Kabareskrim Diminta Tuntaskan “Industri Hukum” di Polda Sulsel

Jakarta – Politisi Partai Bulan Bintang, R. Wijaya Dg Mappasomba yang sekaligus Juru Bicara Rajamuddin meminta ketegasan Kabareskrim Polri agar menindak oknum penyidik Polres Bulukumba dan penyidik Polda Sulawesi Selatan yang bekerja tidak berdasarkan Undang-undang atau peraturan yang berlaku. Dimana Rajamuddin bersama kawannya Suhardi Hammado melalui kuasa hukumnya telah mengadukan oknum penyidik tersebut di Bareskrim Polri dan berharap agar keadilan dan kepastian hukum tetap ditegakkan.

“Kami harap kepada Kabareskrim Polri agar menuntaskan aduan Rajamuddin dan Suhardi Hammado,” kata R. Wijaya Dg Mappasomba, Juru Bicara Rajamuddin, Selasa, (22/12/2020).

Bacaan Lainnya

Mantan aktivis HMI Jakarta ini berharap agar penyidik Tahbang Polda Sulawesi Selatan yang melakukan proses penyidikan terhadap Rajamuddin dan Suhardi Hammado saat ini bisa bekerja sesuai dengan Undang-undang atau peraturan yang berlaku.

“Kami harap agar hukum tetap tegak,” pinta Ketua Departemen DPP PBB ini.

Diketahui, Polres Bulukumba menetapkan tersangka terhadap Rajamuddin dan Suhardi Hammado (Pengurus YPLP PGRI Kab. Bulukumba) pada bulan September 2019 atas dugaan tindak pidana membuat surat palsu atau menggunakan alat bukti palsu di persidangan perdata. Namun, alat bukti berupa Akte Jual Beli yang diduga palsu tersebut sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap adalah milik Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (YPLP-PGRI) Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bulukumba Nomor 27/Pdt.G/2012/PN Blk tanggal 30 Juli 2013 jo putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1844 K/Pdt/2014 tanggal 16 Desember 2014 jo putusan Mahkamah Agung RI Nomor 194/PK/PDT/2017 tanggal 26 Juli 2017.

*Polri Janji Tindak Tegas Personelnya yang Terlibat Mafia Hukum*

Polri berkomitmen untuk memberikan sanksi tegas kepada anggotanya yang terbukti melakukan praktik-praktik mafia hukum.

Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes (Pol) Asep Adi Saputra menjelaskan, ada tiga sanksi yang dapat diberikan kepada personelnya yang melakukan praktik mafia hukum.

“Apabila ada dugaan-dugaan praktik mafia hukum, penyalahgunaan wewenang dan sebagainya, di kepolisian ini ada tiga aturan hukum yang bisa dikenai pada oknum-oknum penyidik yang melakukan penyimpangan itu,” kata Asep di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2019).

Ketiga hukum yang dapat dijatuhkan, yaitu pelanggaran disiplin, kode etik hingga pidana.

Asep menuturkan bahwa seorang penyidik seharusnya bekerja secara profesional dan proporsional.

Tak hanya itu, personel kepolisian juga diharapkan memiliki nurani untuk menciptakan keadilan.

“Harapannya adalah, penyidik semua bekerja selain profesionalisme yang dikedepankan, (tapi juga) berdasarkan hati nuraninya nenciptakan hal yang berkeadilan,” lanjut dia.

Pernyataan Asep berkaitan dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang meminta hukum jangan dijadikan industri.

“Ini penting karena di dalam praktek itu judulnya penegakan hukum, sekarang banyak industri hukum bukan hukum industri,” kata Mahfud di kantornya, di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (3/12/2019).

“Industri hukum itu adalah proses penegakan hukum dimana orang yang tidak masalah dibuatkan masalah agar berperkara, orang yang tidak salah diatur sedemikian rupa menjadi bersalah, orang yang bersalah diatur sedemikian rupa menjadi tidak bersalah. Itu namanya industri hukum,” tambahnya.

Salah satu contoh kasusnya, ketika suatu perkara perdata sudah inkrah di MA, tetapi tidak dieksekusi karena melalui aparat penegak hukum digugat, dibelokkan menjadi hukum pidana.

Perkara lain misalnya, ketika sudah menang di pengadilan tetapi tidak bisa dieksekusi karena penuntut dilaporkan memalsukan fakta sehingga menjadi perkara pidana. (nisa)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *