Jika melintasi jalanan kota Jakarta, kita akan menemukan bahwa jalanan di bulan ini sedemikian berwarna. Banyak sekali bendera dari yang berwarna merah, kuning, hijau maupun biru berkibar di sepanjang jalan. Belum lagi wajah-wajah tersenyum dengan tangan terkepal penuh semangat, pemandangan spesial khas pemilu ini sangat unik dan menarik sebanding dengan suasana ramadhan.
Ada satu baliho yang cukup menarik, di baliho itu ada wajah caleg muda PSI, Faldo Maldini, dibelakangnya ada wajah Kaesang bersama dengan Jokowi. Dan bukan cuma baliho Faldo, setiap baliho caleg PSI selalu memasang konten gambar yang sama: Kaesang dan Jokowi. Kata-kata yang terpampang di baliho-baliho bergambar Kaesang-Jokowi ini juga menarik seperti: “Ikut Jokowi, Pilih PSI” atau “PSI Partai Jokowi”.
Okelah, Kaesang saat ini Ketua Umum PSI, wajahnya bisa dipasang di alat peraga kampanye manapun yang berkaitan dengan PSI, tapi bagaimana dengan Jokowi? Apakah Jokowi sudah bergabung dengan PSI? Bukannya sampai dengan saat ini Jokowi masih kader PDIP bersama dengan Gibran?
Jika benar Jokowi masih di PDIP tapi wajahnya sudah dipakai ‘jualan’ Kaesang dan PSI, maka Jokowi sepertinya sudah memulai jalan kultus yang sudah pernah digunakan Megawati terhadap Soekarno dan yang juga sedang dilakukan AHY terhadap SBY.
Walaupun Soekarno tidak memiliki hubungan apapun dengan PDIP, sebagai ‘anak biologis dan ideologisnya’, Megawati selalu menempatkan potret besar Soekarno sebagai latar belakang disetiap berbagai kegiatan politik PDIP. Ini melegitimasi posisinya sebagai ‘pewaris’ dan ‘kelanjutan yang sah’ dari trah Soekarno, karena di awal reformasi tidak cuma Megawati yang mengklaim sebagai pewaris Soekarno, saudara-saudarinya yang lain juga turut melakukan klaim yang sama dengan mendirikan partai politik baru yang juga mengusung pemikiran Soekarno.
AHY melakukan proses kultus yang serupa di Demokrat, sejak mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat dari ayahnya sendiri, AHY tetap menempatkan SBY sebagai simbol di Demokrat. Legitimasi kepemimpinan AHY sejauh ini juga berasal dari warisan politik kuat SBY, bahkan perjalanan mulus AHY dari calon Gubernur Jakarta hingga menjadi Ketua Umum Partai Demokrat tidak lepas dari peran peponya.
Dan sebenarnya tidak hanya mereka berdua, ada Yusril Ihza Mahendra yang merupakan anak ideologis Natsir di PBB, ada juga Tommy sewaktu masih di Partai Berkarya yang selalu menampilkan gambar besar Soeharto. Dan Muhaimin yang berusaha menampilkan gambar Gus Dur dengan dirinya dan PKB tapi di protes oleh Yenny Wahid.
Maka tidak heran jika sekarang Kaesang dan PSI juga mengambil langkah serupa, mengkultuskan Jokowi, menggunakan secara maksimal efek Jokowi untuk mendulang suara di Pemilu tahun 2024. Dan ide kultus ini tidak main-main, Ketua Umum PSI sebelum Kaesang, Giring, pernah berbicara tentang faham Jokowisme yang diusung PSI, kata Giring: “Jokowi lebih dari seorang negarawan Indonesia, Jokowi adalah ide besar, gagasan besar,”.
Jadi mari kita sampaikan ucapan selamat kepada Kaesang dan Jokowi karena sudah bergabung dalam barisan kultus politik Bapak-Anak Indonesia bersama dengan Megawati dan Soekarno serta AHY dan SBY. Mbak Yenny dan Gus Dur masih antri nunggu Cak Imin lengser dari PKB.
Ditulis oleh Muhammad Syaifulloh, Ketua Umum Angkatan Muda Khatulistiwa