Memedi itu bahasa Betawi untuk makhluk halus yang suka menakut-nakuti manusia. Aslinya dari bangsa jin juga. Tujuannya agar manusia jadi tergoda dan terpedaya, condong kepadanya, dan jadi pengikutnya. Jinnya tentu jin kafir. Karena jin muslim sama dengan manusia yg muslim, cenderung kepada kebenaran dan mengikuti syariat Nabi Muhammad SAW.
Setiap suku dan bangsa punya nama masing-masing yang berbeda. Orang Sunda menyebutnya “jurig jarian”. Orang Betawi punya nama lain selain memedi, yaitu setan rerumputan. Bahasa Jawanya mungkin “dedemit”. Bahasa Inggrisnya “gost”, bahasa Arabnya “syaithon”.
Semua bangsa di berbagai belahan dunia dari yang primitif sampai yang modern mempercayai makhluk halus ini. Sampai orang Amerikapun yang rasional dan maju sain-teknologinya, seperti yang dituturkan Prof. Jujun Suriasumantri masih mempercayai adanya makhkuk ini.
Khusus orang Betawi wujud astral makhluk ini sama dengan yang dikenal masyarakat Indonesaia pada umumnya : pocong, kuntilanak, genderuwo, tuyul, dan dangyang.
Tidak seperti suku-suku lainnya di Indonesia, kepercayaan orang Betawi terhadap makhluk gaib tidak sampai mempengaruhi kepercayaannya kepada Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang menciptakan yang wajib disembah. Bagi orang Betawi semua makhluk halus (gaib) itu adalah ciptaan (makhluk) Allah SWT yang tunduk kepada Allah SWT, semua ada dalam genggaman Kekuasaan-Nya.
Kebanyakan Orang Betawi tidak mengenal yang namanya sedekah bumi, sesajen, memasang benda-benda tertentu saat hamil, saat membangun rumah atau hajatan. Orang Betawi juga tidak memiliki tradisi menanam ari-ari dari orang baru saja melahirkan, yang dipasangi lampu, diletakkan pensil dan benda-benda lain karena suatu keyakinan tertentu seperti suku laiinya. Ibuku yang melahirkan sampai 14 kali, tak sekalipun melalukan itu. Ari-ari kami dipendam oleh ayahku dengan wadah kendi kecil ke dalam tanah sambil membaca lafaz basmalah dan ayat-ayat al-Qur’an. Sebab menurut orang Betawi keyakinan di atas jatuhnya syirik. Sebab masih mengakui ada kekuatan lain selain Allah SWT.
Aku katakan “kebayakan orang Betawi” tentu saja ada satu dua orang yang menyempal keyakinannya karena kurang didikan agama, atau ikut-ikutan orang lain yang keyakinannya tercampur syirik.
Bentuk-bentuk astral makhluk halus biasanya berkaitan dengan bentuk penguburan manusia saat meninggalnya. Pocong dikenal di Indonesia karena orang yang meninggal dikubur dengan dibungkus kain kafan berwarna putih dengan diikat bagian atasnya. Di negara-negara yang menganut Kristen, bentuk astralnya dikenal dengan “drakula”, karena orang Kristen saat meninggal dikubur dengan pakaian drakula itu. Sementara di Cina bentuk astralnya “vampir”, karena mereka dikubur berpakaian vampir.
Kembali ke Betawi. Dulu nama-nama setan itu beragam sesuai dengan “fungsinya”. Ada yang namanya “setan keder”, karena suka membuat orang keder, atau tersesat di jalan. Ada yang namanya “setan kekeblek”. Setan model ini mengganggu dengan membikin suara gaduh “blek blek blek” mengelilingi rumah orang yang digoda. Ada juga yang namanya “setan telektek”. Godaan atau menankut-nakutinya dengan membunyikan suara kayu digetok mengelilingi rumah orang yang digoda. Ada lagi namanya “Kantong Wewe”. Setan jenis ini mengambil anak kecil yang keluyuran saat maghrib.
Boleh percaya boleh juga tidak. Yang jelas aku punya pengalaman tentang makhluk halus ini. Aku pernah melihat pocong saat usia enam tahun. Pocong itu berbiri di dekat tambang jemuran. Semula kukira itu kain putih yang sedang dijemur. Ternyata ada tetanggaku yang melihat juga. Kejadiannya sekitar pukul 03.00 saat bangun sahur tahun 1981.
Tentang “setan kekeblek”, diceritakan oleh ibuku. Saat rumah kami di Pondok Pinang yang masih dikelilingi pepohonan dan kebun, ada suara “keblek keblek keblek” mengelilingi rumah di malam hari. Suara itu mirip suara kaki hewan kaki empat berjalan.
Kalau “setan telektek” aku alami karena aku tidak menuruti larangan ibuku untuk tidak memukul-mukul meja (gegendingan). Saat kecil dulu aku memang suka sekali gegendingan sampai ibuku marah. “Mami jangan gegendingan mulu. Nanti diparanin setan telektek”. Rupanya omongan ibuku terbukti. Waktu itu sekitar tahun 1986 saat solat isya aku mendengar suara “telektek” keras sekali mengelilingi rumahku yang terletak di pinggir Kali Sodetan.
Aku pun pernah melihat kuntilanak, tapi kuntilanak laki. Kejadiannya saat aku mau buang air kecil di depan rumahku setelah menonton film “Cerita Akhir Pekan” pukul 23.00. Saat aku membuka pintu aku melihat ada sosok hitam sedang duduk di bawah pohon nangka menoleh dan melambaikan tangannya ke arahku. Langsung aku menutup pintu, dan bulu kudukku merinding semua.
Dalam agama Islam, makhluk halus itu ada, dan bagian yang harus dipercayai. Tapi bukan rukun iman. Dia termasuk hal-hal ghaib. Orang Islam harus percayai bahwa semua makhluk ada, tapi tidak boleh terpedaya, dan tergelincir oleh godaannya.
Saat itu, memedi sudah jarang terdengar, karena tempatnya sudah dihuni oleh manusia. Memedinya sekarang cakep-cakep, rambutnya diriab, pake celana pendek, bajunya “you can see” dan genit-genit. Memedi yang model begini yang lebih berbahaya sebenarnya. Karena orang bukan malah lari menjauh ketakutan, tapi malah mendekat. Tidak terasa masuk perangkap setan. Na’udzu billah min zaalik
Wallahu a’lam bishawab
Oleh: Khairul Fahmi
(Penggiat Literasi, tinggal di Jakarta)