Ada yang baru dalam proses menuju pemilu 2024, tempat pendidikan yang sebelumnya terlarang untuk digunakan sebagai arena kampanye kini bisa dipakai untuk aktivitas kampanye, bukan hanya tempat pendidikan, fasilitas pemerintah juga tidak lagi terlarang untuk agenda kampanye. Hal tersebut tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65 PUU-XXI/2023.
Memberikan ruang kampanye di tempat pendidikan pada dasarnya adalah hal yang cukup beresiko, berpotensi menyeret dunia pendidikan ke dalam arena politik praktis yang didominasi kepentingan.
Sikap kontra terhadap putusan Mahkamah Konstitusi dalam kasus ini bisa dipahami, sikap tersebut bukan tanpa alasan, sikap itu dilandaskan pada sebuah keyakinan bahwa segala hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan termasuk tempat harus bersih dari politik praktis.
Hal ini untuk memastikan bahwa pendidikan tidak diperalat untuk kepentingan politik praktis, sebab bila itu terjadi maka dunia pendidikan tidak lagi bisa objektif dan profesional dalam melakukan kerja pencerahan dan peradaban untuk bangsa dan umat. Tidak mustahil akan timbul suatu fase dimana insan akademik akan menggunakan posisi akademiknya untuk membela kepentingan politik tertentu, dan ini merusak.
Membandingkan putusan Mahkamah Konstitusi tentang bolehnya menggunakan tempat pendidikan untuk kampanye dengan kehidupan politik yang ada di Amerika Serikat bukan sesuatu yang arif, dalam konteks Amerika lingkungan pendidikan memang menjadi tempat kampanye, bahkan tak jarang debat kandidat diadakan di kampus.
Mesti dipahami bersama dinamika dan tradisi politik yang berkembang di Amerika berbeda jauh dengan dinamika dan tradisi politik yang berkembang di Indonesia. Di negeri ini pelaku politik praktis masih lebih memandang insan kampus sebagai massa potensial yang bisa digerakkan untuk kepentingan politiknya dibandingkan memposisikan insan kampus sebagai partner dialog untuk menguji visi politik mereka.
Sebab putusan Mahkamah Konstitusi mulai ditandaklanjuti KPU, maka hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah mencetuskan regulasi yang bisa menjadi pedoman agar kampanye di tempat pendidikan tidak berujung pada mobilisasi insan kampus untuk kepentingan politik praktis tertentu, ini mendesak dilakukan demi memastikan kerja pencerahan yang diemban kampus tidak terusik oleh kegiatan kampanye.
Oleh: Zaenal Abidin Riam,
Pengamat Kebijakan Publik/Koordinator Presidium Demokrasiana Institute