Mencermati hubungan Amerika dengan China sejak perang dagang sebelum wabah corona hingga pasca corona merebak ke seluruh dunia, temperatur hubungan China dan Amerika bukannya mendingin, malahan makin panas. Gejala ini sangat penting dicermati. Bisa jadi merupakan prolog perang besar akan meledak. Apalagi sentimen anti China di berbagai negara seolah sedang dijalankan.
Jika diamati titik persinggungan Amerika dan China di area Laut China Selatan, tampak area ini hari-hari belakangan makin tegang, akibat beragam manuver kapal perang dari berbagai negara, terutama Amerika dan China. Sungguh mengherankan, Indonesia seolah menutupi ketegangan di Laut Cina Selatan ini dari sorotan publik lokal Indonesia.
Jika suatu kemungkinan tak terduga terjadi, yaitu perang Amerika vs China meletus di Laut China Selatan, akan terjadi beberapa reaksi di dalam negeri Indonesia, di tengah kekikukan rezim sekarang untuk bersikap antara pro China atau pro Amerika. Malaysia sebagai negara persemakmuran seperti halnya Australia, akan dengan mantap memihak kepada Amerika.
Dapatkah kita bayangkan jika perang itu meletus dan merembet menyeret semua negara yang beririsan dengan Laut China Selatan, dimana China maupun Amerika sama-sama meminta dukungan, diam-diam atau terbuka, maka dimanakah Indonesia akan berdiri? Di belakang China atau Amerika?
Jika pemerintah yang berkuasa di Indonesia memihak kepada China, itu akan merangsang disintegrasi lebih cepat di dalam masyarakat Indonesia. Sebab pro pada China tidak populer bagi rakyat Indonesia umumnya, ketimbang pro Amerika.
Dalam situasi kritikal dan krisis politik semacam itu, bukan tidak mungkin Malaysia akan mengambil keuntungan untuk menanamkan pengaruh, khususnya di Sumatera. Dan Indonesia melalui rengsekan perang Laut China Selatan itu, bisa-bisa yang paling babak-belur, baik oleh krisis dari dalam Indonesia sendiri maupun oleh rebutan dari kedua kekuatan sedang perang itu.
Nah, sekarang, daripada mati konyol, umat Islam setidaknya harus menelaah dengan seksama situasi internasional semacam ini yang letaknya sangat dekat di atas pulau Kalimantan dan di sebelah kanan pulau Sumatera.
Tabiat Amerika seperti yang ditunjukkannya selama ini tidak pernah lekang dari sifat cowboy, yaitu preman perang. Vietnam dihantamnya. Irak diserbunya. Afghanistan dihajarnya. Tak ada bagi dia yang perlu disegani. Bahkan China sekalipun. Sebab bagi Amerika, perang adalah sumber ekonomi besar bagi dia sebagai negara produsen alat-alat perang tersebut. Kalau perang, dia bisa jual alat perang. Dia bisa nyetak dollar untuk alat tukar bisnis besar dari perang itu.
Di titik inilah kita Indonesia kiranya dapat mencermati, walaupun tidak bisa mempengaruhi kedua negara yang sama-sama serakah dan bernafsu untuk paling berkuasa di kolong langit ini.
~ Syahrul Efendi Dasopang, The Indonesian Reform Institute