Pembongkaran Jembatan Tanpa Izin di Bekasi Tuai Protes Warga, Aset Daerah Diduga Dijual Bebas

BEKASI ~ Masyarakat Desa Sukamulya dan Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, dikejutkan oleh tindakan sepihak yang dilakukan pihak kontraktor proyek normalisasi sungai. Sebuah jembatan penghubung vital antar dua desa tersebut dibongkar tanpa adanya sosialisasi, izin dari warga, maupun rekomendasi dari dinas atau instansi pemerintah terkait, termasuk Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) yang disebut-sebut tidak pernah menginstruksikan pembongkaran dalam proses pengukuran sebelumnya.

Jembatan yang berada di Kampung Bungur 1 RT 02/06, Desa Sukamulya, selama ini menjadi jalur alternatif utama masyarakat dalam beraktivitas. Pembongkaran tanpa persetujuan membuat warga kecewa dan harus menempuh rute memutar yang cukup jauh. “Kami kaget, jembatan tiba-tiba dibongkar. Tidak ada pemberitahuan sebelumnya, padahal jalan itu sangat penting buat kami,” ungkap salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Material jembatan yang sedsng dipotong dan diduga akan dijual oleh oknum pemborong, Sabtu (6/9/2025) malam.

Ironisnya, pasca pembongkaran, material besi bekas jembatan justru diduga diperjualbelikan secara ilegal oleh oknum yang berinisial (H), yang disebut-sebut merupakan bagian dari tim lapangan kontraktor. Besi-besi tersebut dipotong menggunakan mesin las dan diangkut menggunakan kendaraan ke tempat rongsokan. Dugaan ini semakin menambah keresahan masyarakat, mengingat jembatan tersebut dibangun menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bekasi.

Tak hanya jembatan yang menjadi korban pembongkaran ini. Sebuah rumah ibadah (Musholla) yang berada tak jauh dari lokasi jembatan pun turut mengalami kerusakan serius. Lampu hias, AC, serta fasilitas lainnya yang terdapat di dalam musholla tersebut dilaporkan hancur akibat dampak dari aktivitas alat berat di area sekitar. Kerusakan ini menambah luka bagi warga yang merasa tidak dihargai baik secara administratif maupun secara sosial-religius.

Bukti konfirmasi warga ke Camat Sukatani jika ada Mushollah yang rusak akibat pembongkaran jembatan, Sabtu (6/9/2025) malam.

Tindakan tersebut bisa masuk kategori pelanggaran hukum serius. Mengacu pada Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, aset pemerintah tidak boleh dialihkan atau dihancurkan tanpa melalui prosedur resmi, termasuk adanya persetujuan dari Kepala Daerah dan tim penilai aset. Oleh karena itu, pembongkaran jembatan tanpa dokumen perizinan dapat diklasifikasikan sebagai tindakan ilegal dan berpotensi mengarah pada ranah pidana.

Ketika dikonfirmasi, salah satu pejabat teknis menyatakan bahwa hingga kini belum ada permohonan resmi dari kontraktor terkait pembongkaran jembatan. “Permintaan izin secara lisan pernah disebutkan, tapi sampai sekarang belum ada surat resmi yang masuk. Ini aset daerah, ada mekanismenya. Kalau dibongkar tanpa izin, bisa dikenakan sanksi hukum,” tegasnya. Ia juga menambahkan, seharusnya ada tim appraisal (penilai aset) dari pemerintah sebelum tindakan apapun dilakukan terhadap infrastruktur publik.

Warga sekitar menyatakan telah memiliki dokumentasi video lengkap pembongkaran, sebagai bukti jika dibutuhkan untuk proses hukum lebih lanjut. “Kami punya dokumentasinya. Ini bukan sekadar jembatan, ini akses hidup warga. Kalau pihak berwenang tidak bertindak, kami siap menempuh jalur hukum,” tegas seorang tokoh masyarakat di lokasi.

Dari perspektif tata kelola proyek pemerintah, kontraktor yang mendapatkan penugasan dari instansi manapun wajib mengikuti peraturan perundang-undangan, termasuk UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi serta Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam regulasi tersebut, disebutkan bahwa pembongkaran bangunan atau aset yang dibiayai oleh negara harus melalui tahap evaluasi dan persetujuan resmi dari pemilik aset, yakni pemerintah daerah.

Warga berharap, pihak Kepolisian, Inspektorat Daerah, dan Kejaksaan segera turun tangan menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut. Mereka juga mendesak agar jembatan penghubung segera dibangun kembali melalui jalur resmi, dengan perencanaan yang transparan dan melibatkan warga. “Kami tidak menolak pembangunan atau normalisasi, tapi semua harus sesuai prosedur. Ini negara hukum, bukan negara kontraktor.” Tutup warga yang lain penuh harap.
(CP/red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *