BEKASI — Dewan Pimpinan Pusat Forum Remaja dan Mahasiswa Bekasi (DPP FORMASI) mendesak Bupati Bekasi untuk mengambil langkah tegas menutup seluruh tempat hiburan malam (THM) yang dinilai ilegal dan melanggar peraturan daerah. Sorotan ini mengemuka karena keberadaan usaha hiburan seperti spa, karaoke, bar, dan panti pijat masih menjamur, meski telah ada regulasi yang melarang secara jelas aktivitas tersebut.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) memang mengatur pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) jasa hiburan dengan tarif 40–75 persen. Namun, aturan ini tidak berlaku di Kabupaten Bekasi karena pemerintah daerah telah memiliki regulasi yang lebih spesifik dan bersifat pelarangan total terhadap jenis usaha tertentu. Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 3 Tahun 2016, khususnya Pasal 47 ayat (1) poin (1), secara eksplisit melarang operasional usaha hiburan yang berkonotasi tempat hiburan malam.
Ketua Umum FORMASI, Tri Handito, menegaskan bahwa sejak Perda No. 3 Tahun 2016 diberlakukan, pemerintah daerah kehilangan potensi pajak dari sektor hiburan karena sifat regulasinya yang melarang. Ironisnya, alih-alih berkurang, aktivitas THM justru semakin marak. Kondisi ini memunculkan dugaan kuat adanya praktik pungutan liar (pungli) yang melibatkan oknum pegawai negeri di Kabupaten Bekasi. “Kepala Satpol PP seperti tutup mata terhadap pelanggaran Perda yang terjadi,” tegasnya.
Tri Handito juga menyoroti lemahnya penegakan hukum selama Surya Wijaya menjabat sebagai Kepala Satpol PP Kabupaten Bekasi. Menurutnya, tidak ada langkah sigap dan signifikan dalam menertibkan tempat hiburan malam yang jelas-jelas melanggar Perda. Ia menyebutkan bahwa usaha hiburan ilegal seperti spa, diskotek, panti pijat, bar, hingga karaoke masih beroperasi bebas tanpa tindakan tegas dari institusi yang seharusnya menjadi garda depan penegakan Perda.
“Kasatpol PP Kabupaten Bekasi belum bekerja maksimal. Masih banyak THM yang beroperasi. Kalau Kasatpol PP Surya Wijaya tidak mampu menjalankan tugasnya, lebih baik Bupati Bekasi mencopot jabatannya,” ujar Tri Handito dengan nada kritis. FORMASI menilai ketidakseriusan ini berpotensi merusak marwah pemerintahan daerah dan melemahkan wibawa penegakan hukum.
Lebih jauh, pria yang akrab disapa Dito mengungkapkan bahwa keberanian para pengusaha THM menjalankan bisnis yang jelas dilarang oleh Perda menunjukkan adanya “bekingan” dari pihak-pihak tertentu. Ia menilai, tanpa perlindungan dari oknum aparat, tidak mungkin tempat hiburan malam berani beroperasi secara terbuka. “Tidak mungkin mereka berani buka kalau tidak ada yang membekingi,” tegasnya saat diwawancarai media, Senin (08/12/2025).
FORMASI juga menilai pungli yang diduga dilakukan secara sistematis telah merusak ekosistem pemerintahan dan pelayanan publik. Dugaan keterlibatan oknum PNS, termasuk unsur pengawas dari Satpol PP, semakin menguat karena tidak adanya tindakan nyata di lapangan. Menurut Tri, pembiaran seperti ini dapat menjadi preseden buruk dan memicu pertumbuhan bisnis haram yang tidak terkendali.
Di akhir pernyataannya, FORMASI menuntut Bupati Bekasi mengambil langkah tegas dengan menutup semua THM yang melanggar Perda No. 3 Tahun 2016. Mereka juga mendesak dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Satpol PP sebagai institusi penegak Perda. “Kami meminta agar seluruh pelaku bisnis THM menutup usahanya sesuai regulasi. Bupati Bekasi harus hadir dan bertindak.” Pungkas Tri Handito.
(CP/red)






