Pada awal kemunculannya, beredar kabar virus ini berasal dari hewan, yakni kelelawar, dan belakangan, dikabarkan juga muncul dari tenggiling. Virus ini disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019.
Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan. Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia).
Para peneliti yang dipimpin Shan-Lu Liu di Ohio State University mengatakan, tidak ada bukti kredibel virus ini dibuat secara genetik. Jadi, menurutnya, mereka sudah mengurutkan genom virus ini. Virus Corona merupakan keluarga besar (famili) dari virus yang dapat menyebabkan penyakit dengan tingkat keparahan yang luas.
Menurut Shan-Lu Liu, SARS dan MERS berasal dari kelelawar. Jadi, tidak mungkin Corona merupakan virus buatan manusia yang dibuat di dalam laboratorium. Peneliti yakin virus corona berasal dari alam dan bukan buatan manusia. Coronavirus masuk ke Indonesia, diawali dari sebuah pesta dansa di Klub Paloma & Amigos, Jakarta. Dengan selang dua hari setelah itu, korban mengalami batuk, sesak, dan demam selama kurun waktu 10 hari. Dokter mengambil spesimen berupa nasofaring, orofaring, serum, dan sputum, hingga pada Senin, 2 Maret 2020, Presiden Jokowi Widodo mengatakan kedua warga Indonesia positif mengidap virus corona wuhan atau COVID-19.
Kementerian Kesehatan, melakukan menerbitkan surat edaran kepada seluruh Dinas Kesehatan Provinsi dan Kab/Kota, Rumah Sakit Rujukan, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiap-siagaan dalam menghadapi kemungkinan masuknya penyakit ini. Kementerian Kesehatan membuka kontak layanan yang dapat diakses masyarakat untuk mencari informasi perihal virus corona, sebagai bentuk perlindungan.
Empat bulan sudah dunia bekerja keras melawan serangan virus Corona yang menginfeksi lebih dari 2 juta orang di 210 negara. Untuk memutus mata rantai penyebaran virus, sebagian negara melakukan karantina wilayah (lockdown). Sementara Indonesia dengan jumlah kasus infeksi lebih dari lima ribu jiwa memilih melakukan pembatasan sosial berskala besar.
Ancaman krisis pangan di tengah pandemi Corona Covid-19 juga muncul dari faktor dalam negeri kita sendiri, misalnya alih fungsi lahan. Hal inilah yang dicermati oleh pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori. Pandemi COVID-19 tak hanya mengobrak-abrik tatanan kesehatan dan ekonomi, tapi juga memicu krisis pangan dunia. Akibat karantina atau pembatasan, sejumlah jalur distribusi pangan terputus, terjadi penimbunan bahan pangan oleh sebagian pihaK, dan harga bahan pangan melonjak. Organisasi pangan dunia (FAO) telah memperingatkan ancaman krisis pangan dunia sebagai imbas dari wabah COVID-19 yang tak kunjung usai. Negara yang pangannya bergantung impor rentan terdampak perlambatan volume perdagangan, terutama jika mata uang mereka melemah, seperti rupiah saat ini terhadap dollar. Neraca pangan Indonesia secara umum timpang di beban impor, berkelindan dengan profesi penghasil pangan yang terus menurun.
Potensi krisis pangan diperkirakan bakal menimpa wilayah yang rentan dan paling rentan pangan. Menurut Indeks Ketahanan Pangan 2018, saat ini masih ada 81 dari 416 kabupaten (19 persen) yang masuk rentan pangan prioritas 1-3 alias menjadi perhatian serius. Sebagian besar berada di Papua, Papua Barat, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur. Wilayah ini dicirikan oleh rasio konsumsi per kapita terhadap produksi bersih per kapita yang amat tinggi, tingginya balita stunting (33,72 persen), dan warga miskin (23,19 persen). Krisis juga potensial terjadi pada 7 dari 98 kota (7,14 persen) kota rentan pangan prioritas 1-3.
Meliputi Subulussalam dan Tual (prioritas 1), Gunung Sitoli dan Kota Pagar Alam (prioritas 2), dan Tanjung Balai, Lubuk Linggau dan Tidore Kepuluan (prioritas 3). Kota ini dicirikan oleh pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran amat tinggi, akses rumah tangga pada air bersih masih rendah (42,45 persen), dan tingginya angka balita stunting (29 persen).
Menurut Khudori, potensi krisis pangan di kemudian hari lebih banyak terjadi dikarenakan persoalan rantai pasokan pangan, bukan faktor produksi. Sementara itu Data Kementerian Pertanian menyebutkan dari tahun 2003 hingga sekarang, Indonesia telah kehilangan sekitar 10 juta petani. Luas lahan sawah dari tahun 2014-2018 ikut berkurang sebanyak 1 juta hektare. “Sebelum ada COVID-19 kita sudah krisis pangan dan sampai sekarang pola konsumsi masih belum diubah,” jelas Tejo Wahyu Jatmiko, Koordinator Nasional Aliansi Untuk Desa Sejahtera kepada Tirto, Rabu, (15/4/2020). Jokowi pun menyebutkan negara penghasil beras bakal mementingkan kepentingan sendiri di saat pandemi. Jokowi ingin Indonesia memperhatikan betul stok pangan karena rantai pasok pangan bakal terganggu selama pandemi Corona.
Sekali lagi, Jokowi menekankan kepada jajarannya untuk mengecek ketersediaan pangan. “Dan rantai pasok bahan pangan akan terganggu karena kebijakan lockdown. Jadi kebijakan lockdown juga mempengaruhi rantai pasok bahan pangan ini,” sebut Jokowi.
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah dalam jangka pendek. Pertama, hentikan pangan sebagai bisnis. Pangan adalah hak yang harus dijamin pemenuhannya. Kedua, gerakkan BULOG untuk siaga nasional penyangga pangan. Ketiga, penyiapan pangan untuk wilayah yang ditutup maksimal. Keempat, stabilitas harga pangan. Sigit adalah salah satu penggagas Indonesia Berkebun, sebuah komunitas urban farming.
Hampir satu dekade komunitas tersebut berjalan, mereka mengkampanyekan gerakan berkebun di lahan terbatas dan terbengkalai untuk diubah menjadi kebun pangan. Dari aktivitas berkebun itulah para anggotanya mencukupi konsumsi sayur secara mandiri. “COVID-19 membuat kita jadi sulit berpergian, bahkan untuk mendapat bahan pangan. Tapi kami sudah siap dan punya kemandirian pangan,” kata Sigit kepada Tirto, Kamis, (16/4/2020). Ia kemudian berbagi tips cara berkebun sederhana guna mencukupi konsumsi pribadi.
Pilihlah jenis tanaman sesuai kondisi geografis, warga perkotaan bisa mencoba sayur-mayur dataran rendah seperti kangkung atau bayam. Perawatan keduanya tidak terlalu sulit dan relatif cepat panen. Cukup dipupuk, disiram dua kali sehari, dan mendapat sinar matahari minimal enam jam per hari. Kangkung dan bayam memiliki masa panen singkat, yakni 21 hari.
Bena Abimanik, Mahasiswa Pendidikan Geografi UNISMA Bekasi