Penembakan Kantor MUI, Bagian dari Islamofobia?

Kasus penembakan di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi peristiwa yang mengagetkan, kejadian tersebut sekaligus menambah daftar panjang penyerangan terhadap tokoh dan institusi agama.

Peristiwa ini tentu tidak bisa dianggap sebagai tindakan kriminal biasa mengingat kejadian serupa sering terulang belakangan ini. Merupakan sebuah kekeliruan besar pula bila pelaku penembakan di Kantor MUI dipersepsikan sebagai orang gila, persepsi ini sangat dipaksakan dan irasional, terkesan seolah ada upaya meredam agar kasus tersebut tidak diungkap hingga ke akarnya, tidak mungkin orang gila bisa melakukan kejahatan terencana semacam itu, terlebih tersiar kabar pelaku penembakan memiliki transaksi puluhan juta di rekeningnya, apakah ini pekerjaan yang mampu dilakukan orang gila, mustahil.

Mempersepsikan pelaku penyerangan terhadap tokoh dan institusi agama sebagai orang gila adalah modus yang sudah usang, cara ini juga sering digunakan pada peristiwa serupa yang sayangnya terungkap bahwa pelakunya bukan orang gila tetapi orang waras.

Nampaknya sudah tepat sikap MUI menyerahkan pengungkapan kasus ini kepada pihak kepolisian dengan harapan menghindarkan spekulasi liar yang bisa muncul di publik. Oleh sebab itu pihak kepolisian wajib bertindak cepat, tegas, dan profesional dalam mengusut kasus ini, publik menunggu hasil penyelidikan dari aparat kepolisian mengingat kasus ini menjadi perhatian publik.

Nampaknya agak susah membendung persepsi liar dari masyarakat dalam merespon kejadian ini, saat peristiwa penembakan terjadi, maka otomatis orang-orang telah membuat dugaan masing-masing mulai dari yang melihat kasus ini sebagai peristiwa yang berdiri sendiri maupun yang mengaitkannya dengan beberapa peristiwa sebelumnya dalam bentuk penyerangan terhadap tokoh agama. Akan tetapi bila kepolisian bekerja secara profesional menangani kasus ini, maka minimal bisa mengurangi spekulasi liar tersebut.

Menarik membedah respon Din Syamsudin dalam menanggapi kasus ini, Pak Din yang merupakan mantan Ketua Umum MUI dengan tegas mengaitkan kasus ini sebagai bagian dari islamofobia. Banyak pihak mempertanyakan apakah di negara mayoritas muslim seperti Indonesia islamofobia bisa terjadi? Bukankah islamofobia biasanya hanya terjadi di negara yang mana umat Islam menjadi minoritas?

Jika islamofobia dipahami sebagai sebuah kebencian terhadap Islam maka pada dasarnya islamofobia bisa terjadi dimana saja, tidak terkecuali di negara mayoritas muslim. Terlepas dari pro kontra terhadap fenomena islamofobia di Indonesia, namun minimal Pak Din berupaya memberikan peringatan dini agar penyerangan terhadap tokoh dan institusi agama tidak dipandang sebagai kejahatan biasa, dampaknya bisa sangat merusak, bila tidak ada penanganan sistematis maka tida mustahil peristiwa ini bisa memicu bentrokan antara sesama anak bangsa, pasti kita tidak berharap hal ini terjadi.

Terlepas dari semua respon yang muncul terhadap kasus penembakan di Kantor MUI, masyarakat khususnya umat Islam perlu tetap bersikap tenang dalam menanggapi kasus ini sambil berharap kepolisian bekerja serius mengungkap dalangnya.

Jangan sampai kelompok yang selama ini merancang berbagai peristiwa serupa memang bermaksud memancing umat Islam untuk melakukan balas dendam sehingga negara akan terjatuh ke dalam konflik yang tak terkontrol, bagian ini perlu menjadi perhatian bersama sembari waspada agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Penulis: Zaenal Abidin Riam
Pengamat Kebijakan Publik/Koordinator Presidium Demokrasiana Institute

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *