Oligarki Merusak ‘Peta Jalan’ Menuju Terwujudnya Kesejahteraan Rakyat

Kutipan kalimat terakhir dari tulisan AA La Nyalla Mahmud Mattaliti soal Peta Jalan Mengembalikan Kedaulatan dan Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat.

Semoga Allah SWT senantiasa memberi petunjuk jalan yang lurus, memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Amiin

Bacaan Lainnya

UUD 1945 yang terdiri dari pembukaan (preambule), batang tubuh dan penjelasan pasal-pasalnya adalah hukum dasar atau konstitusi yang dibuat dan disusun bersama oleh para pendiri bangsa untuk dipakai sebagai peta jalan atau pedoman pemerintah republik Indonesia dalam rangka mengelola negara menuju cita-cita mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Dalam perjalanannya UUD45 pernah tidak digunakan, kemudian dipakai kembali melalui Dekrit Presiden Soekarno 5 juli 1959 hingga terjadi demo mahasiswa besar-besaran di gedung MPR tahun 1998 menuntut Presiden Soeharto turun tahta karena pemerintahannya dinilai salah kelola sarat dengan KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) sehingga tidak bisa mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Saat itu bersamaan dengan terjadinya krisis moneter sehingga Pak Harto terpaksa mengundurkan diri atau lengser keprabon.

Sebaik apapun UUD kalau orangnya yang menjalankan tidak baik, tidak amanah maka keadilan dan kesejahteraan rakyat sulit untuk diwujudkan. Begitu juga sebaliknya sejelek apapun UUD kalau orang yang menjalankan baik dan amanah maka keadilan dan kesejahteraan rakyat sangat mudah diwujudkan. Sehingga yang menjadi faktor penentu keberhasilannya tersebut adalah manusianya atau Presidennya bukan UUDnya.

Amandemen UUD45 mulai berlaku berdekatan dengan lahirnya UU KPK tanggal 27 Desember 2002. Namun sayang saat kelahirannya kurang diawasi dengan baik oleh bapak dan Ibu kandungnya sendiri (Presiden dan DPR RI) sehingga ditemukan adanya oligarki (invisible hand) yang sengaja menyelundupkan penjelasan pasal 6 UU KPK tidak pada tempatnya atau Salah Letak. Sehingga KPK lahir cacat lemah tak berdaya memberantas korupsi.

Salah Letak juga membelokkan arah atau menyesatkan peta jalan yang telah disusun rapi oleh tokoh-tokoh reformasi dalam UUD 2002 tersebut.

NKRI menjadi Negara Kepolisian Republik Indonesia karena Polisi menjadi Panglima bukan hukumnya. Padahal menurut amandemen ke 3 UUD pasal 1. ayat (3). NKRI adalah negara hukum.

Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK disupervisi oleh KPK yang ketuanya adalah seorang Jendral Purnawirawan Polisi. Padahal menurut UUD amandemen ke 3 pasal 23E ayat (1). Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

Saya masih bisa berpikiran positif kepada anggota-anggota MPR yang mengamandemen UUD45 karena Preambule yang berisi dasar negara pancasila dan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia sama sekali tidak dirubah masih utuh asli 100%.

Hanya peta jalannya saja atau pasal-pasalnya saja yang dirubah menjadi peta jalan tol kapitalisme Pancasila demi bisa cepat mensejahterakan rakyat Indonesia. Sepertinya mau mencontoh reformasi kapitalisme komunis China yang dilakukan pada tahun 1998 dan sekarang terbukti perekonomiannya bisa mengalahkan Amerika yang kapitalisme liberal.

Tidak tertutup kemungkinan bahwa kemajuan ekonomi Indonesia bisa mengalahkan Amerika dan China seandainya peta jalan tolnya tidak dirusak oleh oligarki invisible hand.

Pada kesempatan ini saya ingin sampaikan kepada Bapak Ketua DPD RI bahwa do’anya selama ini telah dikabulkan oleh Allah SWT dengan ditemukannya Salah Letak tersebut. Itulah rahmat dan hidayah terbaik dan terindah buat bangsa dan negara Indonesia dari Tuhan YME. Terbukti sampai saat ini tidak ada satu pakar hukum yang bisa membantahnya.

Maka dari itu DPD RI sebagai satu-satunya lembaga negara yang belum terkontaminasi Oligarki agar bisa mengumumkan secara resmi kepada seluruh masyarakat bahwa telah ditemukan letak titik nol yang benar. Yaitu titik awal peta jalan tol langit yang lurus tidak belak-belok menuju terwujudnya kesejahteraan rakyat.

Dengan demikian gugatan PT 0% dapat diajukan kembali dengan membawa bukti baru Salah Letak. Sehingga Mahkamah Konstitusi harus dan wajib untuk membetulkan atau mengabulkan gugatan tersebut.

Oleh: Helmy Akuntan Ndeso (HAND), Ketua Umum Gerakan Nasional KRETEK (Kebangkitan Rakyat Egaliter Tumpas Epidemi Korupsi)

Pos terkait