JAKARTA – Pakar Hukum Pidana DR. M. Sholehuddin, SH, MH angkat suara terkait jabatan Kapolri yang dipegang oleh Jenderal Pol Idham Azis. Sholahuddin mengatakan bahwa jabatan Idham Azis sebagai Kapolri tak bisa diperpanjang masa aktifnya oleh Presiden Jokowi.
Menurutnya, Idham Adham Azis sebagai Kapolri tak akan bisa diperpanjang masa aktifnya karena akan memasuki masa pensiun di bulan Januari tahun 2021 mendatang.
Meski kinerja Idham Azis dinilai memuaskan oleh sejumlah pihak? Baginya, Polri punya aturan sendiri mengatur rumah tangganya sendiri.
“Ya sependapat saya. Karena Polri itu mempunyai UU tersendiri. Jadi yang berlaku dan harus dijadikan dasar hukum ya UU Polri. Bukan UU ASN,” kata Sholehuddin kepada wartawan Bela Rakyat, Ahad (5/7/2020).
Seperti wartakan, Proses pergantian Kapolri dari masa ke masa kerap dibumbui perdebatan. Belakangan, wacana perpanjangan masa jabatan Kapolri yang kini diemban Idham Azis. Hal sama terjadi di periode Jenderal Badrodin Haiti yang muencuat ke permukaan di akhir masa jabatannya.
Dan pun penolakan perpanjangan masa jabatan mendapat Kapolri Badrodin Hairi kala itu mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan di parlemen khususnya Komisi III DPR RI yang membidangi masalah Polisi. Alasannya hampir sama perpajangan masa jabatan pejabat Kapolri tak memiliki landasan hukum yang kuat.
“Dengan kata lain, yang bs diperpanjang soal “keahlian” yang berarti jabatan fungsional bukan struktural. Itu harus menggunakan interpretasi gramatikal dan teleologis. Persoalannya pada “interpretasi” normanya dalam UU POLRI,” ujar Sholehuddin.
Pria yang pernah aktif di Badan Diklat Depdagri ini berpendapat, terkait dengan Polri semua pihak mesti merujuk UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Menurut Sholehuddin, dalam UU itu tidak membuka peluang perpanjangan bagi pejabat Kapolri. Sebab, sesuai dengan Pasal 30 ayat (2), usia pensiun maksimum anggota Polri adalah 58 tahun.
“Kalau diselewengkan interpretasinya pasti akan merusak “pembinaan Karir” dan macam lainnya,” ujarnya.
“Nah interpretasi gramatikal (susunan bahasa/struktur kalimat) sdh jelas bhw yg dapat diperpanjang “usia pensiun” krn dianggap punya “keahlian khusus” bukan jabatan strukturalnya,” sambung Sholahuddin.
Sholehuddin menyampaikan, undang-undang Polri tak bisa dilakukan interpretasi beragam karena dalam Undang-undang Polri pasal 30 sudah jelas mengatur.
“Itu bisa dijelaskan juga lewat Metode Teknik Perundang-undangan. Dengan demikian, norma Pasal 30 UU POLRI itu secara tekstual dan gramatikal sudah sangat jelas pengertiannya. Tidak boleh ditafsirkan lagi dengan macam-macam hanya demi kepentingan sekelompok atau segelintir orang,” tegasnya.
“Bila ditafsirkan secara lain, maka akan menghilangkan “kepastian hukum”-nya dan “kepentingan hukum” yang hendak dilindungi dalam norma tersebut,゛pungkasnya. (HMS)