, menyukai kompetisi, ingin selalu unggul, suka tantangan, dan menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalannya.
Pelatihan diarahkan agar peserta memiliki motivasi berprestasi yang tinggi sehingga mereka dapat mengembangkan diri dan usahanya dengan standar keunggulan tertentu dan menjadi pelopor di daerahnya.
Selama satu bulan dari bangun pagi subuh hingga malam menjelang tidur peserta ‘cuci otaknya’ dan didoktrin agar selalu berfikir prestasi. Selalu memikirkan capaian-capaian, standar-standar, target-target prestasi, serta keunggulan dalam bidang yang digelutinya.
Otak kami harus HANYA digunakan untuk berpikir prestasi dan keunggulan. Kami dirangsang untuk menterjemahkan gambar dan situasi kedalam proses pencapaian prestasi dan keunggulan tertentu.
Peluang-peluang apa yang terdapat pada situasi tersebut dan bagaimana memanfaatkannya. Selalu memiliki tujuan target dan mengembangkan strategi pencapaiannya. Mencari sumber-sumber lain yang dapat mempercepat pencapaian prestasi juga penting. Juga memperhitungkan waktu pencapaiannya.
Setiap malam kami berdiskusi kelompok untuk membahas kasus-kasus yang diberikan instruktur, yang intinya untuk membangun motivasi berprestasi di alam pikir kami.
Pada minggu keempat kami diminta untuk membuat impian kehidupan yang ingin kami bangun, membuat tujuan-tujuan jangka menengah (tahunan) yang merupakan terminal-terminal yang harus dilalui, dan target-target jangka pendek (bulanan) serta alternative strategi pencapaian target-target tersebut. Peserta mempresentasikan ‘blue print kehidupannya’ dan dikomentari oleh peserta lain.
Setelah selesai mengikuti pelatihan motivasi berprestasi, otak saya menjadi panas dan jantung saya berdebar kencang karena memikirkan masa depan dan strategi pencapaian yang sudah ditulis. Saya punya beberapa kursus Bahasa Inggris kecil yang saat itu gedung-gedungnya masih kontrak. Setiap hari dari bangun tidur sampai tidur kembali, otak saya memikirkan bagaimana caranya untuk bisa punya gedung sendiri.
Teori McClelland benar, keinginan akan prestasi yang selalu dipikirkan membuka alternatif-alternatif solusi untuk mencapai prestasi tersebut. Dengan bekerja keras dan fokus, tahun itu juga saya berhasil membeli gedung pertama untuk kursus saya BBC – English training specialist, yang saat ini menjadi kantor pusatnya.
Motivasi berprestasi yang sudah terlanjur tertanam di otak saya mendorong saya untuk mengembangkan cabang-cabang BBC diberbagai wilayah di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. BBC berkembang sangat pesat sehingga sampai memiliki 60 cabang di Indonesia.
Selama beberapa periode BBC meraih prestasi sebagai lembaga kursus berprestasi tingkat nasional, dan ini sebagai bentuk nyata implementasi dari pelatihan yang saya ikuti. Motif prestasi telah mendorong saya untuk mengembangkan usaha-usaha lainnya dengan mendirikan beberapa perguruan tinggi berupa akademi pariwisata, sekolah tinggi ekonomi, dan sekolah tinggi bahasa asing.
Sekolah mengengah kejuruan juga saya buka di daerah kelahiran saya di Solo. Semuanya berlabel ‘Pertiwi’. Kampus-kampus BBC, perguruan tinggi, dan sekolah menengah kejuruan ‘Pertiwi’ kini menempati gedung-gedungnya sendiri dan tersebar di Jakarta dan sekitarnya serta berbagai kota di Indonesia. Usaha non pendidikan juga saya kembangkan, yang berupa perkebunan dan perumahan.
Motivasi berprestasi telah membuka pikiran dan wawasan tentang standar keunggulan seperti apa yang mau kita raih, bagaimana meraihnya, dan kapan. Motivasi ini mendorong kita untuk berpikir, berucap, bertindak, dan berperilaku dalam rangka mencapai standar keunggulan tertentu.
Anda akan bergerak kearah pemikiran-pemikiran Anda yang menonjol. Anda selalu berpikir prestasi, maka Anda akan bergerak kearahnya. []